6-- Renungan

4.5K 179 0
                                    

Di lain tempat arkan dan davin duduk bersama di gazebo depan kolam renang dengan keheningan mereka.
"Kamu mirip dengan papa ketika mencintai davin tapi sekarang sudah tidak sama lagi", arkan memulai pembicaraannya pada davin yang duduk disampingnya.

"Ya semuanya sudah berubah pa", jawab davin melihat kedepan.

"Berubah hanya karena wanita", ujar arkan.

"Bukan seperti itu pa", bela davin.

"Lalu bagaimana?", sahut arkan.

"Kau hanya mencintai satu wanita lalu sekarang membawa wanita lain dalam hidupmu bukan hal yang mudah, jangan permainkan hidup orang lain untuk tujuan apapun", lanjut arkan tegas.

Davin tak menjawab dirinya hanya perlu diam ketika papanya bicara padanya.
"Bebaskan hidupmu, bangunlah hidupmu bersama gadis yang kau pilih. Jangan sia-sia kan apapun lagi", sahut arkan berlalu meninggalkan putranya.

"Bahkan davin sudah mulai mempermainkannya pa", uhar davin berbicara sendiri lalu beranjak pergi menuju kamarnya.

***

Aufa masih memandangi foto yang berada digenggamannya.
Tak lama aufa mendengar pintu kamar terbuka lalu menoleh kan kepalanya melihat siapa yang datang.
"Untuk apa kau kesini?", tanya davin dingin.

"Tadi mama ajak aku kesini", jawab aufa.

"Kau tidak ingin pulang?", tanya davin lagi.

"Kau tidak suka aku disini? Kau mengusirku? Tanpa diusirpun aku dengan senang hati akan pergi dari sini", sahut aufa sebal.

"Aku tidak suka kau melihat isi kamarku", ujar davin menatap foto digenggaman aufa.

"Aku hanya sekedar melihatnya, kenapa kau takut?", ujar aufa mengejek.

"Pergilah", sahut davin dingin melangkah mendekati aufa.

Aufa menaruh kembali foto itu ditempatnya. Menatap davin yang menuju dirinya, otomatis dirinya melangkah mundur.

"Kau ingin tinggal disini", bisik davin ditelinga aufa setelah jarak mereka dekat.

Aufa mendorong davin yang terlalu dekat dengannya. Sikap davin itu memang tidak pernah terduga itulah yang dipikirkan aufa.
"Siapa gadis itu?", pertanyaan aufa ingin tau.

"Kau tidak perlu tau", jawab davin.

"Kenapa?", tanya aufa.

"Karena itu tidak penting", jawab davin singkat.

"Si...",

"berhentilah bertanya", seru davin menghentikan pertanyaan aufa.

Aufa memandang davin bingung hanya pertanyaan biasa tapi davin terlihat begitu tidak suka, ada apa dengan pria itu.

"Baiklah aku pergi", sahut aufa.

Aufa berjalan melewati davin begitu saja,  sebelum benar-benar keluar aufa berhenti.
"Maaf jika nyatanya aku memang menolak pernikahan ini dan terima kasih atas undangan makan malamnya!", tegas aufa melangkah pergi lagi.

Davin geram dengan ucapan aufa yang menantangnya, gadis itu tak pernah mau berpikir hal keji apa yang bisa dirinya lakukan pada gadis itu.

"Kau berani menolak berarti kau juga mau menerima konsekuensi nya!", sahut davin tajam setelah berhasil mengejar aufa yang hampir keluar dari rumahnya.

"Aku tidak tertarik untuk tau apa konsekuensinya, bukankah kau yang bilang jika aku tak perlu banyak tau?", ujar aufa.

Davin mengeratkan rahangnya menahan marah.
"Permisi", lanjut aufa mendorong davin yang menahan pintu.

LAUGH for My Destiny✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang