Di siang cerah ini, ditemani ice cream rasa vanila dengan dua scoop bertumpuk yang begitu menyegarkan, aku menghabiskan hari Minggu-ku bersama Zayn. Ia yang mentraktir.
Kami duduk di taman yang dipenuhi oleh anak-anak. Mengobrol hal yang tak penting, melempar batu ke danau hingga menghitung orang yang berkunjung ke taman ini. Sudah lama sekali kami tak menghabiskan waktu bersama. Rasanya, aku hampir lupa bagaimana nyamannya bersandar di pundak kakakku ini.
Zayn sengaja mengajakku ke taman ini. Taman yang dulunya hampir setiap minggu kami kunjungi. Bersama Mom dan Dad tentunya. Sungguh menyenangkan bisa kembali kesini, walau hanya menyisakan Zayn dan aku. Ia bilang, akhir-akhir ini aku terlihat murung.
Well, ia memang seratus persen benar. Bagaimana tidak, sudah satu minggu aku tidak bertemu Harry. Sudah satu minggu pula aku menyembunyikan kehamilanku.
Sejak kejadian dimana Megan melakukan kekerasan terhadapku, aku semakin depresi. Sedikit trauma untuk pergi ke kampus. Tapi aku merasa sangat bersyukur memiliki teman seperti Bella dan Calum. Terlebih lagi Calum, aku tak tahu apa yang ia lakukan pada Megan hingga wanita itu tidak masuk untuk satu minggu lamanya. Dan aku sempat mendengar kabar kalau Harry juga turut ambil andil dalam melakukan pembalasan pada Megan. Yeah, setidaknya ia merasakan akibatnya.
Dan soal Harry, sudah satu minggu ini kami tak bertemu. Aku pernah berusaha menghubunginya dan mencarinya, tapi hasilnya nihil. Ia tak pernah memunculkan wajahnya di kampus. Rumahnya pun tampak kosong.
"Bagaimana kuliahmu?" Zayn menengokkan kepalanya ke arahku. Melipat tangannya di leher belakangannya dengan satu kaki yang terlipat.
Pria ini, Zayn, tidak tahu apapun mengenai semua masalahku. Tentang Megan, Harry, dan juga laporan Mr. Ludwig yang tak kunjung selesai.
Aku menjilat ice cream yang hampir habis, "Baik. Sebenarnya tidak juga. Aku penat dengan semua tugas-tugasku. Dan kau harus tahu, selama aku mengenyam pendidikan, aku tidak pernah mendapatkan dosen tampan yang mengajar di kelasku. Mereka sangat payah. Aku benci dosen tua."
Zayn tergelak lalu menoyor kepalaku, "Kau ini ingin menimba ilmu atau menimba pria tampan, hah?"
Aku mengendikkan bahu kemudian menggigit cone ice cream hingga habis. "Siapa tahu aku dapat menjadi istri salah satu dari mereka. Kau tahu, dosen yang mengajar di kampusku itu semuanya berdompet tebal."
"Astaga, kenapa Mom bisa sampai melahirkan manusia sepertimu?"
Aku melotot, meninju lengan atasnya. Ia meringis. Lemah sekali orang ini. "Ish, lebih baik kau mengurus jambulmu itu sana."
Ia tertawa lagi. Tangannya mengacak-acak rambutku yang sudah susah payah kutata. "Kau tahu, jambulku ini adalah mahkotaku. Banyak wanita yang tergila-gila karena rambutku."
Bola mataku sontak terputar malas, "Heh, kurasa mereka wanita jadi-jadian."
Dari situlah, aku dan Zayn terus mempermasalahkan masalah rambut kami masing-masing. Aku tak pernah menyukai jambulnya. Ya, walaupun kuakui ia memang tampan tapi gaya rambutnya yang sekarang ini sangat aneh. Seperti ayam.
Tiga jam berlalu dengan cepat jika dihabiskan dengan mengobrol bersama Zayn. Masalahku seketika terlupakan. Setidaknya untuk hari ini. Semua bebanku seakan menghilang. Dan setelah bermain di taman, Zayn mengajakku makan malam di restoran tempat favorit Mom.
Sebenarnya Zayn langsung mengajakku pergi ketika ia menangisi seorang anak kecil. Singkatnya, Zayn tidak sengaja menjatuhkan permen anak kecil tersebut. Karena merasa bersalah, akhirnya Zayn membelikannya permen dan balon. Bukannya merasa senang, anak tersebut malah menangis tepat setelah Zayn berjongkok untuk memberikan permen ke anak tersebut yang tubuhnya jauh lebih pendek. Sudah kukatakan, tidak ada yang menyukai jambul anehnya itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Empty // HARBARA [Completed]
Fanfiction[18+ BEBERAPA PART MATURE CONTENT DI PRIVATE] Berawal dari pertemuannya di sebuah pesta, Queen Malik harus terus berhadapan dengan Harry Styles. Pria dingin, penuh misteri dan tak berhati. Tuntutan tugas membuat Queen harus lebih banyak menghabiskan...