Viola dan Amarta sedang menikmati makan malam mereka. Menunya kepiting. Karena cangkangnya yang keras, kedua tangan mereka dipakaikan sarung tangan, lalu disiapkan palu kecil yang siap memecah. They are so vulgar. Bibir, pipi, dan celemek yang mereka kenakan penuh dengan percikan bumbu merah.
Ponsel keduanya berdering singkat.
"Tujuh," gumam Viola lalu mematahkan salah satu kaki kepiting.
Hanya selang beberapa detik kemudian, tiga dering bersahut-sahutan sekaligus.
"Genap sepuluh." Amarta mengikik geli. Kali ini dia membuka tempurung kepiting ketiganya. "Jangan-jangan dia marah karena chat-nya tidak dibaca?"
"Biarkan saja. Aku berani bertaruh dia akan merengek supaya satu kartu kreditnya diaktifkan."
"Siapa tahu dia akan membeli sesuatu yang bermanfaat."
"Apa? Barbel? Samsak? Jumping rope? Semuanya tidak akan bertahan lebih dari seminggu. Makanan? Perutnya akan meledak dan kadar gula dalam darahnya akan naik berkali-kali lipat."
"Seram..," komentar Amarta bergidik. Di saat yang sama, ponsel mereka sama-sama berkedip. Temponya tidak main-main-belasan pemberitahuan sekaligus.
Viola mendesah keras. Gadis itu menyerah dan melepas sarung tangannya lalu meraih ponsel. Tanpa membaca pesan-pesan yang bertumpuk dalam obrolan mereka, dia langsung melakukan panggilan pada Tiara. Bocah sialan satu itu harus berhenti mengirim foto-foto selfi narsisnya sebelum ponsel mereka kepenuhan memori. Viola mengulum bibir dongkol sementara Amarta memandangnya antusias.
"Hei, Chrysantee, Meli akan membunuhmu kalau kau terus-terusan memasukkannya dalam grup. Berani sekali kau meneror kami juga lewat privat chat?! Kenapa juga kau mengirim fotomu? Aku bisa selalu melihat wajah sialanmu itu di cermin!"
***
Kegiatan bersih-bersih di Redinata tetap dilakukan biar pun hampir semua anak menggerutu. Mereka hanya akan benar-benar berbenah sewaktu dilihat guru, dan bermain-main saat tidak ada yang mengawasi. Sempat di kelas tadi, seseorang berniat menendang ember berisi air pembersih lantai dekat Sofi. Tapi di saat yang sama, Tiara sengaja menjeregal kakinya sehingga kepalanya masuk ke ember.Lagipula suara apa ini?
Dengan maksud menyemangati para siswa yang sedang bersih-bersih, setiap Sabtu pagi satu lagu akan disetel. Melalui speaker yang dipasang di masing-masing kelas, lagu itu terdengar sampai seluruh penjuru sekolah.
Tiara pernah bertanya pada Abe perihal lagu itu. Penciptanya merupakan guru yang sudah lama pensiun. Suaranya pun direkam apa adanya dengan radio perekam bertahun-tahun lalu. Nadanya hampir sama dengan mars Redinata, hanya sedikit dipoles sana-sini. Tambahan: setengah menit sebelum lagu berakhir, suara guru terbatuk-batuk tidak luput direkam. Parahnya lagi hanya satu lagu itu yang diulang-ulang sementara waktu bersih-bersih mereka ada dua jam!
"Kenapa mereka berharap sekolah akan bersih kalau lagunya selalu menjengkelkan begitu?" gerutu Tiara yang menopang dagunya dengan ujung gagang kemoceng.
"Apa boleh buat," balas Sofi sembari tersenyum masam. "Lagu itu yang bakal disetel kalau Pak Bim berhalangan hadir. Kalau Pak Bim datang, beliau yang bakal nyanyi. Sayangnya beliau sering absen waktu Sabtu begini."
"Guru boleh nyanyi?"
Sofi mengangguk. "Pak Bim yang guru musik juga mungkin punya pikiran yang sama kayak kamu tadi."
Sofi melanjutkan geraknya mengelap kaca sementara dalam benak Tiara terlintas ide. Mendadak saja gadis itu membuat Sofi menyentak lap lalu menariknya keluar kelas. Mereka berlari menerobos anak-anak lain yang bersliweran di lorong, tidak terkecuali Luki. Laki-laki itu sedang mengunyah permen karet waktu melihat Tiara berlari.
KAMU SEDANG MEMBACA
When Marshmallow Meet Dark Chocolate
Mystery / ThrillerStatus: COMPLETED, buku II seri kembar Tiara Chrysantee Len--kembar keempat "Pilih salah satu: mati di tanganku, atau bunuh dirimu sendiri."