"Minumlah. Tenangkan dirimu dulu," ujar Liam seraya meletakkan segelas air putih di meja dan menyodorkannya padaku.
Liam dan Louis mengambil kursi, duduk bersebrangan denganku. Menaruh pandangan penuh prihatin. Aku sudah jauh membaik, tak ada air mata dan sesegukan. Hanya menyisakan sembab di mata.
"Aku tak mengerti kenapa kakakmu itu sampai marah besar. Kau sudah besar. Bukankah kasus seperti ini sudah sering terjadi di negara Eropa? Terlebih lagi Amerika." protes Louis membelaku.
Liam memukul kepala Louis pelan, "Setiap orang memiliki prinsip yang berbeda. Diamlah Lou."
Aku menghela napas lalu membasahi bibir bawah. Liam benar. Zayn punya prinsip tersendiri yang ia pegang teguh hingga sekarang ini. Zayn dan aku tumbuh besar di keluarga Timur, berhubungan badan bukan hal yang lumrah di keluarga kami. Dan aku telah melanggarnya. Pikiranku sudah lebih jernih sekarang, dan aku sadar, kemarahan Zayn berhak dan pantas untukku. Itulah hukumanku darinya.
Menangis tidak akan merubah apapun menjadi lebih baik. Itu hanya akan memperburuk keadaan. Yang harus kulakukan sekarang ini adalah menerimanya.
Tapi itu bukan berarti masalahku akan selesai begitu saja. Masih banyak pikiran yang menumpuk di kepalaku, membuatku ingin memecahkan kepala saja. Setelah ini, aku harus menjalaninya seorang diri. Merawat bayi dan diriku sendiri tentunya. Dan Harry, aku masih tak mengerti dengan pasti semua ucapannya. Ia tidak yakin dapat bertemu denganku lagi. Apa itu artinya ia akan mati terbunuh oleh para mafia tersebut?
Aku cepat-cepat menggeleng. Ya Tuhan, jangan sampai itu terjadi.
"Liam," panggilku pelan.
"Ya?"
Tatapanku yang tadinya mengarah ke kuku jari kini berpindah ke mata Liam. Menatapnya lekat-lekat. "Sebenarnya apa yang terjadi pada Harry? Kenapa dia bersembunyi dan apa urusan Harry dengan mafia itu?"
Liam tertegun. Ia melirik Louis dari sudut matanya dan memberikan kode satu sama lain. Masih terdiam.
"Tak apa, aku sudah bicara pada Harry. Dia bilang aku boleh menanyakannya padamu, Liam."
Akhirnya Liam menghembuskan napas pasrahnya. Ia menggaruk kepalanya yang kurasa tak gatal. "Jadi—" Liam menggeser sedikit badannya, mencari posisi nyaman. "Harry pernah melakukan bisnis dengan mereka. Bertransaksi senjata selundupan dan Harry mendapatkan uang yang tidak bisa kubayangkan seberapa banyaknya. Pada waktu itu, Harry hanya berurusan dengan mereka sebanyak satu kali. Dan akhir-akhir ini, kudengar ia mulai berurusan dengan mereka lagi. Kurasa Harry sedang membutuhkan uang, dan dia menemui Petrov—bos besar mafia tersebut.
"Petrov adalah orang yang tangguh dan kuat. Dan bengis tentu saja. Dulunya, Petrov adalah seorang anggota militer Rusia yang terkenal akan kekuatannya, dan sekarang ia justru menjadi incaran kepolisian Amerika. Dan keberadaannya di Inggris, membuat mereka menjadi buronan kepolisan Inggris juga. Awalnya, aku tak percaya jika Petrov sedang mengincar Harry. Tapi rupanya, Harry memiliki hutang yang besar dengan Petrov. Ibunya Harry pernah menjadi korban atas kebengisan Petrov. Dan sekarang, Chris menjadi incaran selanjutnya. Itulah mengapa saat ini Harry bersembunyi. Dia berencana ingin menyerang Petrov."
Aku meneguk salivaku berat. Kenapa serumit ini? Harry bahkan harus kehilangan orang tuanya karena masalah ini.
"Ya Tuhan. Seberapa besar hutang Harry hingga mereka memburunya?"
Liam menggeleng, "Kau jangan mengira jika hutang tentang 'uang'. Harry memang banyak mendapatkan uang dari Petrov. Tetapi hutang yang kumaksud disini adalah barang yang diinginkan oleh Petrov. Ia sering memanfaatkan kekuatan Harry. Petrov mendapatkan barang yang diinginkannya dan Harry mendapatkan uangnya. Seperti itulah bisnis mereka. Bahkan, Harry berkuliah hanya untuk mengecok pemburuan Petrov atas dirinya."
KAMU SEDANG MEMBACA
Empty // HARBARA [Completed]
Fanfiction[18+ BEBERAPA PART MATURE CONTENT DI PRIVATE] Berawal dari pertemuannya di sebuah pesta, Queen Malik harus terus berhadapan dengan Harry Styles. Pria dingin, penuh misteri dan tak berhati. Tuntutan tugas membuat Queen harus lebih banyak menghabiskan...