15-- Rivano

5.3K 198 0
                                    

Davin kembali ke apartemennya. Dirinya tak pergi ke club atau tempat hiburan manapun, davin hanya pergi kerestoran byan untuk menenangkan diri juga makan malam. Pikiran davin tertuju pada aufa yang dia tinggalkan tadi. Entah gadis itu sudah makan atau tidak.

Davin memasuki apartemen yang gelap dan sepi seperti tak ada penghuni didalamnya. Davin menyalakan lampu dan melihat sekitar tempat dirinya menjatuhkan gelas tapi semua telah rapi lagi seperti tak terjadi apapun.
"Apa dia sudah tidur?" Gumam davin.

Davin membuka kamar dan sama seperti ruang tamu tadi sama gelap dan sepi namun teralihkan karena ada suara isakan kecil dan suara yang berbicara. Davin melangkah mendekati balkon luar yang memperlihatkan pemandangan lampu kota yang terang. Dari jarak yang agak jauh davin melihat aufa yang duduk menelungkupkan kaki dengan kedua tangan memeluk lututnya.

"Aku merindukan ibu, aku tidak suka begini. Aku membenci keadaan yang begini" lirih aufa dengan airmata yang terus mengalir. Tak menyadari ada sepasang mata yang mengamati.

"Aku bisa mengerti dengan semua yang dia lakukan tapi aku tahu cara yang dilakukan dia atau ayah berbeda. Ayah yang pendiam dan acuh meninggalkan kita tanpa berkata apapun kesalahan ibu atau aku. Aku benci keadaan yang mengingatkanku masa lalu. Jika saja ayah tak meninggalkan ibu mungkin ibu masih disini bersama denganku dan tak akan pergi" isak aufa menutup mulutnya.

"Aku mencintainya ibu. Apa yang membuatnya seperti membenciku ibu? Aku tidak mengerti ibu. Dan salahnya aku terlanjur mencintai pria yang tak mencintaiku ibu" ujar aufa pelan lalu menghapus airmatanya halus.

Davin yang mendengar semua penuturan aufa hanya mampu mematung. Seakan pikirannya kosong untuk mencerna setiap ucapan aufa soal dirinya. Rasa sesal mulai davin rasakan namun buru-buru ditepisnya. Ini baru permulaan bahkan orang yang membuatnya begini belum tahu soal aufa.

Menyadari aufa yang berdiri davin pun melangkahkan kakinya menuju kamar mandi bermaksud menghindari aufa.

Aufa tak memperdulikan siapa yang berada dikamar mandi langsung membaringkan tubuhnya disofa tempat dirinya tidur. Memejamkan mata agar masuk dalam alam mimpi tanpa harus ingat yang terjadi.

Davin keluar dari kamar mandi dan mendapati aufa yang telah terlelap. Davin duduk di ranjang yang menghadap pada aufa yang tengah tertidur dihadapannya.
"Aku tidak membencimu." Ujar davin pelan sambil menatap lekat aufa.

Setelah menghembuskan nafas beratnya davin beranjak untuk tidur.

***

Aufa tak banyak bicara sekarang bahkan ketika sarapan seperti ini bersama davin. Meski davin tahu  apa yang aufa rasakan tapi davin menekankan pada dirinya untuk tidak peduli bahkan hari ini memiliki niat tertentu pada aufa.
"Hari ini kau tidak usah masuk kerja"

Aufa mendongakkan kepalanya menatap davin bingung.
"Kenapa?"

"Aku sudah memberi tahu pada pihak HRD jika kau sakit"

"Aku baik-baik saja. Kenapa berbohong?"

"Apa kau tidak lihat bagaimana wajahmu pagi ini? Kau terlihat seperti aku menyiksamu semalaman."

"Aku tidak peduli"

"Jangan buat ini rumit!"

"Aku tidak membuat rumit apapun dan aku akan tetap berangkat kerja!"

"Baiklah kau pergi kerja dan itu hari terakhirmu kerja!"

"Apa?!"

"Terima yang aku katakan atau pilihan terakhir"

"Dasar pemaksa!" Desis aufa kesal.

Aufa meninggalkan davin masuk kekamarnya. Davin memutar bola matanya melihat bagaimana aufa sulit untuk menurutinya. Davin masuk kedalam kamar menyusul aufa.

LAUGH for My Destiny✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang