Happy Reading.!
---
Vano baru saja sampai dirumah sakit untuk bergantian dengan maura. Tadi vano meminta maura untuk menunggu ayahnya sebentar karena dirinya akan mengganti pakaiannya dulu.
"Kau sudah datang?" Tanya maura yang sudah berhadapan dengan vano yang berada didepan rumah sakit.
"Iya. Kau pulanglah kasihan rio" suruh vano.
"Baiklah. Aku pergi dulu nanti aku akan kembali bersama rio" jawab maura lalu pergi setelah memeluk vano sebentar dan vano mengecup pelipisnya.
Vano melangkah masuk menuju ruangan ayahnya dirawat. Entah kenapa vano merasa ada yang mengikutinya tapi setelah dipikir-pikir lagi vano pun mengabaikannya. Vano membuka pintu ruang inap ayahnya. Vano manatap ayahnya yang terbaring lemah dan banyak alat yang terpasang dibadan ayahnya. Vano menghela nafas lelahnya lalu melangkah kepinggir untuk meletakan jasnya.
"Vano!" Vano terjengkat kaget dan berbalik menatap seseorang yang memanggilnya. Vano membulatkan matanya menatap aufa berada dihadapannya dan tengah menatap lekat pada ayahnya.
"Ada apa ini?" Tanya aufa lirih dengan airmata yang menetes dimatanya.
"A..aku bisa menjelaskannya" gagap vano dan akan melangkah mendekat.
Aufa merentangkan tangannya kedepan seolah tidak memperbolehkan vano untuk mendekat.
"Apa yang kau sembunyikan?!" Seru aufa.
"Kenapa kau datang dengan semua ini?!" Seru aufa lagi.
Vano terpaku bingung harus bagaimana.
"Apa yang sebenarnya terjadi? Katakan padaku kenapa, vano?!" Seru aufa dengan nada kemarahan didalamnya.
"Aku akan menjelaskan semuanya, tapi tenangkan dirimu, fa" pinta vano dan akan mendekat.
"Tidak! Jauhi aku! Jangan mendekat!" Tolak aufa dengan menunjuk vano.
"Katakan kenapa ayahku bisa ada disini?!" Tanya aufa dengan menahan kemarahannya.
Vano diam dan menundukan kepalanya bingung lalu mengusap wajahnya frustasi.
"Katakan? Kenapa kau diam saja?!" Desak aufa tak sabar.
"Aku tidak bisa memberitahumu jika kau tidak menenangkan dirimu aufa!" Seru vano.
"Apa yang terjadi? Aku tidak mengerti semua ini! Kenapa kau bersama ayahku? Katakan siapa dirimu, vano! Katakan!" Teriak aufa sedih, semua perasaan bercampur aduk dihati aufa.
Aufa melangkah maju dengan cepat lalu menggenggam erat kerah baju vano dan mengguncangnya.
"Katakan? Kenapa kau diam saja?" Tanya aufa lagi lirih dan terisak.
Vano memegang kedua bahu aufa untuk memberi jarak. Vano menatap aufa lekat. Inilah yang vano tidak inginkan melihat betapa sedih dan terpukulnya aufa. Vano menarik nafas beratnya.
"Papa alfin.." sahut vano menjeda kalimatnya.
"Dia juga ayahku". Sambung vano dengan nada penyesalannya.
Aufa terdiam, semua seakan berhenti untuk aufa. Aufa merasa lututnya lemas dan kepalanya pusing, aufa terduduk lemas dengan airmata yang terus mengalir tanpa isakan.
"Maafkan aku aufa, maaf" lirih vano menyesal. Vano bermaksud memeluk aufa namun aufa berontak.
"Kenapa kau menyembunyikan semua rahasia ini?! Kenapa?!" Jerit aufa dengan tangisannya.
"Aku juga ingin memberitahumu tapi.. tapi..".
"Tapi apa hah?! Apa?"
"Aku terlalu takut kau akan membenciku." Erang vano frustasi.
KAMU SEDANG MEMBACA
LAUGH for My Destiny✅
General FictionPengkhianatan membuat luka Ketulusan juga membuat sakit Lalu cinta? Apa arti cinta? Bersama kita dipermainkan. Tapi... Takdir menyatukan kita dan ternyata bahagia bersama untuk kita yang ingin bertahan dan memperbaiki. Entah aku, kau, atau kita yang...