Ron Danielfield

905 67 0
                                    

Aku ke parkiran kantor, aku akan ke tempat yang Ben dapatkan. Bila aku beruntung, mungkin tempat itu tidak berubah banyak. Bila tidak beruntung, tempat itu berubah secara keseluruhan, atau sialnya, tempat itu sudah hilang. Aku berharap tidak. Di hari ini aku hanya beraktivitas di depan monitor saja. Aku belum melakukan apapun di luar ruangan. Aku berharap aku bisa mendapatkan informasi yang valid. Aku juga berharap kasus ini selesai dengan cepat. Bila kasus ini berlarut larut, aku khawatir kasus tidak akan terpecahkan, dan menjadi misteri. Aku ingin kasus di tutup dengan sempurna. Yaitu "kasus selesai," aku menginginkan itu.

Akhirnya aku sampai di tujuanku setelah perjalanan yang sepi. Untuk ke tempat yang kulihat, aksesnya mudah, hanya perlu berjalan kaki saja di tengah tumbuhnya tanaman liar yang tinggi. Aku tidak lupa dengan akses utama untuk masuk, akses bisa saja sama, tetapi belum tentu tempat yang kukunjungi tidak berubah. Aku harap aku tidak sedang sial hari ini. Aku telah sampai di gedung terlantar, tidak ada perubahan sama sekali. Tampilan dari depan tetap sama, lagi juga siapa yang mau merawat tempat yang telantar.

Aku mengecek amunisi di magasin pistolku, siapa tahu aku lupa memasuki amunisi, aku membawa liam amunisi cadangan di saku celana kiriku, untuk berjaga jaga. Karena siapa tahu aku bertemu dengan pembunuh yang sedang melakukan aksinya. Semuanya sudah siap. Sekarang waktunya untuk mengeksplor tempat ini.

Gedung yang kueksplor mempunyai delapan lantai, setiap lantaniya cukup luas, mungkin sekitar tiga ratus meter persegi atau lebih. Aku mempunyai perasaan bahwa ini adalah apartemen yang sudah sangat lama di tinggalkan. Aku berada di dalam gedung, aku.melihat sebuah pintu, aku berjalan memasuki pintu yang kulihat.

Aku menyinari setiap sudut tempat dengan senter yang sangat terang, aku juga menggenggam pistolku. Aku membuka pintu itu. Tanpa cahaya sedikitpun ruangan ini bisa seperti gua di malam hari. Aku masuk ke dalam ruangan itu, ruangan itu adalah basement, basement untuk sebuah apartemen kecil. Tidak begitu mengerikan. Aku berjalan menuruni tangga perlahan sambil menyinari basement.

Basement ini sangat gelap tanpa cahaya setitik pun. Basement apartemen ini cukup luas, seperti ada di dalam film Home Alone. Film yang di bintangi oleh seorang anak sepuluh tahun bernama Macaulay Culkin. Aku menyinari lantai basement, penuh dengan debu, dan jejak air yan sudah mengering, ada juga lubang, hanya beberapa. Lubang sepertinya terbuat dari tetesan bahan kimia. Mungkin asam sulfat. Cairan itu bila menyentuh kulitmu, kulitmu mengelupas dan dagingmu terlihat. Itu hanya setetes. Bila tersiram, dagingmu akan rontok dan tulangmu bisa hancur.

Di saat aku melangkah, aku menginjak sesuatu, sesuatu yang lancip. Seperti paku, tetapi, rasanya aku menginjak sebuah proyektil. Aku menyingkirkan kakiku dari apa yang kuinjak. Kusinari dengan senter, benar, sebuah proyektil. Tetapi proyektil ini tidak asing. Sepertinya aku menggunakan proyektil ini sekarang. Kutaruh senter di mulutku, aku mengeluarkan pistolku. Lalu kukeluarkan magasinya. Mengambil satu peluru dari pistolku lalu kusamakan apa yang kutemukan.

Sama. Ini proyektil kaliber 9mm, aku menggunakan peluru ini. Aku akan membawa ini ke kantor, siapa tahu ada petunjuk dari proyektil ini. Aku menyinari sebuah tas yang usang. Aku memasukkan kembali magasin ke pistol dan proyektil ke saku jasku. Tas tidak kelihatan mencurigakan. Tetapi siapa tahu, mengapa aku mempunyai perasaan bahwa isi tas itu adalah mayat. Aku berjalan mendekati tasku perlahan, karena mungkin saja ada seseorang yang sudah tahu kedatanganku ke sini. Aku juga tidak melihat sesuatu di langit langit. Aku khawatir aku akan menjadi korban dari Shotgun hallway, trap yang ada di film Saw seri pertama, di saat seorang polisi bertampang Asia berjalan, di saat dia melangkah, ada benang yang terhubung dengan pemicu Shotgun, dia telat menyadarinya. Dia tewas karena tembakan Shotgun dari atas.

Aku mengambil tas itu. Menaruhnya di lantai. Lalu membukanya. Aku batuk di saat aku membuka tas itu, karena banyak debu yang terbang ke atas. "sial bau apa ini, seperti darah," keluhku karena aku mencium bau darah, bila tas ini berisi mayat, tas pasti akan sangat berat. Apalagi bila korban adalah orang dewasa. Tas ini tidak terlalu berat, aku melihat ke dalamnya. Sekumpulan pisau yang berdebu dengan jejak darah yang mengering yang tidak bisa di bersihkan kecuali kau menggunakan gerinda untuk menghaluskannya lagi.

Cases Of GenocideTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang