"Kau menendangku tadi?!""Kau beruntung aku tidak meninju mukamu."
Salah satunya tertawa dan urat-urat tidak kasat mata muncul di kening. Namun sekejap kemudian, kedua rahangnya saling menekan kuat. Orang ketiga terhenyak saat melihatnya mengeluarkan sebilah tongkat besi dari tas selempang. Tombol tongkat itu ditekan sehingga otomatis memanjang-berukuran satu meter.
Anak yang memulai duluan-gadis yang menendang-menyeringai begitu dia berhasil menyulut emosi lawan bicaranya.
"Kenapa? Mau marah? Pada siapa? Adikmu yang cacat ini?"
"Tenang saja, aku takkan sungkan," kata si Pemegang tongkat. "Malahan aku senang menyakiti orang yang tidak bisa melawan."
Sedetik, si Ikal sontak berlari kabur keluar kamar. Tak ayal dia dikejar. Gadis selain mereka yang melihat pertengkaran itu pun berlari juga dengan niat ingin melerai.
"Jangan berantem! Jangan berantem di sini!" serunya.
Salah satunya menjerit saat dijambak dari belakang. Dia bahkan terjatuh tengkurap di atas karpet saat sebilah tongkat tadi sengaja dipakai untuk menjeregal. Tidak terima, gadis itu berguling lalu menendang mundur lawannya. Mereka saling membalas, saling mencoba mengunci gerak satu sama lain. Bahkan apabila perlu, masing-masing mencoba menaikkan taraf kekasaran. Si Ikal menggigit tangan , sedangkan yang lain memelintir lengan adiknya sekuat tenaga.
"Sudah cukup! Berhenti! Berhenti!!" teriak wajah lain yang juga sama persis. Dia hendak memisahkan keduanya yang tengah bergelut di antara sofa dan meja. Tapi tidak sengaja dia malah mendapat tamparan keras di pipi.
Sepasang yang berkelahi tidak menyadari siapa yang kena tamparan tadi dan terus melanjutkan kekacauan mereka. Ruang tengah pun dipenuhi polusi suara berkat raungan, teriakan dan jeritan marah masing-masing. Anak yang berusaha melerai-tapi malah kena tampar-mendadak sesenggukan. Hanya dalam hitungan detik, kekacauan itu bertambah dengan tangisan kencang.
Penghuni lain yang saat itu sedang makan, memperhatikan mereka-bengong. Oreo bahkan melolong.
"Kita sekap mereka, lalu hanyutkan via sungai bagaimana?" usul Yanet disambut anggukan setuju.
***
Rumah keluarga Pradipta, sekitar satu jam sebelumnya...Menghambur ke dalam sepulang dari sekolah, Yanet mendahului Logan dan yang lain dengan berlari ke kamar Tiara. Tanpa mengetuk, dia langsung saja membuka pintu-membuat Tiara yang sedang minum jus tersedak gara-gara kaget.
"Coba lihat ini!" kata Yanet heboh. Dia tengah membawa secarik kertas yang di dalamnya banyak coretan pulpen merah.
Tiara otomatis membelalak mengetahui kertas itu ternyata hasil ulangan matematikanya kira-kira seminggu yang lalu. Banyak jawabannya yang dicoret salah oleh guru, lalu pada kotak nilai ditulis angka lima puluh dua. Tiara sempat berpikir Yanet akan mengejeknya habis-habisan dan tertawa. Tapi dugaannya meleset total.
"Kau jenius sekali!" Yanet memuji-benar-benar memuji tanpa embel-embel sindiran. "Kau pasti belajar keras sebelum ujian ya? Iya?"
Tiara mengernyit. Jangan-jangan...
"Ada apa sih?"
Abe, Bagas dan Logan melongok ke kamar itu saat mendengar gaduh. Yanet yang bersemangat pun mendekati mereka-tentunya masih membawa kertas ulangan Tiara.
"Tu-tunggu dulu! Jangan dikasih lihat!" ceplos Tiara, tapi sayang terlambat.
Yanet lebih dulu memamerkan kertas ulangan itu pada ketiga laki-laki tadi. Logan mengangkat alis, sedangkan Abe dan Bagas langsung menahan tawa. Pikiran mereka kurang lebih sama dengan Tiara awalnya. Yanet tampak antusias menunjukkan kertas ulangan Tiara dengan tujuan menertawakannya. Namun, senyum Abe dan Bagas lenyap seketika saat Yanet berujar.
KAMU SEDANG MEMBACA
When Marshmallow Meet Dark Chocolate
Mistério / SuspenseStatus: COMPLETED, buku II seri kembar Tiara Chrysantee Len--kembar keempat "Pilih salah satu: mati di tanganku, atau bunuh dirimu sendiri."