Yanet sungguh-sungguh tidak menyadari keberadaan orang selain dirinya di sana. Benaknya hampir dipenuhi hipotesis dan terasa seakan meledak sebentar lagi. Baru ketika gadis itu menghembuskan segumpal napas yang tertahan, kedua kakinya menegak. Saat Yanet menoleh, tangannya yang memegang senter disentakkan tiba-tiba. Benda itu terpelanting jauh, bahkan menghantam dinding dengan kerasnya.
Sebilah pisau melayang. Yanet tidak melihatnya. Tenggorokannya seketika tercekat saat ujung pisau itu mengenai pinggang.
Jleb!
Refleksnya mencegah pisau itu menancap semakin dalam.
Yanet menjatuhkan diri. Kurang dari sedetik kaki kanannya terjulur lalu memutar, menjeregal sosok itu. Tubuhnya terbalik dan menghempas diikuti desisan marah. Yanet tidak tinggal diam. Gadis itu melompat pada dinding, menjadikannya pijakan sebelum melompat lagi. Sikunya langsung menghujam orang itu, tepat di bagian perut.
Luka tidak membuatnya melambat. Dia justru makin beringas.
Lagi-lagi pisau yang tadi mengenai pinggang Yanet hendak dihujamkan lagi. Beruntung kali ini sisi mengilapnya memantulkan kedipan cahaya redup dari senter. Yanet menahannya, tepat saat ujungnya mengarah ke leher.
Aku bisa membunuhnya sekarang!
Dalam sekali gerak, Yanet menendang keras dada orang itu. Kurang dari sedetik saat tubuhnya mundur, Yanet mengambil revolver dari heel boots-nya. Benda kecil itu teracung. Pelatuk ditarik, dan satu peluru terlontar. Peredam suara hanya meninggalkan sedikit desisan, dan asap. Peluru itu mengenainya—tidak salah lagi. Hanya saja karena gelap, Yanet tidak mengetahui di bagian mana peluru itu bersarang.
Yanet tersentak mendengar derap orang itu berlari pergi. Gadis itu sontak mengejar. Mereka ada dalam segaris lurus tepian sayap gedung sebelah kiri. Tapi mendadak, sudut mata Yanet menangkap sesuatu dekat salah satu jendela kelas di lantai dua. Sesuatu dilemparkan saat Yanet berada tepat di bawahnya.
Tubuh Yanet melompat dan berguling, di saat yang sama dengan benda—yang sepertinya terbuat dari kaca—itu hancur berkeping-keping. Pistol Yanet teracung kembali, sehingga satu peluru kembali melesat—kali ini ke atas, selanjutnya disusul suara kaca jendela yang terlubangi. Yanet juga mendengar suara derap kaki di dalam gedung. Bunyinya perlahan menjauh sampai tidak lagi terdengar. Kepalanya menoleh ke pelaku penikam. Dia pun telah pergi.
Kini satu-satunya suara yang Yanet dengar adalah suara napasnya yang labil. Gadis itu masih setengah berbaring di atas tanah, dengan disangga siku kanan. Pelan, Yanet menyentuh pinggangnya. Permukaan jaketnya basah oleh darah segar.
Padahal sedikit lagi, dia bisa saja membunuhnya. Membunuh keduanya.
Ada lebih dari satu orang. Kenapa Yanet tidak memiliki satu pun petunjuk yang mengarah ke sana?
Mendesis, sembari menekan lukanya, Yanet mengambil ponsel. Benda itu dia tempelkan ke telinga setelah melakukan panggilan.
"Temui aku..," katanya lirih. "Jangan sampai.. yang lain tahu.."
***
Logan langsung terjaga tanpa kesulitan begitu mendapatkan panggilan Yanet. Setelah sambungannya terputus, Logan buru-buru mengenakan baju penyamarannya—kurang lebih serupa dengan Yanet—yang serba hitam. Amat beresiko kalau dia keluar melalui pintu depan, karena itu dia menyelinap melalui jendela. Jendela kamarnya sudah tidak lagi memiliki jeruji. Tanpa ada orang yang tahu, Logan sendiri yang menjebolnya.Sempat memandang ke sekeliling, memastikan tidak ada seorang pun yang melihatnya, laki-laki itu kemudian berlari sambil meredam bunyi langkah.
Sedikit pun dia tidak menyadari sepasang mata Abe mengiringinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
When Marshmallow Meet Dark Chocolate
Mystery / ThrillerStatus: COMPLETED, buku II seri kembar Tiara Chrysantee Len--kembar keempat "Pilih salah satu: mati di tanganku, atau bunuh dirimu sendiri."