Chapter 22

3.1K 343 49
                                    

Tiga puluh menit belakangan ini aku terus mondar-mandir di sekitaran kamarku dengan tangan yang menggenggam ponsel. Terus memikirkan tawaran dari Justin yang seharusnya kuterima. Permasalahannya hanya ada pada Zayn. Jika ia menemukan aku menerima tawaran pekerjaan berupa pemotretan pasti ia akan marah dan melarangku. Tapi, aku harus menerimanya.

Jariku menyentuh nomor sesuai dengan kartu namanya lalu menempelkan benda tipis ini di telingaku. Pada nada kelima, terdengar suara dari seberang sana.

"Halo?"

"Justin? Ini aku Queen, kau masih mengingatku?"

"Ah ya! Bagaimana? Kau mau menjadi modelku?"

Aku menggigit ujung jari kuku sekaligus mendudukkan diriku di ranjang, "Ya, kurasa. Tapi kau harus mengajariku, oke? Karena aku tidak profesional dalam bidang permodelan."

Terdengar gelak tawa yang menghiasi pendengaranku, "Tentu saja! Kau tidak perlu khawatir. Astaga, terima kasih banyak. Aku jadi tidak perlu susah-susah mencari penggantinya."

"Aku yang seharusnya berterima kasih. Jadi, kapan pemotretannya dimulai?"

"Ah, kau bisa datang ke kantorku besok siang untuk menginput datamu. Alamatnya nanti akan kuberikan lewat sms, oke."

"Baiklah. Kalau begitu terima kasih."

Aku mengakhiri sambungan dan meletakkan ponselku di meja. Baiklah, hanya satu pemotretan. Itu tidak masalah.

**

Kurasa ini adalah hari terburuk sepanjang aku berada di London. Bagaimana tidak, Mr. Ludwig memarahiku habis-habisan karena laporan untuknya belum kunjung selesai. Ditambah lagi ketidakhadiran Harry membuatku harus menanggung malu seorang diri. Aku sudah dipermalukan di depan kelas. Ck!

Dan sekarang, di tengah hari yang terik seperti ini, aku mengambil langkah dengan terburu-buru karena harus ke kantor milik Justin. Ya, aku terlambat satu jam lamanya. How good.

TINNN...

Aku terlonjak kaget kala klakson mobil terdengar nyaring dari belakang. Dan bukankah itu mobil milik Harry? Aku langsung melanjutkan langkah guna menghindari pria ini. Ia hanya akan membuat moodku semakin hancur. Ingat, aku masih kesal perihal kejadian kemarin dimana ia tidur bersama Megan tepat setelah berhasil mengambil keperawananku. Meski Harry tidak sadar akan keberadaanku karena tertidur pada waktu itu, tetap saja ia begitu brengsek.

"Queen, masuklah!" teriaknya dari dalam mobil.

Menghiraukannya, aku lanjut melangkah menjauhinya. Namun bukan Harry namanya jika ia tidak keluar dari mobilnya dan mencengkram lenganku untuk membuatku berhenti.

"Kau mau kemana?" tanyanya tanpa melepaskan cengkramannya yang sukses menghasilkan ringisan dari mulutku.

"Bukan urusanmu. Sudah sana, menjauhlah." Aku berhasil membebaskan tanganku darinya tetapi ia kembali mencegatku dengan berdiri di depanku menghalangi jalan.

"Biar kuantar. Ada yang ingin kubicarakan."

"Tidak perlu. Aku bisa sendiri. Minggirlah."

"Kau dengar aku Queen?--"

Empty // HARBARA [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang