Tiara balas menatap Damar tanpa berkedip. Kalau apa yang dia dengar benar... Kalau Tiara tidak salah mengartikan ucapan laki-laki itu...
"Kamu nggak perlu jawab sekarang." Kali ini Damar mengucap kalimat terakhirnya pagi ini. Dia membubuhkan senyum kemudian lanjut melangkahkan kakinya, menjauh dari Tiara yang masih bergeming.
Melihat sosok belakangnya yang perlahan menjauh, pandangan Tiara menerawang. Wangi sitrus selalu mampu membuat pikiran Tiara membaik. Aromanya selalu tercium samar saat Damar berada di dekatnya. Berbeda dengan Ranan, Damar selalu bermandikan cahaya. Tampilannya bersih dan tenang serta sikapnya ramah pada siapa pun. Bahkan selama ini Tiara sadar kalau Damarlah orang yang paling memperhatikannya saat berada di rumah.
Tiara tidak akan menyangkal kalau dirinya menyukai Damar. Sangat. Laki-laki itu mengingatkannya pada Dheo.
Menghirup napas dengan lesu, Tiara lalu lanjut berjalan. Dalam hati was-was pada hal lain yang jauh lebih menguras pikirannya.
***
Saat membuka matanya untuk yang kesekian kali di rumah sakit, Sofi mengerang. Hampir setiap bangun dari tertidur, dia selalu saja lupa pada luka di punggung. Beberapa kali gadis itu refleks bergerak dan seringkali sontak mengaduh. Terlebih lagi selain menyakitkan, bagian tubuhnya yang lain diserang pegal yang amat mengganggu. Misal seperti leher dan kepalanya-karena biar bagaimana pun dia sedang berbaring tengkurap.Telinganya kemudian menangkap bunyi ketukan sepatu pada lantai. Seseorang masuk. Mungkin suster atau pengunjung yang menjenguk pasien lain. Ruangan tempatnya dirawat sekarang bukanlah kamar pribadi. Di dalam sana terdapat empat ranjang yang hanya dipisahkan tirai. Dan kini tirai bagian Sofi tengah tertutup penuh.
Tidak disangkanya bayangan orang tadi berhenti tepat di samping ranjang Sofi sekarang. Gadis itu mengerjap. Dia kedatangan pengunjung? Siapa?
Tirai dibuka. Mata Sofi melebar.
"Halo, Sofi," sapa orang itu bernada lembut. Tangannya menggenggam pangkal buket bunga krisan. "Syukurlah kamu baik-baik saja."
Orang yang diliputi atmosfer yang aneh. Dia tersenyum mendapati tubuh Sofi yang lemah.
"Duduklah.. ada kursi di sebelahku..," kata Sofi.
"Ah, tidak usah repot-repot. Tidak akan lama," ucap orang itu lalu menaruh buket bunga tadi ke atas meja. "Aku hanya ingin tahu keadaanmu.. Aku hanya disuruh."
Sofi yakin mengenal suara itu. Sekarang ini matanya tidak bisa diajak bekerja sama. Kenapa? Fokus matanya terganggu. Wajah orang itu tampak buram baginya. Sofi hanya tahu sosoknya tinggi dengan setelan pakaian hitam. Sebenarnya obat apa yang disuntikkan suster tadi?
Sebelum Sofi mengatakan sesuatu lagi, orang itu lebih dulu bergerak mundur lalu pergi setelah menutup pelan tirai. Gadis itu tidak memikirnya lebih jauh. Lagi-lagi dia meringis lalu mencengkeram seprai. Dalam hati dia bertanya-tanya, kapan dia bisa secepatnya keluar dari tempat itu.
***
Setelah gummy bear, sekarang blueberry cupcake? Tiara menyeringai menyedihkan. Dia telah membaca tulisan di atas secarik kertas yang diikutkan seperti biasa. Menggigiti bawah bibir, gadis itu keluar kelas padahal bel pelajaran masuk sudah dibunyikan sekitar lima menit yang lalu. Dia bahkan berpapasan dengan guru Sejarah yang sudah tua. Kacamatanya sampai melorot karena Tiara mengabaikannya.Langkahnya menggema di lorong yang sepi karena hampir semua anak ada dalam kelas. Tiara sengaja menghentak-hentakkan kaki, melampiaskan emosinya. Gadis itu memutar setelah keluar gedung, lalu berhenti saat melihat tong sampah. Cupcake tadi dia hujamkan ke dalam dengan energi yang jauh lebih besar dari seharusnya. Setelah melakukannya, napasnya memburu.
KAMU SEDANG MEMBACA
When Marshmallow Meet Dark Chocolate
Misterio / SuspensoStatus: COMPLETED, buku II seri kembar Tiara Chrysantee Len--kembar keempat "Pilih salah satu: mati di tanganku, atau bunuh dirimu sendiri."