“Aku tahu kau punya banyak cara untuk menemukanku.. juga apa yang sedang bersamaku..”
Pandangannya mengarah keluar melalui pinggiran kaca jendela yang berbuku. Mengabaikan tidurnya, laki-laki itu terjaga dan membisu. Ketika lambat laun cahaya pudar tampak, Ranan masih bergeming. Kedua tangannya saling memegangi hasta. Laki-laki itu memejam sesaat sebelum kemudian kembali duduk di sebelah ranjang Tiara.
Memar di sekujur tubuhnya perlahan memudar—meski sepertinya akan butuh waktu lebih lama untuk menghilang seluruhnya. Setidaknya Ranan tidak lagi melihat raut gelisah Tiara saat terlelap. Wajah tidurnya kini lebih tenang serta jarang mengigau.
Ranan akan sangat menanti-nantikan kelopak mata itu membuka kemudian menoleh ke arahnya. Gadis yang sungguh mudah ditebak suasana hatinya pada detik yang sama. Terlebih, betapa Ranan begitu merindukan suara indah Tiara. Melodi yang lembut juga menyenangkan.
“Aku akan.. melihatmu dari jauh saja..” Laki-laki itu berbisik pelan sembari meneliti tiap sudut pada rupa di hadapannya.
Saat aku kehilangan keluargaku, aku telah mati.
“Kau tetaplah seperti dulu..”
Gadis yang tersenyum juga tertawa tanpa beban.
“Seperti sebelum kita bertemu untuk yang pertama kalinya..” Saat Ranan menuduhnya pencuri dan membuatnya ketakutan. Laki-laki itu tertawa hambar. “Aku tidak tahu apakah tebakanku benar.. but whatever you do is working.”
“Berapa umurnya?” Tiara bertanya sewaktu bermain dengan Oreo. “Kita harus mengajaknya juga kalau jalan-jalan ke kebun nanti.”
“… mataku jelek sekali gara-gara menangis… Oreo bahkan tidak mau mengikutiku waktu ke sini.”
“Jujur saja, kau tidak pernah memiliki rasa percaya yang sama padaku. Kau memanfaatkanku.”
Ranan menghela napasnya dalam-dalam. Agak berat dan paru-parunya sesak. Lalu seolah melihat kembali ke wajah itu untuk yang terakhir kalinya, Ranan menangkup erat tangan hangat gadis itu.
“Saat kau terbangun.. kau akan berada di tempatmu seharusnya.”
Tanpaku.
Ranan mencondongkan tubuhnya ke wajah Tiara lalu mengecup keningnya perlahan. Genggaman laki-laki itu dilepas sebelum pada akhirnya berbalik pergi. Pintu ditutup pelan, meninggalkan Tiara seorang diri—lagi.
***
Perjalanan dari rumah menuju ke rumah sakit sungguh melelahkan. Setelah dua kali berpindah kendaraan, barulah Luki sampai. Laki-laki itu telah duduk lama dekat jendela bus yang terbuka sehingga tubuh dan wajahnya terus-terusan diterpa angin dingin. Daerah itu memang selalu muram. Entah karena ketinggian bukitnya atau memang gara-gara cuaca. Gara-gara itu Luki sampai teler.Hari ini dia sendirian. Bagas yang tadinya akan menemaninya mendadak terserang flu. Begitu sampai di rumah sakit, Luki tidak lantas masuk ke lorong dalam, melainkan mampir ke minimarket. Selang beberapa menit, dia pun keluar dengan membawa teh panas dalam gelas sekali pakai.
Baru melewati ambang pintu, laki-laki itu bergeming. Luki tidak salah mengenali seseorang yang berjalan melewatinya sebagai Ranan.
Dia berjalan tanpa memedulikan sekitar. Tangan kanannya menyeret koper kecil—mungkin sedikit barang-barangnya selama menginap di rumah sakit. Laki-laki itu juga mengenakan coat hitam yang biasa dia pakai untuk bepergian. Luki memang selalu mendapati wajah keruh Ranan, tapi sepertinya kali ini berbeda.
Ranan seolah tidak berniat kembali.
Kenapa? Luki membatin bingung. Bukankah Ranan paling setia menunggui Tiara? Kenapa laki-laki itu pergi tanpa memberitahu Luki apa pun?
KAMU SEDANG MEMBACA
When Marshmallow Meet Dark Chocolate
Mystery / ThrillerStatus: COMPLETED, buku II seri kembar Tiara Chrysantee Len--kembar keempat "Pilih salah satu: mati di tanganku, atau bunuh dirimu sendiri."