50.5. Autumn Crocus

1.1K 175 0
                                    

Dia berusaha untuk tidak terlalu menarik perhatian. Saat yang lain masuk ke dalam, dirinya lantas menyelinap pergi. Pencuri tidak akan tinggal bilamana persembunyiannya telah terendus. Karenanya tanpa rasa takut apa pun, dia lalu melangkah menjauh demi mengenali tempat apa itu sebenarnya. Setiap langkah kaki lain yang terdengar, saat itulah dia akan menghindar lagi. Begitu seterusnya sampai dia terjerumus makin dalam ke tengah-tengah labirin.

Gelap. Lembab. Berdebu.

Hanya sebagian ruang kosong yang bersih karena tampaknya sering digunakan. Siapa pun yang memutuskan membuat sarang di sana adalah seorang yang jenius. Mereka telah cukup lama bersembunyi, menghasilkan sampah-sampah busuk yang pelan-pelan tercium. Para dalang, tawanan, dan alat penyiksaan. Mereka menyimpannya dengan sangat rapi.

Abberline tidak mengutuknya. Abberline justru menyukainya.

Apa yang akan terjadi pada tempat itu setelah ditinggalkan?

Dia meraba permukaan bifet yang mengilap. Mengherankan terdapat furnitur yang cantik di tempat seperti ini. Ruangan tempatnya berada sekarang ada di lantai paling atas. Dari luar tampak bagai bangunan mercusuar hanya saja tanpa penerangan.

Sebenarnya dia akan dengan senang hati tinggal di sana lebih lama lagi. Keheningan dan desir angin adalah keadaan yang paling cocok untuknya. Dia lelah. Dia ingin pergi dan bersembunyi. Tidak akan sulit melenyapkan satu orang saja-dirinya sendiri.

Rongga dadanya menghela sejenak. Sudah lewat hampir setengah jam sejak Abberline sengaja kabur. Dia harus kembali sebelum Bagas dan orang-orang yang menyusahkan itu berpencar hanya untuk menemukannya.

Pandangannya terus beringsut ke bawah kala menuruni tangga berputar. Namun sebelum kakinya mengijak lantai paling dasar, tubuhnya bergeming. Kepalanya belum terangkat waktu itu. Meski hanya dari sudut matanya, Abberline melihat sosok bergaun putih itu tampak bercahaya di tengah kegelapan yang suram.

Abberline perlahan menaikkan dagu, dan dirinya mematung. Sama sepertinya, gadis itu diam. Tatapan keduanya bertemu.

Abberline bisa langsung tahu, kalau gadis itu bukanlah orang pernah dia temui. Siluet di belakangnya terpaku. Sebagian tubuhnya agak tersembunyi di balik pilar. Flatform ivory yang dia kenakan memberi kesan kalau gadis itu sedang bertelanjang kaki.

Abberline tidak yakin sosok itu juga berkedip. Sepasang matanya kelam, namun memantulkan cahaya. Rambut hitam panjangnya pun tergerai di kedua sisi tubuhnya. Kontras dengan warna jelaganya, kulit gadis itu serupa pualam. Tangannya menyembul sedikit di balik rok longgarnya yang mengembang.

Lama pandangan keduanya menyelisik. Namun pada akhirnya, gadis itulah yang lebih dulu mengalah. Pelan, kakinya melangkah mendekati Abberline. Dia berhenti saat merasa cukup melihat reaksi yang dimunculkan laki-laki itu.

"Apa kau tersesat?" tanyanya alih-alih bertanya siapa Abberline.

Bibir Abberline terkatup rapat. Sepenggal batinnya entah kenapa memerintahkan padanya untuk segera pergi dari hadapan gadis itu.

Tiba-tiba dari arah samping, seseorang berlari tergesa-gesa. Orang itu panik dan sepertinya berusaha bergerak secepat yang dia bisa untuk melarikan diri. Sewaktu berbelok, dia membeliak melihat Abberline dan gadis tadi. Mulutnya mendecap. Suaranya seolah menggeram-terlebih ketika mengenali wajah si Gadis.

Orang itu mempercepat larinya sembari kedua tangannya menjulur seakan hendak menerkam. Abberline terperangah mundur. Kakinya tidak sengaja tersandung salah satu anak tangga sampai terjatuh. Namun gadis itu bergeming.

Sepersekian detik sebelum bahu gadis itu hampir diraih, setitik peluru melesat tepat mengenai dahinya. Benda itu menerobos tulang tengkorak hingga tembus sampai belakang. Darah memercik ke lantai. Orang itu langsung roboh dengan mata yang masih membuka lebar.

Abberline gemetaran melihatnya.

"Jangan takut." Gadis itu berbisik. Abberline mendongak padanya, mendapati dia tengah mengulurkan tangan. "Ikutlah aku."

Abberline masih diam. Dahinya berkerut tegang.

"I'm with Yanet," kata gadis itu lagi. "Dia bercerita banyak hal tentangmu."

Bisikan iblis. Manis, namun beracun.

"Siapa?" Hanya itu kata yang terlontar dari mulut Abberline.

"I am the mother.. And you can be mine too."

When Marshmallow Meet Dark ChocolateTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang