Langkah orang itu terdengar lambat-lambat. Bunyinya menggaung dalam lorong yang dingin dan lembab.Gadis dalam ruangan membuka mata. Padahal hanya sekejap lalu dia akhirnya bisa terlelap. Kini dia terbangun lagi menyadari kalau orang itu memenuhi kunjungan rutinnya. Nanar, matanya mengarah ke pintu besi-satu-satunya akses masuk dalam ruangan yang telah mengurungnya berbulan-bulan. Kuncian pintu itu dibuka dari luar. Sosok dalam balutan kemeja hitam dan jeans gelap terlihat. Sepatunya mengetuk saat bergerak mendekati sang Gadis.
Dia lagi-lagi membawakan senampan makanan. Aroma harum tercium dari uap panas yang masih mengepul. Tapi kali ini orang itu tidak langsung memberikannya. Dia hanya meletakkan nampan tadi ke atas meja, lalu duduk pada kursi di hadapan si Gadis.
Sang Gadis mendongak, melemparkan pandang pada orang itu-mencoba menerka-nerka suasana hatinya. Namun yang dia dapati hanya desir kekosongan. Sepasang matanya membuka, tidak mengarah ke mana pun. Senyum yang biasa menghiasi wajah itu pun menguar.
"Bolehkah aku menceritakan sesuatu?" tanyanya yang membuat si Gadis menelan ludah was-was. Tatapannya tetap tertuju ke arah lain. "Ada anak baru di sekolah.. Dia seperti boneka.."
Paparan yang disampaikannya terdengar pelan dan lambat. Orang itu juga menyebutkan dengan detil tiap-tiap rupa dari objek yang dia bawakan. Si Gadis tidak ingin mendengar apa pun, tapi telinganya tetap membangkang. Mau tidak mau, dia pun terpaksa ada dalam posisi pendengar yang manis.
Seseorang-anak baru-yang orang itu ceritakan kali ini adalah seorang gadis. Alasan sebutan boneka mungkin memang benar demikian. Kedua matanya jernih dengan bentuk serupa daun zamia yang basah berkat embun pagi. Pipinya berona merah muda, merekah manis apabila gadis itu tersenyum. Ah, tidak. Senyum itu bahkan bisa terlihat tiap waktu. Akan tetapi pada dirinya terdapat sesuatu-entah apa-yang seolah menyelimuti gadis itu sehingga sepasang tangan kelam miliknya, tidak bisa menyentuh sang Boneka.
"Kenapa dia diam?" gumam orang itu bertanya-tanya.
Kenapa gadis itu menutup rapat mulutnya setelah dilukai? Emosi kemarahan, ketakutan, kecurigaan sama sekali tidak ditunjukkannya. Kenapa dia bisa memosisikan karakternya yang berbeda dengan wajah-wajah yang saat ini berada dalam kegelapan?
Ataukah dia tahu? Mana yang dia ketahui: sebab dia dilukai atau identitas orang yang sengaja melukainya? Lebih dari itu, kenapa diamnya gadis itu membuatnya gusar?
Gadis yang terpasung di hadapan orang itu tampak gemetar ketakutan melihat sebuah seringai jahat.
"Hei, Euodia..," kata orang itu pelan menyebut nama tawanannya. "Apa kau kesepian? Kau mau aku membawakan teman buatmu?"
Lagi, bisik Euodia takut dalam hati. Dia akan membawa seorang lagi supaya bernasib sama seperti mereka.
Dan ketika gadis baru itu datang, Euodia akan dibuang. Sama seperti penghuni satunya yang hanya tersisa tubuhnya-dia pun telah dicampakkan entah ke mana bagai sepatu usang.
"Namanya bagus sekali. Seperti nama bunga. Kau penasaran?" kata orang itu lagi sembari tersenyum membuka kumpulan gambar dalam ponselnya. "Tiara Chrysantee Len. Chrysantee berarti krisan kan?"
***
Luki hampir menjejalkan sekaligus selembar roti tawar ke dalam mulutnya ketika Tiara mengambil duduk di sebelahnya menghadap meja makan. Sekitar lima belas menit sebelum mereka semua berangkat sekolah, tapi gadis itu masih mengenakan baju tidur. Dia juga belum cuci muka apalagi menyisir rambut. Bagas mengangkat alis."Kamu bakal diomeli loh kalau terlambat," kata Abe.
"Oh, hari ini aku bolos," balas Tiara lalu menyeduh secangkir susu sereal.
KAMU SEDANG MEMBACA
When Marshmallow Meet Dark Chocolate
Mystery / ThrillerStatus: COMPLETED, buku II seri kembar Tiara Chrysantee Len--kembar keempat "Pilih salah satu: mati di tanganku, atau bunuh dirimu sendiri."