EPILOG

65 5 4
                                    

Kedua kelopak mata itu akhirnya membuka. Gayeon lekas menghampiri – cemas disertai senang. Setelah tiga bulan lamanya akhirnya gadis itu dapat membuka matanya. Yeoja itu menatapnya cukup lama hingga akhirnya dia bersuara.

"Gayeon-ah." Gayeon lega luar biasa yeoja itu masih mengingatnya. "Dimana ini?"

"Rumah sakit. Kau mengalami kecelakaan tiga bulan yang lalu, kau ingat?"

Ingatannya kembali pada masa tiga bulan yang lalu. Dia tidak sendirian ada di dalam mobil tersebut. "Eomma neun? Appa?"

Gayeon menggeleng lemas sebagai jawaban atas pertanyaan itu. Dia tidak sanggup mengatakannya secara langsung. "Mianhae, Hae Joo-ya."

Air mata Hae Joo serta merta membasahi pipinya. Gayeon merangkul Hae Joo, dia bingung harus berbuat apa. Gayeon membiarkan Hae Joo menangis sepuasnya.

Tiga tahun kemudian....

Penerimaan mahasiswa baru telah berlalu beberapa bulan yang lalu. Kampusnya dipenuhi orang-orang baru. Hae Joo menuju gedung fakultasnya yang cukup jauh dari pintu utama. Dalam perjalanannya Hae Joo bertemu dengan beberapa mahasiswa jurusan lain yang menyapanya.

Satu tahun terakhir Hae Joo menjadi perbincangan mahasiswa kampus. Dirinya dinobatkan sebagai ketua mahasiswa perempuan pertama dalam satu dekade ini. Beberapa mahasiswa lain mencoba menggodanya. Membuatnya risih memang namun dirinya mencoba tetap bersikap ramah.

"Apa mereka menggodamu lagi?" kemunculan Gayeon sontak saja mengagetkan Hae Joo. Gadis itu muncul tiba-tiba dihadapannya.

"Kau membuat jantungku copot."

"Hiperbola." Gayeon memutar matanya. "Eoh, mereka datang."

Arah pandangan Hae Joo menjurus pada fokus Gayeon. Mobil Porshe biru metalik memasuki area parkir fakultasnya. Dari dalam mobil kelas dunia itu keluar dua makhluk yang menjadi pujaan para mahasiswi di seluruh universitas.

Hae Joo sebenarnya tidak mengerti kenapa mereka memuja makhluk yang menurut Hae Joo agak aneh. Kulit mereka seputih salju dan bibirnya semerah darah. Selain itu iris mata mereka yang memakai softlens berwarna keemasan itu terkesan agak berlebihan menurutnya.

"Youngjae sepertinya akan diterima di kejaksaan Seoul."

Hae Joo menerka-nerka namja yang dimaksudkan Gayeon barusan. Tatapan Hae Joo jatuh pada namja yang paling tinggi diantara mereka. Namja itu menatapnya seolah dirinya telah melakukan sesuatu yang seharusnya tidak dia lakukan. Seorang yeoja bersurai panjang merangkul lengannya dan mengajak namja itu bergabung dengan temannya yang lain.

"Gayeon-ah apa sebelumnya kita pernah bertemu dengan mereka?"

"Mereka satu sekolah dengan kita, kau tidak ingat?"

"Benarkah?"

"Yah, mereka memang agak menutup diri. Tidak ada satupun yang bergaul dengan mereka."

Tidak heran Hae Joo tidak mengingatnya. Dirinya tidak terlalu memperhatikan sekitarnya. Hae Joo pun tidak bergaul dengan kakak tingkat maupun adik tingkatnya. Wajar saja dirinya tidak mengingat wajah-wajah itu. Namun entah mengapa terasa begitu familiar.

Hae Joo menghabiskan waktu makan siangnya di bangku taman kampus. Di sampingnya tercecer beberapa kertas sketsa yang baru selesai digambarnya. Hae Joo belakangan sering membuat gambar yang dilihatnya dalam mimpi.

"Kau tidak makan siang?" Gayeon menghampirinya. Hae Joo hanya menunjukkan satu kotak susu strawberry dan satu gulung kimbab. "Melanjutkan komikmu?"

"Semalam aku bermimpi lagi. Anehnya hanya namja ini yang ada dalam mimpiku."

"Dia tampan jika benar-benar ada. Aku lapar, aku akan ke kantin. Kau yakin tidak ikut?"

"Tidak, aku akan menyelesaikan sketsaku dulu." Hae Joo membalas lambaian tangan Gayeon tanpa mengalihkan pandangannya dari sketsa ditangannya.

Tiupan angin membuat beberapa sketsanya terjatuh. Hae Joo bangun dan membereskannya. Namun satu sketsa terbawa angin cukup jauh, dirinya harus mengejar kertas itu hingga ketengah lapangan.

Benturan kepalanya cukup keras. Menimbulkan sakit yang sedikit membuatnya pusing. Orang yang bertabrakan dengannya membantu Hae Joo mengambil sketsa yang terjatuh itu. Dia menyerahkannya pada Hae Joo yang masih terpaku akibat rasa pusingnya. Lengan mereka bersinggungan dan saat itu Hae Joo terkejut akan sensasi dingin yang menyapa kulitnya.

Matanya terangkat tertuju pada dua mata yang juga menatapnya. Entah efek benturan yang sebelumnya atau memang dirinya yang berhalusinasi. Namja yang ada dihadapannya adalah namja yang sama pada sketsanya. Satu hal yang berbeda dari namja itu bahwa sepasang matanya beriris silver. Sedikit lebih dingin dari mata namja yang ada di dalam mimpinya.

Kedua mata keperakan itu mengunci pandangannya. Kemudian suara yang berucap dari bibir namja itu membuatnya merindukan sesuatu, "Hai." Air mata Hae Joo keluar dengan sendirinya. Dengan berani namja itu menyentuh pipi Hae Joo menghapus jejak air mata yang jatuh disana. Dia melemparkan senyuman yang persis sama.

"Long time no see." Ujarnya lantas mengelus puncak kepala Hae Joo. Air matanya semakin menganak sungai lantas namja itu membawa Hae Joo dalam pelukannya. "Please, don't cry." Pelukan itu terasa hangat untuk hatinya. Hae Joo membalas pelukan tersebut dengan tangan yang bergetar.

"I miss you."


Keut~!

Daeshi sempat menimbang bagaimana menutup hubungan Daehyun dan Hae Joo ini. Chapter ini meski singkat tapi melewati proses yang sangat panjang, bisa dikatakan lebih lama daripada bikin chapter lainnya.

Kamsahamnida~

Sudah mau mampir dan memberikan apresiasi pada Daeshi, Jongmal kamsahamnida. Perjalanan Everlasting yang cukup panjang, terima kasih telah setia menunggu. Akhirnya Everlasting Daeshi tutup, mohon nantikan karya Daeshi yang lain ya. So jangan lupa buat follow :)

Daeshi dan Daehyun akan balik di sesi yang lain, annyeong~~~~


[Book 1] EverlasthingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang