Aku berada di bar pamanku. Ron, Ryan dan Cassidy ikut denganku. Ryan meminum banyak Campaigne. Ron meminum Wiski, sedangkan Cassidy hanya meminum beer saja. Aku meminum anggur tahun tujuh puluh. Aku ada di meja tempat di mana orang orang memesan minuman. Aku lelah karena kasus ini. Kasus gila dan sulit. Tidak ada bukti, tidak ada saksi mata, tidak ada kecerobohan. Semuanya rapih. Benar benar kasus yang rumit, perlu mental baja dan kecerdasan tingkat Einstein.
Kasus tiga tahun lalu tidak terpecahkan, untung saja bukan FBI yang menanganinya. Aku baru menjadi detektif senior satu tahun. Tiga tahun lalu aku masih menjadi detektif junior. Ini merupakan bantigan yang sangat keras. Kasus ini bisa mengangkat reputasiku menjadi sangat baik. Aku pernah memecahkan tiga kasus ringan saja. Tetapi, ini sulit. Sungguh, ini sulit. Aku tidak bisa bermain main dengan kasus ini. Aku pindah duduk bersama Ryan, Ryan ada persisi di belakangku. Pamanku memilih sofa yang benar benar nyaman dan cocok untuk di gunakan untuk bersantai ataupun hanya sekedar ingin mabuk.
Aku manaruh leherku di sofa, aku menarik nafas beberapa kali. "Aku butuh istirahat. Sungguh, aku sangat butuh istirahat." kataku.
"Aku juga Ben." kata Ryan.
"Di mana Ron ?"
"Dia berada di sebelah." maksud Ryan adalah di sekat sebelah.
"Apa yang di lakukannya ?"
"Menenggak Wiski."
Aku tidak berkomen apapun. Aku kembali kemeja pemesanan. Aku melihat pamanku sedang merapihkan gelas. "Paman, bolehkah aku dan teman temanku datang ke tempatmu kapan saja ?"
"Silahkan Ben." Aku hanya tersenyum.
"Apa kau meinum Wine ?"
"Setengah botol."
"Apa enak ?"'
"Sangat."
Pamanku memperhatikanku untuk beberapa lama. "Apa kau lelah karena kasus yang kau hadapi ?"
"Ya, aku sangat lelah paman." kataku sambil memegang kening.
"Kasus macam apa yang kau hadapi ?"
"Pembunuhan genosida."
"Itu kejam sekali."
"Ya aku tahu itu, bila aku mendapatkan pelaku, aku akan membunuhnya di depan kedua orang tuanya."
"Apakah itu tidak terlalu kejam ?"
"Bila aku merasa kasihan pada pelaku, aku salah menaruh belas kasih, aku dan Ryan akan membunuhnya, aku dan Ryan akan mengulitinya di depan keluarganya, aku tidak peduli apa dia sudah mempunyai istri atau masih mempunyai anak balita. Aku tidak peduli. Sisi psikopatku lebih kejam dari pada psikopat yang sebenarnya. Aku tidak takut bila aku akan di tahan. Bila mereka akan menahanku, mereka akan berpikir, mereka sudah memenjarakan seseroang yang sudah memecahkan kasus sulit yang memakan banyak korban jiwa, aku yakin mereka akan berpikir berribu kali."
"Itu sangat logis Ben. Apa kau ingin sebuh pistol ?, aku mempunyai sebuah pistol yang tidak terpakai."
"Tidak terima kasih paman, aku sudah mempunyai Magnum, dan Desert eagle. Aku membelinya online, sudah datang seminggu yang lalu."
"Aku mempunyai amunisi untuk Magnum dan Desert eagle, aku mempunyai sekitar enam kotak kardus."
"Aku hanya menginginkan satu kardus saja."
"Ambillah."
"Suatu hari."
Aku menenggak Anggurku.
Pukul 21.00 malam.
Aku dalam perjalanan untuk pulang ke rumah. Akhirnya aku bisa kembali ke tempat di mana aku bisa beristirahat selama mungkin. Aku sangat ingin beristirahat. Aku membutuhkan waktu tidur selama sembilan puluh enam jam, di saat bangun aku bisa bekerja empat hari tanpa beristirahat. Terdengar mustahil.
Pukul 21 .25 malam.
Akhirnya aku sampai. Aku bisa beristirahat selama mungkin. Rasanya aku ingin tertidur selama bertahun tahun, lalu bangun di saat kasus sudah selesai. Tetapi itu sangat mustahil.
Aku masuk ke dalam rumahku, aku tidak mengucapkan apapun, aku tidak melihat kedua anakku, dan juga istriku. Aku menaruh jaketku di sofa. Lalu aku ke dapur. Di dapur aku melihat istriku, sepertinya sedang memasak. Aku memeluknya dari belakang. "Ben, kau sudah pulang ?" tanya Julia istriku.
"Ya, aku baru saja pulang. Apa yang kau lakukan ?"
"Membuat Spaghetti untuk anak anak."
"Di mana mereka ?"
"Mereka sedang menonton televisi."
"Bila mereka mencariku, aku berada di kamar. Bisa kah kau membuatkan Spaghetti yang sangat pedas untukku ?, karena aku perlu dalam keadaan rileks."
Julia mengangguk. Aku mengecupnya di pipi kanan lalu meninggalkannya di dapur. Aku berjalan ke kamarku. Sesampai di kamar aku mengganti pakaianku, setelah itu aku berbaring untuk beberapa lama.
Kasus ini bisa menjadi misteri apa bila ini tidak di selesaikan. Aku harus menyelasaikannya, walau di akhir aku harus meregang nayawa. Aku tidak tahu kenapa, firasatku sangat kuat bila pelaku adalah polisi yang bertemu dengan Ryan. Firasatku sangat kuat sekali kepada dia. Firasat bisa saja kuat terhadap seseorang, tetapi bisa saja bukan dia pelakunya. Aku bangkit dari baringku, aku berjalan ke dapur untuk makan malam, setelah itu aku akan segera tidur, walau dalam keadaan perut kenyang.
Di dapur aku melihat kedua anakku. Anakku hanya tersenyum melihatku. Mereka tidak mengucapkan apapun. Mungkin mereka juga lelah, sampai mereka tidak ingin berkata apapun.
"Sam, Johnny, apa kalian lelah juga ?, sampai kalian tidak mau berbicara ?"
Sam dan John mengangguk.
"Baiklah, ayah juga sangat lelah."
Julia sedikit terkikih.
Aku menyantap Spaghettiku tanpa mengeluarkan sepatah kata. Setelah aku selesai makan malam, aku segera bersiap untuk tidur.
"Ben, sepertinya kau sangat lelah sekali."
"Memang." kataku sambil memasukkan kakiku ke dalam selimut.
"Kau menghadapi kasus sulit lagi ?"
"Ya, memang." kataku sambil memeluk Julia.
"Kasus macam apa yang kau hadapi kali ini ?"
"Pembunuhan genosida, ini kasus yang sangat gila, aku harus berhadapan dnegan mayat yang banyak, dan berpikir keras untuk mendapatkan petunjuk atau kecerobohannya. Ini sangat melelahkan."
"Apa kau menghadapi kasus ini dengan santai ?"
"Tidak."
"Aku ingin istirahat Julia, kita bisa melanjtukan pembicaraan kita di pagi hari nanti."
Julia mengangguk. Lalu mematikkan lampu kecil yang berada di dekatnya. "Malam Julia." kataku sambil mengecup pipi kirinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Cases Of Genocide
Mystery / ThrillerPembunuhan secara besar-besaran terjadi, korban tewas dengan cara yang berbeda-beda. Tidak ada pesan yang tertinggal di lokasi pembunuhan maupun di tubuh korban. Detektif Ben Zeckliff, bersama teman-temannya mencoba menyelidiki siapa otak di balik s...