Aku berjalan memasuki ruangan kelas sekolah yang terlantar. Di kelas itu ada temanku. Aku berada di dalam ruangan kelas. Aku berdiri sambil melihat para korban tewas satu per satu karena bom. Kepala mereka pecah, bagian tubuh mereka terburai, organ dalam mereka berserakan di lantai.
"Cassidy, kau sudah tahu apa semua ini ?" tanyaku pada temanku.
"Aku masih belum mengetahui ini Ben."
Nama dia adalah Cassidy Ling-Chow Manhattan. Dia lahir di Manhattan, sama seperti ayahnya. Ibunya adalah orang Cina. Namanya adalah Lina Shu. Cassidy masih berusia dua puluh sembilan tahun.
Ryan berjalan melihat setiap korban secara keseluruhan. Dia memperhatikan semuanya, mulai dari kepala, hingga ujung kaki.
"Setiap korban di pasangakan rantai ketulang, tulang korban sudah di bor sebelumnya. Di belakang mereka ada bom, material bom adalah, paku, beling, dan benda tajam lainnya. Mereka memaksa diri agar bisa terbebas dari rantai. berharap rantai yang di menembus tulangnya putus di saat mereka menariknya. Kenyataannya tidak. Lengan mereka semua patah. Aku bisa melihatnya, karena aku mengulitinya bagian lengan di saat kau belum datang Ben. Korban yang berada di ujung sana, dia tewas karena ledakan bom. Tangannya di borgol dan lehernya di belenggu. Dia tidak bisa melakukan apa-apa lagi. Setelah orang-orang yang di depan mereka tewas, dia mengaktifkan bom. Di saat waktu habis, bom meledak." kata Ryan.
"Pelaku tidak mengiginkan satu korban pun hidup." sambungnya.
"Pembunuhan macam ini aku pernah melihatnya melalui film Saw seri ke tiga. Ini mirip dengan yang ada di Saw, hanya bedanya, kalau di Saw, hanya satu orang, dan kasus ini, secara genosida." kataku.
Aku memejamkan mataku. Aku mencoba membayangkan apa yang mereka rasakan. Aku sudah dapat. Aku sudah melihat mereka semua. Total korban ada dua puluh satu orang. Ada anak muda, orang tua, anak remaja, dan seorang pekerja kantoran.
Mereka sadar dari pingsan. lalu mereka bertanya-tanya di mana mereka dan apa yang terjadi. Di saat mereka ingin melarikan diri, mereka baru sadar, bahwa lengan mereka di rantai, tidak di kaki, tidak di tangan, namun di tulang tangan, rantai menembus tulang. Tangan mereka tidak berdarah, pelaku sudah membedah tulang tangan para korban.
Bom di aktifkan. Waktu bom hanya tiga puluh detik. Mereka semua mencoba untuk memutuskan rantai dari tangan mereka, hingga akhirnya lengan mereka patah. Di saat waktu tersisa sepuluh detik, korban yang di ujung terbangun. Sontak mereka terkejut melihat ada bom yang aktif.
Waktu sepuluh detik, habis, korban di ujung mencoba keluar dari borgol yang menjerat kedua lengannya. Mulutnya di tutup oleh kain. Dia tidak bsia berteiak. Waktu bom habis, dan dia tewas. Begitu semua kronologi.
"Ini gila." kataku setelah membuka mata.
"Ryan, apakah kau menemukan pesan yang di tinggalkan di tempat atau di tubuh korban ?"
Ryan menggeleng.
"Aku tidak mengerti semua ini." kata Cassidy.
"Aku juga." kataku.
"Ron, apakah kau menemukan sesuatu di tubuh korban ?"
"Tidak Ben."
Ron Daniel adalah teman kami yang khusus menemukan sesuatu di mayat melalui fotografi.
"Pelaku memilih korban secara acak. Mereka semua orang-orang sipil. Mereka bukan orang orang berstatus spesial. Ini bukan balas dendam. Sekolah ini terlantar, tidak ada saksi mata. Ron, apakah kau menemukan bukti bahwa pelaku melakukan kecerobohan ?"
"Tidak. Tidak ada kecerobohan. Dia tidak meninggalkan apapun, tidak ada sidik jari di korban, tidak ada keruskakan pada ruangan ini, tidak ada bahwa bukti pintu di jebol paksa, jendela di pecahkan. Sepertinya setelah melakukan semua ini, pelaku membersihkan semuanya." kata Ryan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Cases Of Genocide
Mystery / ThrillerPembunuhan secara besar-besaran terjadi, korban tewas dengan cara yang berbeda-beda. Tidak ada pesan yang tertinggal di lokasi pembunuhan maupun di tubuh korban. Detektif Ben Zeckliff, bersama teman-temannya mencoba menyelidiki siapa otak di balik s...