"Inget pintu keluar belakang yang itu?"
"Hah! Pintu baja itu! Kita nggak bakal bisa buka tanpa kunci!"
"Brengsek tadi tahu makanya dia keluarin kita!"
"Kalau balik, kita juga bakal dibunuh!"
"Jadi ke mana kita musti cari kuncinya?!"
"Salah satu pasti ada yang pegang! Kalau ketemu, bunuh aja!!"
Salah satu dari mereka yang tahu persis seluk beluk tempat itu—bahkan lorong kecil di gorong-gorong—menyelinap keluar. Dia terkekeh tanpa suara karena arah yang diambilnya benar. Egoisnya, orang itu sama sekali tidak mengambil resiko untuk memberitahu juga pada orang selainnya. Apabila ada satu saja yang mengikuti, bisa-bisa mereka akan langsung dipenggal begitu ketahuan.
Penutup saluran air dibuka dari dalam. Senyumnya mengembang saat keluar dari gorong-gorong bau yang telah dia lewati. Hati-hati tanpa lupa mengawasi sekeliling, punggungnya menghimpit ke dinding lalu berjalan miring untuk mengitar. Bunyi gesekan bajunya terdengar jelas yang lantas mengundang perhatian Lava.
Laki-laki itu mengeratkan pegangannya pada girth kemudian beranjak pergi dari posisinya. Langkahnya yang berjalan tenang bersamaan dengan lari tikus yang lepas. Di saat yang sama pula dengan Audi Viola yang berhenti di depan gerbang.
Salah satu tawanan tadi mengendap tersembunyi di balik semak yang gelap. Seringainya timbul melihat mobil Viola—berencana kabur dari sana dengan mencuri mobil tersebut. Setelah semua orang di dalamnya keluar satu per satu, dia bergerak makin mendekat tanpa satu pun dari mereka yang menyadari. Saat itu juga Logan berseru nyalang menyuruh yang lain merunduk.
Peluru-peluru dari senapan terlontar dari jarak jauh. Salah satunya mengenai tepat di pelipis, membuat lubang di sana hingga tubuh itu langsung tergeletak.
Viola dan Tiara sama-sama bergidik melihat mayat yang masih dalam keadaan mata terbuka itu—terlebih Luki. Begitu sadar orang itu telah mati, tembakan pun mereda. Logan bangkit berdiri diikuti yang lain sementara Tiara terduduk mengikuti arah pandangan yang lain. Sosok Lava melangkah makin mendekat sambil menyandarkan senapan di bahunya.
Dia berhenti kurang dari dua meter dari mereka. Rautnya seperti biasa, tenang.
"Dia tidak akan senang melihat kalian ada di sini," ujarnya menatap bergantian pada Tiara dan Viola lalu berhenti pada Logan. Meski tubuh Logan bisa jadi tiga kali lebih besar dari dirinya, entah kenapa karakternya terkesan lebih ciut dari Lava. "Aku sempat berpikir akan menakut-nakuti kalian tadi."
Viola mengenalnya namun memilih tidak meladeni laki-laki itu.
"Di mana Ranan?" tanya Tiara tanpa basa-basi. "Di mana dia?!"
Manik mata Lava agak melebar melihat gadis itu hanya bisa terduduk. Mengetahui karakternya, dia bisa saja langsung maju dan mencengkeram kerah baju Lava, bahkan langsung menendangnya. Lava pun langsung tahu ada yang salah dengan kaki Tiara.
"Chrysantee." Lava tanpa keraguan sedikit pun menyebut nama gadis itu dan menatapnya dalam. Meski ada sepasang kembar di depannya, dia bisa langsung membedakan keduanya. "Kau pikir apa yang bisa kau lakukan dengan kondisi seperti itu?"
Lidah Tiara kelu. Ingin sekali dia menjerit kasar pada Lava, tapi kemudian Tiara sadar kalau laki-laki itu benar. Dirinya tidak bisa berbuat apa pun tanpa bantuan orang lain sekarang. Ranan bisa berada di mana pun. Tidak ada jaminan Tiara akan dengan mudah menemukannya. Salah satu dari mereka—Lava pun sepertinya tidak memiliki niat membantu.
Bisa menebak kalau gadis itu tidak bisa membalas, Lava kemudian berbalik pergi. Sontak Tiara melonjak-lonjak sembari berteriak nyalang. Viola kewalahan, hendak menenangkannya tapi gagal. Tak disangka-sangka teriakan itu justru menyulut emosi Logan yang tadi sempat dipaksa mematung. Tiba-tiba badan Tiara diangkatnya ke atas pundak. Meski terkejut, Tiara tidak meronta.
KAMU SEDANG MEMBACA
When Marshmallow Meet Dark Chocolate
Gizem / GerilimStatus: COMPLETED, buku II seri kembar Tiara Chrysantee Len--kembar keempat "Pilih salah satu: mati di tanganku, atau bunuh dirimu sendiri."