Happy Reading.!
---
Aufa bersama davin baru sampai dirumah orangtua davin. Seperti biasa davin diberi wejangan dan ditarik oleh keponakannya untuk bermain. Sedangkan aufa bersama dahlia ibu mertuanya di gazebo depan kolam renang dengan teh hangatnya.
"Apa kau tidak mengalami mual atau pusing berlebih?" Tanya dahlia khawatir.
"Aufa merasa baik. Dari awal juga aufa tidak mengalami mual seperti kebanyakan wanita hamil ma" jawab aufa.
"Apa davin menjagamu dengan baik sekarang?"
"Iya ma."
"Syukurlah"
"Mama jangan terlalu mengkhawatirkanku"
"Mama tidak bisa. Tetap saja mama akan mengkhawatirkanmu. Kau sudah mama anggap sebagai putri mama, anak mama"
"Terima kasih ma" aufa berkaca-kaca.
"Kau adalah anak yang pantas untuk disayangi dan dicintai. Jika suatu saat keadaan berubah, kami tidak akan pernah berubah menyayangi dan mencintaimu"
"Bersama davin, aku bisa merasakan dan mendapatkan keluarga yang dari kecil sudah tidak kurasakan lagi"
"Kami disini menjagamu dan mendukungmu. Jangan pernah ragukan kami. Kami keluargamu" ujar dahlia dengan senyum hangatnya juga menggenggam tangan aufa erat.
"Tuhan begitu baik memberikan takdirnya padaku." Jawab aufa membalas genggaman erat hangat dahlia mertuanya.
"Sudah jangan bersedih-sedih lagi mama gak suka" sahut dahlia.
Aufa hanya terkekeh dengan perubahan mertuanya ini.
"Oh iya apa kau sudah ada ngidam apa gitu? Kandunganmu kan sudah tiga bulan dokter bilang" tanya dahlia yang baru ingat.
"Aufa sepertinya belum ngidam ma." Jawab aufa dengan masih mengingat-ngingat.
"Masa sih fa belum ngidam?" Tanya dahlia tidak percaya.
Aufa mengangguk. Memang setelah pulang dari rumah sakit dan dokter kandungannya bilang jika kandungannya ini kuat, aufa belum merasakan ngidam apapun.
"Ya sudah tidak apa-apa. Nanti kalau kamu ngidam bilang saja pada davin apapun yang kamu mau." Nasihat dahlia.
"Dan ya satu lagi. Kalau davin tidak mau meneruti kemauan anaknya bilang pada mama" lanjut dahlia dengan nada mengancamnya.
Aufa tertawa pelan dan mengangguk.
"Fa inikan sudah lumayan lama kamu pulang dari rumah sakit. Apa kamu belum periksa lagi?" Kali ini pertanyaan dari danisya yang baru datang. Dan ternyata sudah dari tadi menguping pembicaraan antara mertua dan menantu itu. Danisya duduk disamping aufa.
"Kata dokter nanti satu minggu lagi aku harus periksa".
"Oh begitu. Jangan lupa ajak davin menemanimu" suruh danisya.
"Aku akan mengajaknya".
Suara teriakan melengking membuat para wanita menolehkan kepalanya pada sumber suara.
"Bunda!" Teriakan itu berasal dari riana putri danisya.
"Ri kebiasaan deh jangan teriak-teriak!" Peringat sang bunda danisya pada putrinya yang sudah memeluk lututnya yang menjuntai.
"Kan biar kedengaran bunda" rengek riana.
"Tapi gak perlu pake teriak ya ri".
Riana menoleh pada aufa dan beringsut memeluk aufa lalu mengusap pelan perut rata aufa yang sudah tak terlalu rata.
KAMU SEDANG MEMBACA
LAUGH for My Destiny✅
General FictionPengkhianatan membuat luka Ketulusan juga membuat sakit Lalu cinta? Apa arti cinta? Bersama kita dipermainkan. Tapi... Takdir menyatukan kita dan ternyata bahagia bersama untuk kita yang ingin bertahan dan memperbaiki. Entah aku, kau, atau kita yang...