I guess i need to......

378 24 0
                                    

Pukul 13.00 siang.

Aku duduk di sofa ruanganku bersandar sambil menyilangkan kedua belah lenganku. Seketika setelah kami kembali dari tempat itu, kami melupakan tempat itu layaknya kami menderita amnesia. Ryan tertidur di samping mejaku yang terdapat monitor. Mungkin tempat itu menyerap energinya secara tak sadar. Itu wajar, karena dia baru bertumbuh dewasa dari anak-anak menjadi seorang pria dewasa. Aku bangkit dari sofaku, dan lagi-lagi aku kembali ke jendela di mana aku melamun. Aku tak tahu mengapa sepertinya jendela itu sangat nyaman sekali di gunakan untuk sekedar berpikir ataupun melamun.

Cassidy berjalan pelan di belakangku, dia berada di jendela sekarang bersamaku, lengan kirinya merangkulku, dan kepalanya menempel di lengan kananku. Cassidy melakukan itu dengan polosnya. "Ben, apakah kau melupakan tempat itu ?" tanya Cassidy sambil menatapku.

Aku mengangguk. Aku benar-benar melupakan tempat itu, sayangnya di pikiranku lokasi tempat itu masih kuingat. Aku harap aku bisa melupakan tempat itu, secara keseluruhan. Aku ingin tidak mengetahui apapun tempat itu. Aku harap aku bisa menderita amnesia walau hanya sepuluh menit. Tetapi itu rasanya tidak akan mungkin. Bila aku meminta amnesia, mungkin Tuhan akan memberikanku amnesia dalam waktu sepuluh, bukan menit, tetapi bisa saja bulan, bahkan tahun.

"Mengapa kau suka berada di jendela ini Ben ?" katanya sambil tersenyum tetapi tidak menatapku.

"Aku tak tahu. Bagiku jendela ini sangat nyaman sekali digunakan untuk berpikir ataupun melamun. Lepaskan rangkulanmu bila Rega melihat ini dia bisa marah."

Cassidy melepaskan rangkulannya dariku.

"Terkadang aku berpikir mengapa, mengapa manusia suka mempercepat kematiannya sendiri, padahal tuhan sudah menentukan kapan seseorang akan meninggal. Seharusnya mereka masih harus hidup selama dua puluh satu tahun lagi, tapi karena ulahnya, dia membuatnya hidup lima menit lagi. Manusia sudah hina, tetapi kenapa mereka membuat diri mereka makin hina lagi dengan mengakhiri hidup mereka sendiri, sedangkan Tuhan masih menyayangi dan memberikan kesempatan untuk membenarkan diri bila kau mau melakukan itu. Manusia tercipta dari hal yang hina, tanah. Manusia lahir dari cairan dan aktifitas yang hina. Mereka lahir dair tempat yang hina juga. Secara keseluruhan manusia adalah makhluk hina walau Tuhan berkata kita adalah makhluk yang paling sempurna. Aku rasa tidak, manusia tetaplah makhluk hina walau Tuhan berkata begitu. Mereka membunuh satu sama lain, melakukan hubungan seks sesama jenis. Aku rasa itu bukan lah makhluk yang paling sempurna. Hewan lebih mulia lagi dari pada manusia, mereka tidak akan menyakiti satu sama lain kalau bukan untuk bertahan hidup, dan hewan tidak akan mau melakukan hubungan seks sesama jenis. Betapa hinanya manusia."

Aku mengangguk cepat.

"Apa kau percaya dengan cinta Ben ?"

"Cinta ?, yang kutahu itu adalah satu kata omong kosong namun indah di katakan."

"Mengapa begitu ?" tanya Cassidy dengan sedikit terkejut.

"Bila cinta itu memang benar indah dan manis, mengapa ada korban di balik kata manis itu ?"

"Karena itu memang risikonya."

"Itu artinya cinta tidaklah manis. Buktinya ada yang bunuh diri karena cinta dan membunuh. Apakah itu manis dan indah ?"

"Ya memang benar." kata Cassidy dengan menggaruk kepalanya pelan.

"Itu mengapa di saat aku remaja aku tidak pernah mempunyai kekasih. Banyak yang datang kepadaku namun kutolak mereka semua. Bahkan sampai sesesorang yang kusukai, dia kutolak juga. Ada yang menyatakan perasaan kepadaku di saat hari yang manis, tanggal empat belas Februari. Namun kutolak juga dia. Teman-temanku berkata aku pria yang tak tahu terima kasih kepada takdir. Karena semua wanita yang kutolak merupakan wanita yang diincar dan wanita yang cantik. Ada yang menyatakan perasaan dengan janji bahwa dia tak akan menyakitiku. Kutolak mereka semua. Itu semua kulakukan karena aku tidak percaya dengan cinta. Aku tak ingin melihat wanita yang cantik menangis. Karena bila aku menerima mereka, disuatu hari aku akan menyakiti mereka dengan cara tidak langsung. Aku mempunyai saudara, dia orang Italia. Dia sangat cantik, aku pernah berjalan bersamanya, dan di saat itu ada beberapa wanita yang melihatku, termasuk yang pernah menyatakan perasaan kepadaku. Saudaraku bisa menyakiti wanita yang menyatakan perasaanya kepadaku. Itu kenapa aku tidak pernah mempunyai seorang pacar di saat aku belia. Di masa belia seharunya berhubungan seks, hamil, mempunyai anak, tewas karena AIDS, hilang keperkasaan, dan hilang harta yang sangat berharga untuk wanita. Aku menjauhi diriku dari tiu semua. Karena itu semua berawal dari cinta. Dari cinta berakhir dengan AIDS."

"Itu sangat benar." kata Cassidy menatap lurus keluar jendela.

"DI saat aku menikahpun aku tidak pernah berkata "cinta" kepada istriku. Karena aku yakin itu akan menyakitinya di suatu hari. Aku selalu berkata "aku menyayanginya.",  karena aku tidak percaya dengan cinta."

Cassidy terdiam. Sepertinya berpikir.

"Aku sepertinya butuh istirahat sebentar agar aku bisa fokus. Aku ingin melupakan tempat itu sementara. Yang di kantor saja belum terpecahkan, aku membicarakan bahwa akan terjadi lagi pembunuhan." kataku setelah itu aku meninggalkan Cassidy di jendela dan aku duduk di mejaku yang ada monitor di mejanya.

Dua pembunuhan dengan modus yang sama, jumlah korban yang sama, berbeda lokasi, dan beda cara tewas. Apa semua ini mempunyai hubungan ?, jumlah korban, lokasi, cara korban tewas, dan modus ?, aku rasa ini tidak ada hubungannya sama sekali. Aku rasa aku butuh....... sepertinya lebih dari istirahat. Sekarang hari Kamis, besok Jum'at dan Sabtu. Kurasa aku akan beristirahat di rumah orangtuaku. Aku ingin melepas penatku dengan bertemu sosok yang melahirkanku. Sudah lama aku tidak minum bersama ayahku. Sebelum aku menikah, aku suka minum bersama ayah dan aku suka bermain dart. Kami jarang bertaruh. Biasanya kami hanya bermain biasa saja. Terkadang kami juga berjudi menggunakan chip dari Las Vegas. Namun itu adalah chip palsu. Walau palsu rasanya tetap seperti benar-benar berjudi di Las Vegas.

Aku harap hari Sabtu datang dengan cepat. Aku ingin bertemu ayah dan ibuku. Aku yakin anakku akan senang bertemu dengan orangtuaku. Julia juga senang bertemu dengan kedua orangtuaku, terutama bertemu ibuku. Karena bila mereka berdua sudah bertemu mereka bisa tertawa sepanjang malam. Sedangkan aku bila bertemu ayah, kami bisa bermain dart dan berjudi sepanjang mata kami terbuka. Kurasa aku butuh istirahat, di rumah orangtuaku. Itu akan sangat melupakan penatku selama melakukan pekerjaan gila ini.

Ryan tetap tertidur di sampingku. Tidurnya sangat tenang sekali. Walau Ryan sering bertingkah layaknya bocah, aku menyayangi anak ini layaknya aku menyayangi putraku Arnold. Ryan, pria dewasa yang berusia dua puluh tuju tahun. Sangat suka dengan wanita Asia, bisa mengeluarkan kata-kata bijak di saat sedang sepi dan tenang. Pintar juga dalam menghadapi kasus ini, walau sebenanrya anak ini kurang kelihatan serius dalam menanggapi kasus, tapi di balik itu dia pintar menanggapi kasus. Dia menanggapi kasus dengan sesekali menyelingkan lelucon bodohnya. Atau kami yang mengerjainya hingga kami puas.

Cases Of GenocideTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang