Bach: Solo Suite Cello No. 1 in G Mayor-Prelude.
Gadis itu mencoba memainkannya, namun baru setengah jalan dan dia gagal. Berdecap, dia menyandarkan cello pada piano. Tubuhnya bangkit berdiri setelah menyahut sebotol air oksigen di atas piano. Dia memandang keluar jendela, seketika disambut amarilis yang ditanam berderet, memagar rumput jepang yang sedang tersiram hujan.
Cuaca tidak menentu akhir-akhir ini. Ke mana-mana dirinya harus selalu membawa payung. Dua hari yang lalu hujan datang ditemani angin kencang hingga payung ungunya seketika rusak.
Setelah meminum air dalam botol hingga tandas, gadis itu beralih mendatangi dapur. Dia membuka lemari es lantas mengeluarkan kotak-kotak berisi potongan buah. Dan tepat saat dirinya menutup pintu lalu membalikkan badan, gadis itu terkesiap keras.
"Bisakah kau tidak mengagetkanku seperti itu?! Damn it! Aku nyaris menjerit!" Dia mengumpat. Kalimatnya kemudian terlontar lagi, lebih lembut. "Kau mau minum? Atau mau makan buah bersamaku?"
Seseorang di depannya—juga seorang gadis—mengenakan celana abu-abu longgar dan kaus putih kebesaran. Rambut pendeknya acak-acakan seperti baru saja bangun tidur. Ada kantung mata gelap yang samar di bawah matanya. Lebih dari itu, saat dilihat baik-baik, rona wajahnya pucat.
"Hei, Orchidee," panggil Viola setelah menaruh kotak-kotak buahnya ke atas meja. "Kau sakit?" Dia lantas menyentuh dahi kembarannya. Alisnya mengernyit begitu mengetahui suhu tubuh gadis berambut pendek itu tinggi.
"Kenapa akhir-akhir ini sangat dingin...?" Dan tepat setelah kalimat itu usai, Orchidee ambruk.
Viola spontan menahan tubuhnya yang limbung ke depan. Dia juga hampir terjatuh, kalau saja tidak langsung berpegangan pada dinding lemari es. Sekali lagi, Viola memeriksa suhu tubuh kembarannya, tidak lupa mengecek nadinya.
Lagi-lagi... Viola membatin melingkarkan tangannya ke pinggang Orchidee. Dia terdiam cukup lama sebelum memanggil salah satu maid di rumah itu untuk membantu memapah gadis sakit tadi ke kamarnya. Keluarga mereka dipenuhi dengan berbagai firasat aneh sebelum kejadian sesungguhnya terjadi. Salah satunya, apabila si Anggrek sakit. Viola termenung membayangkan salah satu dari mereka akan menerima kesialan sebentar lagi.
Dia bertanya-tanya: Kali ini siapa?
***
Di saat anak-anak lain berada di kafetaria, bersliweran di depan kelas, ataupun di perpustakaan—seperti yang para kutu buku lakukan, Tiara memakan sepuluh buah roti isi dalam salah satu bilik toilet. Dia tidak ingin terlihat siapa pun ketika tengah memakan karbohidrat. Bisa-bisa akan ada orang yang memotretnya lalu mengunggah ke media sosial, dan hanya dalam hitungan menit, Gladys akan langsung tahu. Jika Gladys tahu, Tiara hanya akan makan dua butir apel pada keesokan harinya.
Tiara mengabaikan pesan Serena yang mengajaknya makan bersama lagi di kafetaria dengan Bertha dan Lila. Suasana hatinya buruk akibat tengah perang dingin dengan Eva. Dia juga merasa masih belum bisa mengucapkan kata maaf. Mungkin Eva tidak menganggapnya sebagai perang dingin. Gadis itu kadang terlampau cuek sehingga tidak akan peduli jika Tiara sama sekali tidak menyapanya selama beberapa hari.
Tiara mulai melahap roti keenamnya ketika mendengar beberapa orang juga masuk ke toilet. Bayangan kaki mereka tertangkap matanya, sedang menghadap wastafel. Tiara agak terganggu dengan suara mereka yang keras ditambah tawa-tawa yang makin membuatnya sebal. Namun kalimat yang terlontar dari salah satu mereka mendadak menghentikan rahangnya yang mengunyah.
"Waktu kau bilang sedang pacaran dengan Dheo, kupikir kau main-main."
"Apa sih yang kau suka dari tukang introvert itu? Hans bahkan terus-terusan bilang dia itu aneh."
KAMU SEDANG MEMBACA
When Marshmallow Meet Dark Chocolate
Mystery / ThrillerStatus: COMPLETED, buku II seri kembar Tiara Chrysantee Len--kembar keempat "Pilih salah satu: mati di tanganku, atau bunuh dirimu sendiri."