Hae Joo selesai membersihkan diri. Daehyun sudah ada dikamarnya dan menonton televise. Setelah mengeringkan rambutnya Hae Joo menghampiri Daehyun. Dia duduk bersender pada namja itu, rambutnya yang basah mengeluarkan wangi samponya.
"Apa kau mengenal Jongin?"
Daehyun suka menghirup aroma yeoja itu. Dia menariknya lebih dekat dan melingkarkan tangannya dibahu Hae Joo. Daehyun berbisik diatas kepala Hae Joo cukup pelan. Disertai sebuah kekehan pelan.
"Baru kali ini kau takut pada vampire."
Hae Joo melirik Daehyun yang terlihat lega bahwa dirinya masih memiliki rasa takut yang wajar. Hae Joo sedikit tersinggung, bagaimanapun sekarang Daehyun sudah menjadi namjanya. Istilah baru itu membuat wajahnya memerah. Daehyun mengangkat Hae Joo dan membaringkannya di tempat tidur. Dia mematikan televise dan semua lampu kamarnya.
"Aku sudah memperingatkanmu untuk tidak dekat dengannya."
"Apa dia berbahaya?" Hae Joo menggeliat dan mendekat pada Daehyun dibalik selimutnya. "Apakah dia pure blood juga?"
Daehyun menarik selimut Hae Joo lebih tinggi. "A half blood."
Hae Joo belum pernah mendengar istilah itu sebelumnya. Nama itu asing ditelinganya, maka dari itu dia menunggu Daehyun melanjutkan kalimatnya. Daehyun tidak membahasnya lebih jauh dan membuat Hae Joo kesal. Pikiran itu membuat Daehyun tersenyum, gadis ini memiliki rasa kesal yang jauh lebih besar dari pada perasaan takut saat bersamanya.
"Dia dilahirkan dari seorang manusia." Kalimat itu memberi penjelasan yang cukup atas pernyataan Daehyun sebelumnya.
"Tapi dia memiliki penampilan yang sama denganmu, tidak seperti BAP yang lain."
"Karena dia dilahirkan, ayahnya seorang pure blood." Hae Joo mengerti. "Tidurlah."
"Satu pertanyaan lagi, bagaimana kau mengenalnya?"
Daehyun mengelus puncak kepala Hae Joo, "Akan butuh beberapa lama untuk menceritakannya. Sebaiknya kau tidur sekarang."
"Aku bisa mendengarnya," Hae Joo bersikeras. "Aku belum mengantuk."
Daehyun mendesah, dia tidak berminat menceritakan kisah itu pada Hae Joo. "Jika kau tidak mencoba untuk tidur maka aku akan pergi."
"Baiklah," Hae Joo menarik lengan Daehyun kembali dan berbaring di perut namja itu, memeluknya dengan erat. Daehyun tersenyum dan mengelus rambut Hae Joo lembut.
Daehyun menyadari eksistensi seseorang diluar sana. Jongin menatap kamar Hae Joo yang telah gelap namun jendelanya terbuka. Dia menyadari eksistensi Daehyun didalam sana. Namja itu menghabiskan beberapa menit dengan menatap jendela terbuka itu. Sementara Daehyun menahan diri untuk tidak mengejar namja itu dan memilih mengamati Hae Joo yang mulai tertidur.
Krystal menghempaskan buruannya ke dinding. Kemudian melap sisa-sisa darah dibibirnya. Mata merahnya menyala setelah mengkonsumsi darah. Krystal meletakan bunga krisan putih pada mayat korbannya dan melenggang pergi.
"Apa kau bersenang-senang?" sapaan itu menghentikan Krystal.
Pantulan sosok itu oleh remang-remang cahaya membuat Krystal tersenyum. Orang itu duduk pada salah satu tangga belakang gedung. Krystal berbalik, berdecak sambil menggeleng. Dia seorang namja, turun menghampiri Krystal.
"Begitukah caramu mengejar mangsa?" ada nada ejekan pada ucapan namja itu.
"Setidaknya aku tidak jatuh cinta pada mangsaku." Mendengarnya namja itu melepas tawa. "Aksi super romanticmu tidak berguna."
Dia mengambil langkah maju dan mendesak Krystal namun yeoja itu tidak bergeming dan masih tetap ditempatnya semula. Keduanya sama-sama menarik sudut bibir namun dengan pengertian yang berbeda. Mereka belum menyatakan sebagai aliansi.
"Apa sebenarnya yang kau lakukan disini?" tanyanya, namun tidak mendapatkan jawaban bahkan respon Krystal. "Apa majikanmu memerintahkan untuk mengawasi Daehyun? Kau ini hanya boneka mereka."
Mata namja itu menyala-nyala dalam kegelapan dengan taring yang nampak dibalik bibirnya. Krystal membalas cibiran namja itu dengan senyum kecut. Gadis itu memiliki pride yang tinggi, tidak terima namun masih tetap bersikap anggun.
"Bisnisku denganmu hanya memisahkan mereka. Kau tidak berhak ikut campur selain itu."

KAMU SEDANG MEMBACA
[Book 1] Everlasthing
FanfictionSejujurnya aku tidak tahu apa yang kulakukan pada sebagian besar waktu selama eksistensiku. Tetapi kau memberiku satu alasan yang pasti tentang eksistensiku. Kini kutahu waktu selamanya tak akan cukup bersamamu. Even so, Lets Start With FOREVER