Ron

362 11 3
                                    

Aku meniggalkan mereka semua di ruangan Ben. Kini waktunya aku bekerja, karena mereka telah bekerja di lokasi. Di ruangan otopsi aku melihat seseorang tengah mengurus berkas, dan juga satu mayat dalam keadaan yang mengenaskan. "Gem, apa yang kau lakukan ? Mengurus berkas korban atau tengah mengidentifkasinya ?"

"Sepertinya aku tengah melakukan keduanya. Komputer tengah melakukan identifikasi melalui sidik jari."

"Pernah menghadapi mayat yang melebihi ini ?"

"Ya aku pernah. bahkan lebih buruk lagi daripada kasus kalian."

Ron berjalan mendekati mayat sambil mengenakan sarung tangan karet. Matanya menyorot mayat dengan tajam inci demi inci. "Deskripsikan sedikit."

"Mungkin sekitar dua tahun lalu, mungkin aku masih menyimpan fotonya, mungkin saja. Kau tahu film Wrong turn ?"

"Aku pernah menontonnya bersama kekasihku seri yang ke enam. Ia sangat ketakutan setelah itu, hingga di malam itu aku harus bercinta sejenak untuk membuatnya lelah dan tertidur."

"Aku lupa seri yang ke berapa, bagian kepala seperempat terbuka, tetapi otaknya tak apa-apa."

"Mungkin saja pelaku hanya ingin menyiksanya dalam keadaan hidup, itu sangat menyakitkan, sial aku tak bisa bayangkan itu."

"Lalu aku pernah mengangut mayat yang seperti di siksa oleh iblis."

"Jelaskan."

"Seorang wanita." aku batuk hingga tersedak.

"Jelaskan."

"Aku tak tega mengatakannya. Seorang wanita berambut brunette berusia dua puluh tahun. Di temukan kedua pipnya dengan bolongan berdiameter kurang lebih enam atau lima centimeter, lalu tangan kanan yang hancur bahkan tulangnya terlihat, lalu tangan kirinya di potong, bagian dada yang sobek besar dengan sangat kasar sekali. Bagian kedua ginjal sobek dan ginjal tak ada di tempat."

Aku lemas, aku terduduk di depan korban, aku menutupi wajahku dengan kedua tanganku, sesekali membenarkan rambutku. "Tolong lanjutkan Gem dan tolong akhiri dengan cepat aku memohon."

"Anus yang sobek, kemaluannya juga sama, clitorisnya tak ada di tempat, dan bayak benda asing di dalamnya." aku menangis, begitu juga Gem, air mata Gem dengan cepat membasahi kedua pipinya.

"Aku selalu merenung mengapa manusia selalu lebih kejam di bandingkan hewan buas, semakin aku mendengar kasus kejahatan dngan hasil yang sadis aku makin dalam merenungi itu. Bahkan aku sempat tak mau melanjuti hidupku lagi karena aku adalah manusia, makhluk yang diciptakan sempurna oleh Tuhan namun lebih buas dari pada hewan. Aku selalu merenungi itu."

"Sangat memalukan sekali bukan, terlahir sebagai makhluk yang notabenenya paling sempurna namun lebih memalukan di bandinkan hewan. "

"Terima kasih telah bercerita Gem, kau membuat mataku bersih pagi ini, di mataku terlalu banyak debu yang sulit di keluarkan, dengan tangissan singkat ini rasanya mataku menjadi bersih. Bila kau sudah selesai kau bisa meninggalkanku sendirian di sini."

Gem meninggalkan aku sendirian di ruangan. Aku mulai bekerja, bangkit dari dudukku dengan langsung dan memperhatikan korban. Pertama-tama aku melucuti pakaian korban untuk memudahkan pekerjaanku, dan lagi seorang wanita, dengan rambut pirang.

Sepertinya langsung saja untuk pemeriksaan internal. Mungkin sebelumnya korban sempat di perkosa, aku harus mengetahui ini. Aku mengambil alat untuk mendapatkan info demikian. Nihil. "Sepertinya ini murni pembunuhan, tidatk ada campur aduk masalah sex"

Aku memperhatikan leher korban, leher dan kepalanya terpisah, spertinya ia tak murni di penggal, ada sebuah tanda di lehernya yang menunjukkan bahwa awalnya ia hanya ingin di gorok saja, tandanya terlihat cukup jelas. Pisau bisa kuyakinkan adalah M9 Bayonet. Aku pernah menonton video ISIS menggorok beberapa pria. Pisau M9 Bayonet terlihat sangat cepat untuk menggorok, bahkan dalam video itu hingga terputus. Aku berani menjamin bahwa ini adalah hasil M9 Bayonet.

Lalu ada sebuah luka lebam, hmmm ini bukan luka lebam, ini adalah babak belur hasil pukulan. Aku tahu ini pasti karena hantaman tangan, sudah terlihat jelas. Lalu perut yang sobek besar, dengan hasil, tidak begitu halus, tetapi dari hasil itu aku bisa melihat bahwa pelaku adalah psikpat agresif. Sial! Orang normal saja bila agresif sudah mengerikan, bagaimana dnegan psikopat. Tak terbayang. Isi perut sudah di pisahkan. Baiklah aku menjamin ini adalah sebuah kasus pembunuhan biasa. Hmmm mata yang di cabut sudah pasti menggunakan tangan. Dengan cara awal menusuk, mungkin.

Ben, Ryan dan Cassidy tetap dalam keadaan terduduk dalam kursi dan sofa, mereka terdiam. Maungkin mereka berpikir takut untuk di beban kasus ini. Padahal kasus yang sekrang kami hadapi belum selesai. "Ada yang memesan kopi " kataku masuk dengan membawa dua gelas kopi.

"Ah aku lupa." keluh Cassidy.

"Ah terima kasih banyak Ron." kata Ryan sambil berdiri. "Terima kasih banyak Ron"

Aku duduk dii sofa bersama Cassidy. Cassidy tengah membelai buah hatinya. "Kau tahu kasus ini mengingatkanku akan kasus di Jepang, seorang gadtis SMA berusia delapan belas tahun di culik oleh bawahan Yakuza, Junko Furuta."

"Nama yang tak asing bagi kita yang bekerja dalam bidang kejahatan." kata Ryan sambil meminum kopinya perlahan.

"Oh kasus itu, seorang gadis SMA yang di siksa oleh iblis. Ya aku sudah membacanya. Itu sangat gila dan tak bisa di terima dengan akal." kata Ben setelah itu ia meminum kopinya perlahan.

"Mengapa kalian melamun sebelum aku memasuki ruangan ini ?"

""Memikirkan apa yang ingin kulakukan nanti ketika kembali pulang, kurang lebih sama apa yang di pikirkan aku dan Ben.

Aku menggangguk mendengar itu dari Ryan. "Adikku nanti malam akan datang mengiap bersamaku."

"Kau pasti senang Ben."

"Ya begitu lah Ry."

"Apa ada yang ingin mengisi bahan obrolan ?" kami semua hening. Tak ada yang ingin mengisi bahan untuk kami bicarakan.

"Tidak ada dark joke ?" Ben menggeleng.

"Tak ada lelucon tentang apa pun itu ?" mereka semua menggeleng. Pagi yang menyebalkan.

"Aku masih perjaka, di saat aku kuliah banyak wanita yang mengejekku, namun mereka menelan ludah mereka sendiri, salah satu dari mereka menghisap kejantannaku dan mereka ketagihan hingga candu, bahkan hingga dua orang sekaligus yang melayaniku, dan dua kali pula aku ejakulasi, dalam muut mereka. Salah satu hal indah yang pernah kurasakan." tak ada yang merespon omongan Ryan.

Hening. Hal yang melanda kami semua. Kami tak tahu kapan hening ini akan terus melanda kami.

Cases Of GenocideTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang