Chapter 27

2.9K 317 37
                                    

Aku mengerjapkan mata berkali-kali. Kadar kepeninganku sudah lumayan berkurang dan pengelihatanku kembali normal. Mataku memeriksa setiap sudut ruangan yang kutempati. Ini bukan kamarku. Juga bukan kamar Harry. Lantas, ada dimana aku?

Bangkit dari posisi berbaring, aku pun mendudukkan tubuhku di kasur berukuran king size. Memijit pelipisku beberapa kali lalu menyandarkan tubuh pada bagian kepala kasur.

Kali ini aku tak berniat untuk beranjak pergi. Lebih tertarik untuk melamun. Memikirkan hal yang barusan terjadi di kamar mandi. Bagaimana kalau itu benar-benar terjadi? Bagaimana kalau Harry malah mengamuk dan menelantarkanku? Bagaimana kalau aku harus menjalani semua ini seorang diri?

Apakah aku harus mengatakannya pada Harry? Tapi, tidak, tidak. Kurasa itu bukan ide yang bagus. Lagi pula, ini masih perkiraanku saja. Belum tentu aku benar-benar hamil. Dan kuharap itu tidak terjadi. Aku tak ingin mengandung di usia semuda ini.

Dan lagi, aku belum siap melihat reaksi Harry jika sampai pria itu mengetahuinya. Aku ingat persis apa yang dikatakan oleh orang-orang mengenai dirinya. Mulai dari Louis yang mengatakan kalau ia pria tak bertanggung jawab hingga Zayn yang mengatakan kebrengsekan Harry.

Dan entah kenapa, kata-kata dari mereka menghipnotis pikiranku, muncul seakan sedang di putar di radio. Hal tersebut sukses membuatku takut pada Harry dan kemungkinan yang ada karena dirinya.

Oh, omong-omong dimana pria itu?

"Kau sudah sadar?" Yang dibicarakan langsung datang.

Harry muncul dari balik pintu, membawa segelas air, meletakkannya di nakas lalu setengah berjongkok di hadapanku. Ia mendongakkan kepalanya, "Apa yang terjadi padamu? Kau sakit?"

Ia meletakkan tangannya di dahiku kemudian mengernyit, "Tubuhmu dingin sekali. Sebaiknya kita ke rumah sakit." Harry berdiri, mengambil kunci mobil yang digantung dekat pintu.

"Apa aku masih di rumahmu?"

Pertanyaanku membuat Harry membalikkan badannya, "Ya. Ini kamar Chris, tenang saja."

Oh, pantas saja.

"Aku ingin pulang saja." Menapakkan kaki ke lantai, lantas aku berjalan pelan menuju pintu.

"Biar kuantar," Harry berujar.

"Tidak perlu. Aku akan pulang sendiri."

"Sudah berapa kali kuberitahu untuk tidak membantah, Queen? Aku yang akan mengantarmu. Tidak ada alasan untuk menolak."

"Aku bisa pulang sendiri, Harry. Kumohon jangan mengajakku untuk berdebat lagi, oke? Aku hanya tidak ingin Zayn—"

"Kakakkmu melihatmu berada di dekatku. Bukan begitu? Sekarang katakan, apa saja yang sudah kakakmu ceritakan mengenai diriku?" Dengan gerakan cepat, Harry mengunci pintu. Menahan tubuhku agar tak kemana-mana dengan meletakkan tangannya di antara kepalaku. Kini sorot matanya berubah tajam, berbeda jauh dengan beberapa jam yang lalu.

Aku menelan salivaku di saat monster dalam dirinya hendak bangun. Deru napasnya yang hangat menerpa kulitku karena jaraknya yang cukup dekat. Aku tak sanggup membalas tatapannya. "Dia tidak mengatakan apapun."

"Aku melihat kebohongan di matamu."

Untuk kedua kalinya, aku meneguk ludah susah payah. Tidak menatap matanya saja sudah membuatnya mengetahui dengan jelas kebohonganku.

Harry semakin mempersempit jarak. Ia menggertakkan giginya hingga menghasilkan suara. Lantas aku bergerak mundur meski tahu kalau dinding menjadi penghalangku untuk kabur darinya. "Katakan apa saja yang—"

Empty // HARBARA [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang