Chapter 19

3.9K 336 64
                                    

Pagi ini aku bangun dari tidurku yang tak terlalu nyenyak. Rasanya bisa dihitung menggunakan jari kapan terakhir kali aku tidur dengan damai. Semalaman aku memikirkan caranya untuk mencari uang sebesar 6000 pounds yang nyatanya bukan jumlah kecil. Lalu Zayn menambah beban pikiranku dengan keadaannya yang pulang dalam kondisi mabuk berat. Menonjok Harry lalu mengatakan hal buruk tentangnya.

Semua itu membuatku stres. Bahkan tugas dari Mr. Ludwig untuk membuat laporan hasil observasi telah kutelantarkan begitu saja. Mungkin setelah ini rambutku akan botak karena pikiran yang terlalu banyak dan bercabang. Beban hidupku kian bertambah berat saja.

Tapi, aku harus menyelesaikan masalah itu satu persatu agar hidupku kembali normal. Jika Zayn memang telah memberikan tanda-tanda akan perubahan sikapnya, maka akulah yang harus mempertahan keluargaku ini. Atau semua akan hancur. And i never want it ever happen.

Kini aku tengah menuang susu di atas mangkuk berisi sereal guna mengisi perutku sebelum pergi kuliah. Kepalaku menoleh ke belakang ketika mendengar langkah kaki yang menuruni anak tanggan dan rupanya pemilik kaki itu adalah Zayn. Rambutnya masih berantakan, namun luka-luka di wajahnya membaik berkat kemurahan hatiku untuk mengobatinya. Tidak, aku hanya bercanda. Tentu saja aku akan mengobati kakakku sendiri.

"Good morning, big baby. Are you feeling better?" tanyaku dengan nada malas sembari memutar badan, membawa tubuhku dan mangkuk ke meja makan.

"Kepalaku masih sedikit pusing. Apa ada aspirin?" Ia berhenti di dua anak tangga terakhir, menunggu jawaban.

"Kotak obat. Di samping kulkas. Apa minuman yang memabukkan itu masih membuatmu pusing?" sindirku selagi fokus menyantap sarapan.

Zayn berjalan melewatiku, mengarah ke tempat yang baru kusebut. Ia memasukkan obat tersebut ke dalam mulutnya lalu meneguk air satu gelas penuh. Ia menghampiriku, mengambil kursi di hadapanku.

Aku terus mengunyah tanpa menggubris keberadaannya dan dari raut wajahnya ia menunjukkan rasa bersalah.

"Maafkan aku," katanya pelan tetapi aku masih dapat mendengarnya.

Mataku tak terlepas dari sereal yang terlihat nikmat, "Untuk apa? Jika karena kau pulang jam 3 pagi dalam keadaan mabuk, maka aku sudah memaafkanmu. Jangan mengulanginya lagi."

Aku mendengarnya menghela napas pasrah, "I'm such a bad brother. Seharusnya aku berada di rumah untuk menjagamu, bukannya menerima ajakan temanku untuk ke bar sialan itu."

"Baguslah, kau menyadarinya."

"Queen, kumohon jangan mengabaikanku."

Pandanganku langsung beralih ke arah Zayn. Mengambil napas dalam-dalam lalu menghembuskannya perlahan. Jujur, aku tidak sanggup melihat Zayn berada dalam keadaan seperti ini. Aku sadar, sekarang ini Zayn lah yang paling merasa terbebani. Jadi, aku memakluminya yang ingin menghilangkan bebannya dengan cara mabuk. Tapi tetap saja ia harus diberi peringatan.

"Baiklah. Aku juga tidak bisa mengabaikanmu, kau tahu itu?"

Seketika senyuman terukir di wajah tampannya yang semakin lama semakin melebar.

"Kau sudah lihat surat hutang dari bank?" tanyaku kemudian. Ia mengernyit tak mengerti.

"Hutang apa? Sejak kapan keluarga kita punya hutang?"

"Kemarin malam ada yang mengantar surat padaku. Surat hutang ber-atasnamakan Mom. Hutangnya sebesar 6000 pounds. Dan pihak bank menginginkan kita untuk melunasi hutang itu dalam waktu satu bulan karena terlalu sering menunggak. Tidak melunasi, maka kemungkinan rumah kita akan disita." jelasku sedetail mungkin.

Empty // HARBARA [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang