Kau hempaskan tubuhmu di atas pasir putih. Tanganmu kau lipat ke belakang kepala, sebagai ganti bantal. Hangatnya pasir menembus kaos putih tipismu. Dengan kacamata hitam kau bisa menatap matahari yang sudah siap meluncur ke ufuk barat. Kau sangat menikmati suasana dengan semilir angin ini. Debur ombak membuatmu semakin larut dalam tidurmu.
"Y/n-ah!!"
Sebuah suara yang agak cempreng namun seksi mengagetkanmu hingga kau terbangun dari lelapmu yang hanya sekejap itu. Dan pemilik suara itu mendatangimu.
"Kau tidur?" tanya Jimin, lelaki yang sudah bertahun-tahun menemanimu.
Kau membuka kacamatamu dan meletakkannya ke atas kepala.
"Nee, saat mulai terlelap, kau bangunkan aku! Kenapa kau suka sekali mengganggu waktu santaiku?" kau memajukan bibirmu, menunjukkan muka kesalmu. Kau paling benci kalau waktu tidurmu diganggu, meskipun itu oleh Jimin, makhluk Tuhan kesayanganmu."Yaak, kenapa kau bilang seperti itu ke pacarmu? Dasar tukang tidur!" teriak Jimin seraya menempelkan kaleng berisi minuman dingin ke pipimu.
"Aaww, dasar!" kau terkejut dan mengusap-usap pipimu. Jimin tertawa keras.
"Biar melek! Kau tidur gak lihat tempat sih. Di tempat seperti ini malah tiduran mulu. Baru saja ditinggal sebentar sudah tewas." Omel Jimin dengan bibirnya yang manyun-manyun itu. Dan memang sentuhan kaleng dingin itu ampuh membuat matamu terbelalak.
Kalian duduk berdua menghadap air laut yang tak pernah lelah berkejaran. Banyak orang berlalu-lalang di sekitar pantai. Memang ini adalah hari libur, jadi tidak heran pantai yang terbilang masih perawan ini banyak yang menyerbu. Tanpa sepatah kata pun kalian menghabiskan waktu hampir setengah jam. Mulut kalian sedang sibuk mengunyah camilan dan meminum minuman dingin. Lalu tiba-tiba sesuatu mendarat di kepalamu.
"Aaww!!"
Sebuah bola karet melayang dan mengenai kepalamu. Kemudian seorang anak kecil berlari menghampirimu, mengejar bola miliknya.
"Jeosonghamnida, Agasshi." gadis kecil itu menunjukkan rasa sesalnya dan membungkuk-bungkuk. Ia masih sangat kecil tapi tingkah lakunya layaknya anak yang sudah bersekolah.
"Gwenchana. Ambillah bolamu, hati-hati kalau bermain!" katamu padanya sambil mengusap-usap rambutnya yang dikucir tinggi di kedua sisi kepalanya. Tampak imut sekali apalagi ketika dia tersenyum padamu dan Jimin.
"Aigoo.. Lucu sekali anak itu ya?" kau membuka perbincangan dengan Jimin tanpa melepas pandanganmu dari gadis kecil yang sedang berlari ke orang tuanya.
"Ehm.. Kau sudah ingin punya dedek kecil yaa?" ujar Jimin sambil menyenggol lenganmu pelan.
"Aah entahlah akhir-akhir ini aku sangat gemas kalau melihat anak kecil."
"Yaa, tapi apa maksudmu aku ingin punya dedek kecil?" tanyamu dengan tatapan menyelidik.
"Kenapa kau suka sekali melotot padaku, y/n-ah???" Jimin gemas dengan wajah galakmu sehingga ia mencubit pipimu lembut.
"Maksudku apa kau sudah ingin punya adik? Bukan punya anak, y/n-ah. Kau ini selalu saja berprasangka buruk."
"Yaa.. Tapi aku sudah terlalu tua dan tidak pantas jadi kakak dari seorang bayi! Sudah sepantasnya jadi orang tua kalau menggendong bayi!"
"Kalau begitu ayo kita jadi orang tua." ajak Jimin seakan mengajak pergi piknik.
"Ish, leluconmu tidak lucu, Chagi." kau mencubit pipinya, membalas perlakuannya tadi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bangtan Short Stories
FanfictionBagaimana rasanya jika kau menjadi bagian dari hidup mereka? Suka, senang, bahagia, terharu, hingga sedih dan memilukan.. Simak ceritanya..