13. Red Velvet by Blood

1.6K 213 5
                                    

Hari Minggu, saat semua orang di rumah biasa bangun siang, Damar mulai memasang sarung tangan karet. Laki-laki itu mengangkat sekarung tanah, membawanya ke pekarangan samping di mana beberapa pot kosong menunggu. Dia rupanya hendak memindahkan philodendron dari tanah dekat lili, ke pot kecil yang berhias pecahan keramik hijau. Damar baru menyelesaikan memindahkan ke satu pot ketika sudut matanya melihat sepasang kaki memakai sandal wedges mendekat.

Damar mendongak. Pandangannya dan Tiara bertemu. Laki-laki itu memberikan seulas senyum sebagai awal sapaan.

"Pagi," ucap Damar. "Kamu tidur pakai kaos kaki?" tanyanya melihat kaki gadis itu. Kaus kakinya tinggi sebelah.

Alih-alih memikirkan bagaimana menjawab pertanyaan Damar, Tiara lebih tertarik pada daun hijau mengilap yang tengah laki-laki itu bawa. Damar yang menyadari ke mana arah perhatian Tiara lantas menyeringai.

"Mau bantu?" tawarnya yang langsung disambut anggukan.

Tiara cepat berjongkok di sebelahnya. Damar memberikan satu sarung tangan karet pada gadis itu, juga membantu memakaikannya karena dia tahu lengan Tiara dibebat. Dia meminta gadis itu memegangi philodendron, sementara Damar menambahkan beberapa kepal tanah untuk memperkuat akarnya. Setelah selesai, pot itu ditaruh agak jauh dari pot yang masih kosong.

"Ah, itu musti dibersihkan dulu sebelum masuk rumah," gumam Damar lalu menoleh pada Tiara. "Kamu bisa menyiramnya. Tapi sedikit saja ya. Selangnya ada di sana. Aku mau ambil lap dulu."

Setelah Damar pergi, Tiara mendatangi selang yang sudah dipasang pada kran. Gadis itu pun menghidupkan kran tadi ke pengaturan maksimal. Mencari-cari, dia akhirnya menemukan ujung selang. Tapi saat dia mengambilnya, air di sana tidak keluar. Ujung selang itu dipasangi semacam penyemprot—yang mana air di sana tidak akan keluar kalau tidak ditekan. Tiara mengernyit. Dengan polosnya, bocah itu malah mengarahkan ujung penyemprot ke wajahnya, berniat mengecek hal yang salah. Saat itulah jarinya menekan penyemprot hingga air di dalamnya otomatis menyembur keluar.

Tiara kelabakan. Kaget ditambah panik, geraknya mundur dan tersandung karung yang masih berisi tanah. Dia terjungkal ke belakang. Penyemprot tadi dia lepaskan dalam keadaan masih menyala. Selangnya jatuh berdiri karena terhimpit pot, dan air mengucur deras bak air mancur—kali ini langsung membuat seseorang yang ada di sana seketika basah kuyup.

"What in the world—!!" Yanet menggumam, dan di akhiran umpatannya dia berteriak. Kesal, gadis itu cepat-cepat mematikan keran. Dia pun bengong sesaat menyadari rambut dan bagian atas bajunya basah. "Hei, jangan bilang kau sengaja!" marah Yanet pada Tiara.

Tiara buru-buru menggeleng cepat sebagai sangkalan. Keadaannya tidak jauh berbeda dengan Yanet. Rambut dan bagian atas bajunya juga basah—termasuk kain pembalut yang membebat lengan kanan gadis itu.

Yanet mendesah keras sambil berkacak pinggang. Gadis itu juga mendecap senewen.

"Masuk! Kita ganti baju di dalam," perintah Yanet, ditanggapi patuh oleh Tiara. Saat akan masuk, mereka berpapasan dengan Damar yang membawa lap kusam. Menanggapi tatapan terkejutnya karena kedua gadis itu basah kuyup, Yanet meracau, "Kami baru selesai creambath. Belum pakai hairdryer. Selangnya kesurupan."

Tanpa memberikan kesempatan pada Damar untuk bertanya, Yanet menarik cepat Tiara ke kamarnya. Begitu masuk, Yanet tercengang. Kejutan kali ini bahkan berkali-kali lipat lebih runyam dari tadi.

Kamar Tiara persis kapal pecah. Baju-bajunya berserakan di lantai dan di atas ranjang. Banyak remahan biskuit yang mengundang rombongan semut di lantai, daun pintu lemari yang terbuka dua-duanya, juga bermacam-macam wadah perlengkapan perawatan wajah yang tercecer di atas meja. Yanet paham lengan kanan Tiara sedang dalam masa penyembuhan, tapi apakah akan separah itu efeknya pada "sarang" gadis itu? Atau...

When Marshmallow Meet Dark ChocolateTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang