Julia's POV
sore hari ini cukup tenang dan begitu indah. Di sampingku terduduk buah hatiku tercinta, Arnold. Ya aku begitu mencintainya di karenakan ia adalah anak bungsu, dan ia adalah obat dari masalah hidup kami. Arnold tengah membaca buku tentang hewan. Aku memeluknya dengan ciuman manis untuknya. "Ibu, mengapa ayah sepertinya hanya memiliki sedikit waktu untuk kita ?"
"Ayahmu, memang sangat sibuk nak. Pekerjaannya sangat sulit untuk di tinggalkan."
"Setiap hari aku selalu berdo'a agar ayah memiliki waktu untuk kita bersama." aku tersenyum dengan sedikit kaca-kaca mataku.
Ponselku berdering. "Halo Julia."
"Hi Ben."
"Aku..... Aku....... Aku hanya ingin memberitahumu saja bila Gwen nanti akan datang ke rumah kita pukul 20.00 malam."
"Kau ingin mengatakan sesuatu padaku."
"Aku selalu berdo'a agar aku selalu memiliki waktu untuk kuhabiskan bersama keluarga bahagia kita." kata-kata itu menyentuhku dengan sangat dalam.
"Aku berharap dapat menebus kesalahanku, aku selalu sulit meluangkan waktu bersama kalian, aku lebih mementingkan pekerjaanku di banding kalian semua."
"Ibu jangan menangis." kata Arnold sambil menghapus air mataku. Aku pun memeluknya di saat yang bersamaan.
"Ayah, kau membuat ibu menangis dengan ucapanmu, karena apa yang kau ucapkan pertama kali mirip denganku."
"Maafkan ayah Arnold. Maafkan ayah bila ayah membuat ibumu menangis. Apa kau berdo'a hal yang sama dengan ayah ?"
"Iya, aku selalu berdo'a hal yang sama, aku merindukan waktu di saat kita dapat berkumpul bersama, ada kakek dan nenek. Ayah pun turut serta dalam keramaian itu."
Ucapan Arnold membuat Ben menitikkan air matanya di depan teman-temannya. "Ayah selalu memanjatkan do'a yang sama setiap hari Arnold, agar ayah mampu bersama kalian lagi, ayah tahu ayah hanya bisa bersama kalian dua kali dalam seminggu. Ayah, berharap dan selalu mencoba untuk mewujudkan itu semua Arnold."
"Tuhan selalu mendengar do'a setiap hambanya ayah." Ben, tersenyum dengan tangisan yang membasahi wajah jantannya.
"Ya memang Arnold. Arnold tolong jaga ibumu, karena ayah akan kembali bekerja."
"Aku mencintaimu Ben."
"Aku juga mencintaimu Julia."
Berakhirlah perbincanganku dengan Ben. "Ibu jangan menangis, kau masih memiliki aku, aku adalah jelmaan ayah dalam bentuk yang lebih imut." aku memeluk Arnold hangat dengan senyuman dan juga air mata ini.
"Aku mampu merasakan apa yang kau rasakan Ben, aku terharu dengan perbincanganmu. Aku mengethui betapa manisnya do'amu untuk keluargamu." kata Ryan, Ben hanya mengangguk, air matanya kadang tetap mengalir.
"Kau tahu, setiap hari ketika aku pulang ke rumahku, istriku selalu menyambutku dengan manis, tak jarang pula aku selalu menangis di saat aku kembali pulang melihat anak dan istriku. Kau tahu kan bagaimana kesibukkan kita ini ?"
"Aku pun ketika pulang ke rumah, aku selalu memeluk suamiku serapat mungkin, aku bahkan tak mau terlepas dari pelukkannya. Kau cukup mengharukan juga Ron." kata Cassidy.
"Ibu ceritakan bagaimana awal kalian bertemu."
"Baiklah Kelsey, di saat itu ibu tengah bekerja di sebuah bank, di saat itu ibu tengah beristirahat duduk sendirian di meja berpayung di tengah hari yang panas, ibu tengah menikmati segelas minuman dingin untuk mendinginkan suhu tubuh ibu agar tak sepanas cuaca di saat itu. Di tengah ibu tengah menyantap sandwich yang begitu besar dan tebal, ayahmu datang, ia meminta izin ke pada ibu untuk duduk di depannya. Di saat itu ayahmu belum sekekar ini tubuhnya, di saat itu tubuhnya sudah terbentuk tetapi belum begitu berisi."
KAMU SEDANG MEMBACA
Cases Of Genocide
Mystery / ThrillerPembunuhan secara besar-besaran terjadi, korban tewas dengan cara yang berbeda-beda. Tidak ada pesan yang tertinggal di lokasi pembunuhan maupun di tubuh korban. Detektif Ben Zeckliff, bersama teman-temannya mencoba menyelidiki siapa otak di balik s...