Queen's POV
"Hei, bangun sleepyhead!!" Diriku kembali ke dunia nyata kala mendengar suara nyaring Zayn yang disusul timpukkan bantal yang mendarat tepat di wajahku.
Aku mengerang kesal, menjatuhkan bantal tersebut ke lantai lalu menarik selimut hingga menutupi kepala. "Jangan ganggu aku."
Tak menyerah, kini Zayn menarik selimut dan menyipratkan air dingin dari tangannya. "Oh ya ampun, bisa tidak sekali ini tidak mengganggu tidurku, Zayn?!" Aku menatapnya sebal.
Pria itu tertawa. Berjalan sampai ke daun pintu kemudian berkacak pinggang. "Kenapa kau jadi lebih galak daripada bosku, huh? Lihat sudah jam berapa? Bangunlah, aku malas setiap hari membangunkanmu seperti ini. Aku harus pergi bekerja."
"Aku masuk siang hari ini. Enyahlah kau." Menutup telinga dengan bantal pun menjadi alternatif lain untuk melanjutkan tidurku.
"Terserah kau saja. Aku pergi dulu. Oh ya, hari ini aku tidak pulang, aku harus lembur. Kau tak apa kan kutinggal sendirian?"
Aku mengangguk-anggukan kepala dan mengibaskan tangan, pertanda mengusirnya. "Ya, ya, tidak apa. Sudah sana pergi."
Tiga detik kemudian aku mendengar suara pintu yang tertutup. Begitu juga dengan suara bising motor Zayn yang lama-kelamaan menghilang samar.
Baru saja aku hendak memejamkan mata kembali tidur, suara bel dari bawah terdengar membuatku harus berteriak kesal. Mengibaskan selimut, aku pun menguap lebar sebelum menuruni anak tangga dan membuka pintu.
Oh, pria ini lagi. Seorang kurir surat yang sama seperti dua hari yang lalu. Seperti biasa, setelah menandatangani tanda penerima surat, kurir itu pun berlalu pergi dengan sepedanya. Sembari menaiki anak tangga, aku melepaskan amplop surat dan membacanya perlahan.
Surat dari pihak bank. Ini pasti berisi informasi data diri si pelunas hutang keluargaku yang belum kuketahui. Rupanya, bukan Zayn yang melunasinya. Itulah sebabnya aku meminta informasi orang yang melunasinya pada pihak bank.
Kakiku seketika berhenti melangkah, masih berada di tengah-tengah anak tangga. Mataku melebar, kemudian kembali membaca surat ini dengan lebih teliti. No way.
Bagaimana mungkin Harry yang melunasi hutangku? Kukira ia tidak serius dengan perkataannya tempo lalu. Sungguh, aku tak mengerti lagi dengannya. Ia memintaku untuk menjauh, tetapi rupanya ia sendiri yang mengatasi masalah besarku yang satu ini. Kukira ia mulai membenciku, tetapi...
Kenapa pria itu sangat sulit ditebak? Astaga, kalau sudah begini aku harus segera menemuinya, mengucapkan terima kasih dan bernegosiasi untuk mencicil hutangku padanya.
Oh, omong-omong tentang Harry, aku hampir lupa untuk mengecek gejala-gejala aneh yang kurasakan beberapa hari yang lalu. Rasa mual yang semakin menjadi setiap harinya ditambah keterlambatan datang bulanku membuatku menjadi cemas bukan main. Bagaimana jika aku benar-benar... Ah, aku bisa gila.
Tak mau menunggu lebih lama lagi, aku pun segera masuk ke kamar. Meletakkan surat di meja dekat jendela, dahiku mengernyit bingung. Dua hari belakangan ini jendelaku tidak tertutup rapat, padahal aku selalu menutupnya sebelum tidur.
Ah, pantas saja. Engsel jendela ini sudah rusak.
Mengendikan bahu acuh, aku pun mengambil test pack di laci meja yang kubeli kemarin malam lalu berangsur ke kamar mandi. Butuh waktu hampir 5 menit sebelum aku benar-benar mengeceknya. Ini mengerikan.
Mengambil napas dalam-dalam, aku pun mengikuti sesuai intruksi dari test pack tersebut. Melakukannya pada dua test pack yang berbeda. Setelah itu, aku meletakkan benda tipis tersebut di wastafel kamar mandi. Menunggunya beberapa saat.
KAMU SEDANG MEMBACA
Empty // HARBARA [Completed]
Fanfiction[18+ BEBERAPA PART MATURE CONTENT DI PRIVATE] Berawal dari pertemuannya di sebuah pesta, Queen Malik harus terus berhadapan dengan Harry Styles. Pria dingin, penuh misteri dan tak berhati. Tuntutan tugas membuat Queen harus lebih banyak menghabiskan...