Tiara membisu setelahnya. Mulai dari perjalanan berlanjut ke vila, sampai perjalanan pulang. Anak-anak lain menyadari situasinya aneh karena biasanya gadis satu itu lumayan cerewet. Sofi beberapa kali mencoba mengajaknya bicara, tapi hanya dijawab seadanya. Tiara hanya diam. Meski begitu diam-diam dia melirik Yanet.
Yanet memakai syal seharian ini. Di dalam kelas pun, dia tidak menanggalkan syal rajut berwarna merah bata tersebut. Tiara sempat mengira dia sakit, tapi tingkahnya tetap enerjik seperti biasa. Hanya saja setelah kejadian tadi, Yanet juga berubah diam. Dialah yang menarik Tiara di saat yang genting, bahkan sampai tubuhnya ikut berguling pada tanah berbatu di pinggir jalan. Mungkin karena tindakannya terlalu tiba-tiba, napas gadis itu seperti penderita asma yang sedang kambuh.
Tiara lagi-lagi diliputi perasaan bersalah. Baru kali ini dia melihat Yanet terlihat kesakitan seperti itu, terlebih gara-gara dirinya. Tapi perlahan, rasa penasarannya akan siapa Yanet sesungguhnya telah menguasai benak Tiara lebih dalam.
Satu mobil berpisah dari mobil lainnya untuk mengantar Tiara dan Yanet. Sofi sudah lebih dulu diantar ke rumahnya, jadi tinggal mereka dan salah seorang guru yang ada dalam mobil. Setelah keluar dan mengucapkan terimakasih, mereka pun masuk melewati gerbang yang terbuka setengah.
Yanet masih diam. Keringat dinginnya mengucur. Tangan kanannya juga masih menekan ulu hati.
Apakah sesakit itu?
“Hei..” Tiara memanggilnya.
Yanet menoleh.
“Langsung istirahatlah di kamar,” saran Tiara. “Tapi jangan kunci pintunya, oke?”
Yanet tidak membalas. Sementara Tiara berhenti di dapur, gadis itu melangkah menuju kamarnya.
***
Ranan tengah duduk di balkon tengah. Di depannya, Oreo berdiri dan bersandar sedangkan Ranan memijat leher belakangnya—yang mana membuat anjing itu semakin betah bermanja-manja. Ketika akhirnya telinga Ranan menangkap bunyi seseorang yang menaiki tangga, laki-laki itu pun memutar kursi roda.“Darimana saja?” tanya Ranan—sebenarnya tidak berniat tahu.
“Survey tempat outbound untuk lusa,” jawab Tiara kaku.
Ranan kembali memijat leher Oreo dalam diam. Tiara menghampiri kursi kayu pada balkon tersebut kemudian menariknya supaya lebih dekat pada Ranan. Ekspresinya seperti akan mengatakan sesuatu, tapi dia ragu. Ranan yang sadar akhirnya mengalah. Laki-laki itu berhenti memanjakan Oreo meski diprotes sang peliharaan.
“Ada apa?”
“Aku..” Tiara berucap sambil benaknya mengingat kembali kejadian tadi. “Sedikit merasa aneh dengan Yanet.”
Sedetik, Ranan berkedip cepat. Untungnya Tiara tidak menyadari reaksinya. Sembari memandang gadis itu, benak Ranan mencoba menerka-nerka.
Apa ini ada hubungannya dengan perbuatan Ranan pada Yanet kemarin malam? Tidak mungkin, pikir Ranan. Kalau pun Yanet bercerita, maka dia akan terjebak memaparkan lebih jauh pada Tiara. Sementara gadis itu tidak punya keterlibatan langsung pada apa yang tengah Ranan dan Yanet rencanakan.
Ranan mendapati Tiara mengusap-usapkan kedua telapak tangannya gelisah. Saat sudut matanya melihat goresan luka di sana, mendadak laki-laki itu menariknya. Tiara tersentak. Gadis itu tahu apa yang dipikirkan Ranan karena sekarang, sorotnya kentara menuntut penjelasan. Tiara jadi tidak punya pilihan selain menceritakan semuanya tanpa berbasa-basi.
“Aku nyaris menabrakkan diri ke truk. Yanet menolongku. Ini tidak seberapa,” paparnya sehingga Ranan akhirnya melepaskan tangannya. “Tapi gara-gara aku sepertinya dia yang terluka.”
KAMU SEDANG MEMBACA
When Marshmallow Meet Dark Chocolate
Mystery / ThrillerStatus: COMPLETED, buku II seri kembar Tiara Chrysantee Len--kembar keempat "Pilih salah satu: mati di tanganku, atau bunuh dirimu sendiri."