Part 37

77 11 0
                                    

"justin?" ucapku dan seketika itu juga tubuhku langsung berdiri tegap. Aku menatap dengan tajam pria yang ada menolongku tadi. Eh? 

Ternyata itu hanyalah halusinasiku. Pria yang ada dihadapannya itu bukan justin, dia hanya mirip dengan justin karena rambut dan suaranya mirip dengan justin.

"maaf, saya bukan justin.." ujar pria tersebut.

"maaf, ku kira kau temanku justin.." ucap weronika canggung.

****

"wero! Kau membuatku khawatir! Kenapa kau tidak bilang-bilang jika pergi ?" tukas caitlin kesal begitu melihatku  baru saja datang dari supermarket. 

"Kau tahu apa yang terjadi saat aku tahu kau tidak ada di apartemen? aku panik setengah mati. Aku berterika pada satpam supaya mencarimu dan bodohnya yang dicari seenaknya saja tidak memberi kabar. Kenapa kau tidak membawa ponsel sih?" ungkap Caitlin panjang lebar. Dari sorot matanya bisa dilihat jika dia memang menghawatirkanku. Caitlin memang seperti itu. Aku harus melapor kemanapun aku pergi karena dia takut penyakitku ini sewaktu-waktu bisa kambuh.

"maaf.." ucapku lemah. Aku pun menyimpan barang belanjaanya di lantai dan langsung menghempaskan diri ke kasur lalu membenamkan wajahku pada bantal.

"aaaaaaa!!" teriakku lantang dalam bantal itu. Caitlin terkejut dan langsung naik ke atas kasur.

"kau kenapa?" tanya caitlin khawatir. "Kau tidak kambuh kan?"

Aku tidak menjawab hanya menggerakan kedua kakiku. Sial. Aku masih memikirkan kejadian memalukan tadi. Aku tidak habis mengerti mengapa tiba-tiba aku berhalusinasi bahwa pria yang tadi adalah justin. "aaaa!" Aku berteriak lagi.

Ya Tuhan! Kenapa aku belum bisa melupakan justin?

Kenapa dia selalu membayang di kehidupanku?

Aku ingin sekali melupakannya!

Tapi kenapa susah sekali?

Bantu aku Tuhan! Justin itu kakakku, aku tidak mungkin bisa mencintainya lebih dari itu!

"wero, aku lapar.. Kau mau ikut mencari makan siang?" tanya caitlin padaku. "tidak!" tolakku dengan kepala yang tetap berada di balik bantal.

"kau yakin?"

"hmm.." gumamku dan tanpa disadari perutku lah yang kemudian berbicara. Dia berbunyi dan langsung membuat sahabatku ini tertawa. Baiklah, sepertinya aku memang harus makan siang. Ya meskipun pikiranku sedang tidak beres.

****

"aku pesan lasagna setengah porsi.." kataku pada pelayan cafè yang sedang melayaniku dan caitlin. "aku pesan satu porsi spagethi dan satu porsi lasagna.." kata caitlin pada pelayan itu. Aku hanya menggelengkan kepalaku saat itu. Sahabatku ini memang tidak bisa menahan diri jika sudah berada di dalam cafè, semua makanan yang lezat pasti dia pesan.

tidak menunggu lama makanan yang kami pesan pun datang. Dengan cepat caitlin langsung melahap spagethi yang tadi ia pesan. Sedangkan aku dengan santai melahap makanan yang kupesan.

Sesekali aku tertawa melihat caitlin yang semangat melahap makanannya.

"permisi, kau weronika?" ucap seorang pria yang tiba-tiba datang menghampiriku dan caitlin. Aku tersentak kaget saat mengetahui pria tersebut adalah pria yang pernah kulihat di montreal waktu itu. "betul, siapa kau?" tanyaku risih.

**** 

"skandar?!jadi kau skandar?!" ucapku tidak percaya bahwa pria yang ada dihadapannya itu memang benar skandar ,tentara yang sangat dibanggakan randal sekaligus orang yang 5 tahun laluku tolak saat hari terakhir logan di dunia.

Skandar mendengus lalu tersenyum. "iya, ini aku..kau masih tidak percaya?" tanyanya sambil menatapku.

"entahlah, tapi kau sangat berbeda..sangat berbeda dari yang 5 tahun lalu aku mengenalmu!" ungkapku masih tidak percaya lalu memperhatikan skandar yang duduk dihadapanku. "lihat ini." skandar menyodorkan sebuah foto padaku.

Dalam foto itu aku dan skandar sedang bergandengan tangan. Aku sendiri bahkan sudah lupa pernah bergandengan tangan dengan Skandar.

"keren!kalian berdua cocok !" kata caitlin mengawali semuanya. Aku dan skandar langsung menatap caitlin secara bersamaan. "kenapa?" tanya caitlin datar.

Aku hanya memutar bola mata. 

"kalian sahabat lama?" tanya caitlin sambil menatapku dan skandar bergantian. Ah, detektif caitlin mulai beraksi.

"begitulah, ayah weronika adalah orang yang telah mengajariku banyak hal saat aku jadi army dulu.." jelas skandar antusias  lalu menatapku lagi. Aku tidak tahu apa maksudnya dengan menatapku seperti itu tapi aku diam saja.

Kami berbincang cukup lama, hanya saja aku tidak banyak bicara. Entahlah, aku merasa sedikit risih ketika tahu skandar beberapa kali menatapku. 

Aku sudah tidak tahan dengan situasi ini. "cait, kurasa sekarang sudah hampir gelap..aku pulang duluan ya?" ucapku memotong pembicaraan skandar dan caitlin . "loh kenapa? Kita bisa pulang bersama kan?" tanya caitlin terheran 

"aku harus membereskan apartemenku.." ujarku berdusta. 

Caitlin mendesah, "baiklah aku ikut.." caitlin bangkit dari duduknya tapi dengan cepat aku menahannya. 

"jangan! Aku tidak enak pada kalian, lebih baik lanjutkan saja perbincangan kalian..aku memang harus pulang" 

Caitlin diam terpaku sesaat, begitupun skandar. Mereka berdua seperti telah diprogram untuk tetap diam hingga aku pamit dan keluar dari cafè.

***

Sekarang ini aku sedang berjalan menuju ke tempat diskusi waktu itu. Kebetulan pagi ini aku tidak pergi bersama caitlin karena saat dihubungi ponselnya tidak aktif. Jadi aku memutuskan untuk pergi sendirian daripada aku harus terlambat ke sekolah ini.

"pagi.." ucap seseorang sembari menepuk bahuku. Aku menoleh dan ternyata dia adalah skandar.

Aku tersenyum tipis padanya. Entahlah, aku merasa risih padanya.

"kau terlihat manis.." puji skandar seraya tersenyum padaku. Lagi-lagi aku membalasnya dengan senyuman tipis. "terima kasih, kau berlebihan!" kataku.

"tidak, aku bersungguh-sungguh!"

"hmm, sebenarnya aku ingin berbincang denganmu, tapi aku sedang buru-buru sekarang..maaf" kataku cepat-cepat lantas meninggalkannya. Tapi skandar mengikutiku dari belakang.

Dia ini mau apa sih?

Kupercepat langkahku lalu berhenti di depan lift dan menekan tombol warna merah. Menunggu pintunya terbuka.

Skandar berdiri disampingku. Dan saat dia berniat berbicara, pintu liftnya terbuka. Dengan cepat aku masuk kedalam tidak peduli berdesakan dengan beberapa orang di dalam. Tapi sialnya skandar juga ikut masuk dan yang paling menyebalkan dia berdiri didepanku. Tubuhnya sangat harum dan lebih berotot dari terakhir kali aku bertemu denganya.

Lift ini begitu sesak. Rasanya kepalaku jadi ikut pusing. Ya Tuhan jangan sampai aku kambuh disini!

Aku memejamkan kedua mataku dan menyentuh pelipisku. Jangan. Aku kuat. Aku...

"Astaga wero!" 


UntitledTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang