Chapter 9

3.6K 374 7
                                    

Jam digital yang tertera di mobil Harry telah menunjukkan pukul sembilan malam. Kondisi jalan kota London pada malam hari memang cukup padat. Oleh karena itu, sudah hampir setengah jam kami belum juga tiba di rumah sakit.

Sepanjang perjalanan aku tak mengeluarkan suara apapun. Jangan tanya bagaimana suasana sekarang ini. Sangat canggung, tentu saja.

Aku juga memang tak ingin bicara apapun padanya. Setelah kejadian tadi membuatku merasa jijik pada diriku sendiri. Astaga, apa yang telah kulakukan? Maksudku, baiklah itu hal yang lumrah, tetapi melakukannya dengan Harry? Sungguh pilihan terburuk.

Kepalaku tertunduk sambil memandangi jari kuku. Kegiatan yang baru saja kami lakukan terus berputar di otakku, membuat kepalaku ingin meledak. Sungguh, aku menyesali perbuatanku. Dan bodohnya aku karena telah menerima perlakuannya.

"Apa nama rumah sakitnya?" tanya Harry di tengah kesunyian.

Aku terdiam sejenak untuk beberapa detik sebelum akhirnya menjawab, "Royal London Hospital."

Harry memutar setir mobil, berbelok ke arah kiri melewati pertigaan jalan yang sedang padat-padatnya. Aku melirik ke arahnya sekejap kemudian kembali menunduk. Mungkin merenungi perbuatanku yang begitu mengecewakan.

Beberapa hari yang lalu, pria ini telah merampas ciuman pertamaku. I was fine with that. Namun sekarang, ia juga menjadi orang pertama yang menjajal tubuhku. Meski secara teknik, ia belum sepenuhnya merasakanku.

Dan parahnya lagi, setelah melakukan hal tersebut, Zayn mengabariku jika Mom masuk rumah sakit. Dewi Fortuna benar-benar tidak berpihak padaku. Astaga, lupakan pria brengsek ini. Sekarang aku benar-benar khawatir dengan kondisi Mom. Aku tidak ingin ada hal buruk meskipun kecil terjadi padanya. She is my everything.

"Sudah sampai."

Sampai? Secepat itukah? Oh, atau lamunanku yang terlalu lama?

Tanpa menunggu lama lagi, aku melepaskan sabuk pengaman kemudian membuka pintu mobil. Ucapan terima kasih sempat keluar dari mulutku meski sangat kecil suaranya dan kuyakin Harry tak akan mendengarnya.

Aku berlari kecil memasuki gedung berwarna abu tersebut. Baru sampai lobi, nampak seorang Zayn yang sedang berdiri di tengah-tengah ruangan. Segera kuhampiri kakakku itu dan memeluknya.

Butuh waktu beberapa detik hingga Zayn membalas pelukanku, "Ada apa denganmu? Kau baik-baik saja?"

Aku tak menjawabnya, melainkan mengeratkan pelukan. Alasan utamaku memeluknya adalah aku merasa bersalah. Bersalah karena aku telah melakukan hal buruk di saat Mom masuk rumah sakit. Aku benar-benar menyesal.

"Hei, are you okay?" Ia meraih daguku dengan jari telunjuknya yang membuatku harus menatap wajahnya.

Aku menarik napas dalam-dalam dan mengeluarkannya perlahan, lalu menganggukan kepala. "Yeah. Dimana Mom? Apa yang terjadi padanya?"

"Kurasa dia kelelahan. Dia pingsan di tempat kerjanya," Zayn merangkulku sambil menuntunku menuju ruangan Mom.

Kami berhenti melangkah tepat di depan lift. Menunggu sekitar satu menit, barulah pintu lift terbuka sehingga kami dapat masuk. Berhubung di dalam lift hanya ada kami berdua, jadi aku bisa bebas bertanya apapun pada Zayn.

"Is she okay?" tanyaku.

Zayn menoleh, "Dia baik-baik saja jangan khawatir. Sekarang dia sedang tidur."

Aku mengangguk. Setengah menit kemudian lift berdenting dan mengharuskan kami keluar. Ruangan Mom rupanya tak jauh dari letak lift sehingga aku dapat melihat Mom lebih cepat.

Empty // HARBARA [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang