Tangan besarnya menarikku menuju mobil kemudian mendorong tubuhku ke kursi setelah ia membukakan pintu mobil tersebut. Tidak adakkah cara yang lebih lembut daripada ini?
Ia lantas memutari mobil lalu duduk di kursi pengemudi dan langsung menginjak pedal gas dengan kecepatan yang cukup tinggi. Aku mengernyit heran ke arahnya.
Awalnya aku ingin bertanya mengenai mobil ini. Siapa tahu saja ini adalah mobil curian. Namun segera ku urungkan niat ketika wajah tegangnya tak kunjung pudar.
Ia tak juga mengeluarkan suara. Begitu juga denganku. Aku akan menunggunya sampai ia melontarkan pertanyaannya untukku karena well, ia yang membutuhkanku.
Tetapi, sudah sekitar dua menit atau lebih berada di dalam mobil, Harry tak kunjung bicara atau bertanya apapun, membuatku sedikit geram. Ia bilang ia ingin mengatakan hal penting.
"Hei, kenapa kau tak berbicara apapun? Kau bilang kau ingin mengatakan hal yang penting. Kau sudah membuang waktuku, kau tahu itu?" tuturku seraya menengok ke samping, memandangnya lurus.
Ia menoleh ke arahku sekilas, "Kau belum mengatakan yang sejujurnya padaku. Apa saja yang kau katakan pada Chris?"
Aku kembali mengernyit, "Chris? Who is that?"
Ku lihat Harry memutar bola matanya, "Tentu saja pimpinan jurusanmu, bodoh."
"Oh," Aku lupa jika pimpinan jurusanku bernama Chris. Hei, jangan salahkan aku, lagi pula aku murid baru di kampus ini. "Kau masih tidak percaya kalau bukan aku yang mengatakan padanya?"
"Tentu saja tidak,"
"Well, aku akan mengatakannya lagi padamu. Aku tidak mengadukanmu sama sekali pada Mr. Chris. Lagi pula seberapa besar masalahmu itu hingga kau terlihat begitu takut, huh?"
"Aku tidak takut pada apapun. Ingat itu."
Aku tergelak ke arahnya, "Tidak takut katamu? Lalu kenapa kau ingin aku tutup mulut mengenai masalahmu, eh? Apa itu namanya kalau bukan takut?"
"Kau ingin tahu alasannya?" Mobil perlahan berhenti mengingat lampu hijau berganti menjadi merah kemudian ia memutar kepalanya ke arahku.
"Ya."
"Aku hanya tidak ingin dikeluarkan dari kampus ini karena aku butuh lulus dari kampus bodoh ini."
Alisku terangkat tinggi sembari mencerna kalimatnya yang sedikit sulit dipercaya, "Jadi, orang brengsek sepertimu masih membutuhkan pendidikan, huh?"
"Tentu saja."
"Ku kira orang sepertimu hanya akan hidup dengan pesta dan seks."
Wait, apa yang barusan ku katakan? Seharusnya aku tidak boleh memancing emosinya atau ia akan kembali mengamuk.
Harry kembali menghadap ke depan dan menancap gas karena lampu berganti warna menjadi hijau. Beberapa detik ia menutup mulutnya sejenak dan saat itu juga aku menunggu jawaban yang akan dilontarkannya.
"Kau tahu, kau bicara seperti itu seolah kau adalah manusia paling suci di dunia." ucapnya tajam namun dengan nada santai. Sedang menyindirku, eh?
"Jujur saja, aku tidak berlagak sok polos. Tetapi aku memang tidak melakukan hal buruk seperti yang sering kau lakukan."
Ia melirikku dari ujung matanya sambil tertawa meremehkan, "Benarkah? Apa kau pernah minum alkohol?"
"No."
"Kau pernah berciuman?"
"Tidak."
Ia kembali tertawa namun dengan suara yang cukup keras kali ini. Dan ini adalah kali pertama aku mendengar suara tawanya meski terdengar meledek.
KAMU SEDANG MEMBACA
Empty // HARBARA [Completed]
Fiksi Penggemar[18+ BEBERAPA PART MATURE CONTENT DI PRIVATE] Berawal dari pertemuannya di sebuah pesta, Queen Malik harus terus berhadapan dengan Harry Styles. Pria dingin, penuh misteri dan tak berhati. Tuntutan tugas membuat Queen harus lebih banyak menghabiskan...