Hari sudah berganti. Malam menjadi pagi, dan waktu akan terus berjalan tanpa henti. Malam berganti menjadi pagi, artinya aku harus bekerja lagi. Baiklah jika itu yang harus kulakukan. Aku bangun pelan dari ranjangku, sambil menyingkirkan tangan Julia yang memelukku. Aku memperhatikan Julia yang masih tertidur, sepertinya aku bukan suami yang dia inginkan. Julia terlalu cantik untuk merasakan betapa sibuknya aku dan jarangnya aku memiliki waktu untuk di habiskan bersamanya. Aku rasanya ingin berpisah dengannya. Tetapi tidak mungkin, Julia sangat menyayangiku, keluargaku juga menyayangi Julia.
Aku berjalan memasuki kamar mandi untuk membersihkan tubuhku. Selagi aku mandi, aku tidak meikirkan apapun, aku bagaikan robot yang sudah di program. Hanya melakukan aktifitas di dalam kamar mandi tanpa memikirkan apapun.
Aku membuka lemari mencari kemeja dasi, dan jas panjangku. Julia memelukku dari belakang, rasanya sangat hangat. "Ben, haruskan kau melakukan ini ?" kata Julia sambil memeluk tubuh bagian atasku tanpa tertutupi sehelai benang. Aku terdiam mendengar kata-kata itu. Aku berbalik dan memeluk Julia. Julia memelukku seperti seorang tentara yang baru pulang bertugas selama lima tahun. "Julia, ketahuilah, bahwa sebenarnya aku sangat menghabiskan hariku bersamamu dan juga anak-anak. Tetapi, pekerjaan ini....... memaksaku untuk menghabiskan hampir seluruh waktuku hanya untuk kasus ini." kataku dengan air mata keluar mengalir dan melepas pelukkan. Julia memelukku kembali. Mungkin baginya asing melihatku menangis di depannya. Julia melepas pelukkanya dengan sangat perlahan, setelah itu aku mencari pakaianku. Setelah aku mendapatkannya aku memeluk Julia untuk terakhir kalinya, karena di saat aku bekerja prioritas pertamaku adalah pekerjaanku, sedangkan Julia dan anakku yang kedua.
Aku mengendarai mobilku dengan kecepatan sembilan puluh km per jam. Di tengah sepinya perjalanku, ponselku berdering.
"Halo, ada apa Cassidy ?"
"Aku sudah mendapatkan identitas korban dan juga biodatanya."
"Baiklah, aku akan sampai di sana dalam hitungan menit. Aku akan mengendarai mobilku dengan kecepatan satu juta tahun cahaya."
"Baiklah, aku menunggumu."
Baiklah, semua korban sudah teridentifikasi, saatnya mengetahui siapa saja korban. Aku harap aku bisa mendapatkan sesuatu dari biodata dan identitas korban. Aku mengambil ponselku kembali yang tadinya kutaruh di saku jasku. Aku menelfon ayahku. Dengan cepat ayahku mengangkatnya.
"Ayah, ini aku."
"Ben akhirnya kau menelfon ayahmu juga. Aku sangat menunggu kau menelfonku. Apa yang ingin kau bicarakan nak ?"
"Aku akan menginap di rumahmu selama dua hari satu malam. Aku, Julia dan juga anak-anakku"
"Ooooo, aku merindukan anak-anakmu, pintu rumahku akan selalu terbuka untukmu nak. Menginaplah di rumahku kapan saja nak."
"Aku akan menginap mulai esok."
"Oooo, kau akan menginap esok ?, aku harus menyiapkan semuanya terlebih dahulu, Champaigne, Wiski, Dalmore, Vodka, Cognac dan lainnya."
Aku tertawa sedikit.
"Tidak perlu berlebihan ayah. Aku merindukan di saat aku dan ayah berjudi dengan chip palsu yang kubeli dari temanku."
"Aku juga merindukan momen itu nak. Kau selalu kalah melawanku." aku tertawa mendengar apa yang ayahku katakan.
"Tetapi kali ini pasti aku akan menang melawan ayah. Ayah, aku harus bekerja. Sampai jumpa esok."
"Ow, baiklah kau harus bekerja. Aku akan menuggu kedatanganmu esok nak. Sampai jumpa Esok."
Aku yakin anakku akan senang, dan aku bisa menghabiskan waktuku bersama orangtuaku dan juga Julia.
Akhirnya aku sampai di tempatku bekerja. Aku segera mencari dan memasuki ruanganku. Di saku jas panjangku terdapat dua bungkus Marlboro Red. Aku tidak tahu sejak kapan aku mulai kecanduan batang beracun itu. Aku melihat Cassidy duduk di mejaku sambil membolak balik dokumen. Aku jalan mendekatinya.
"Jadi siaa saja korbannya ?"
"Identitas dan biodata yang kudapat ini dari semua korban dari kejadian."
"Ow itu bagus, dari sekolah terlantar sampai kantor pejagalan itu."
Cassidy memberikanku dokumen yang cukup tebal, matanya tetap tertuju kepada dokumen yang ada di depannya. Aku mengambilnya, aku duduk di belakang Cassidy. Di saat aku duduk, aku melihat Ryan sedang menggenggam botol pipih di jendela. "Hey Ryan apa yang kau minum ?" tanyaku. "Hanya sebuah Dalmore," aku hanya diam saja dan mulai membuka dokumen untuk melihat isi dokumen.
Korban pertama, Jean Gaultier Lavigne. Pria berumur dua puluh sembilan tahun, pindah ke Amerika tahun dua ribu tujuh, mengikuti ayahnya karena ayahnya adalah seorang pebisnis sibuk, seharusnya hari ini dia bersama keluargnya terbang ke Bulgaria bertemu klien ayahnya.
Cassidy bekerja dengan bagus, mendapatkan info yang cukup lengkap. Aku membalik kertas Jean. Korban selanjutnya, adalah seorang skater, Parker Aguero. Berusia sembilan belas tahun, dia adalah anak muda yang kulihat di lokasi di saat kupejamkan mataku. Di hari ini dia seharusnyaa kuliah, di saat kejadian dia sedang tidak masuk dengan catatan izin, karena dia ingin menjenguk saudaranya yang sakit. Anak seorang pebisnis, dan soerang skater, apa hubungannya ?, lupakan ini dulu aku ingin melihat yang lain.
Seorang lansia, bernama Moses Joseph. Berusia enam puluh satu tahun. Menderita penyakit jantung koroner, sudah tiga tahun. Seorang pemilik toko perkakas yang lumayan besar, di saat kejadian dia baru saja membeli persediaan untuk tokonya. Korban selanjutnya Jerry pepper. Merupakan seorang Kanada dulu, sudah mendapatkan kewarganegaraan lima tahun lalu. Sudah menikah, berusia tiga puluh tujuh tahun, seorang pekerja di perusahaan farmasi swasta. Di saat kejadian korban menuju suatu cafe karena alasan ada meeting di luar perusahaan.
Korban keenam, Aleandro Rico. Seorang pengusaha, dia mengawasi usaha ayahnya, yaitu restoran sea food. berusia dua puluh delapan tahun. Di saat kejadian, dia baru saja kembali dari sebuah market untuk mencari pasokan ikan. Korban ketujuh, seorang wanita. Lori Garcia. Berusia dua puluh tiga tahun. Seorang instruktur olahraga. Pantas tubuhnya sangat menakjubkan. Di saat kejadian baru pulang dari gym melatih selama dua jam.
Korban kedelapan. Rio Joven Bolanos. Seorang pemilik perusahaan, baru saja memenangkan saham sebesar $2.000.000. Waw, kurasa dia meretas sehingga bisa memenangkan itu. Berusia tiga puluh tahun, saat kejadian, dia baru saja mencairkan hasil menang saham dan dalam perjalanan pulang. Korban kesembilan. Mia Lavalette Restignac. Seorang manager bank berusia dua puluh lima tahun. Di saat kejadian baru saja selesai makan siang dan ingin menemui kekasihnya. Kekasihnya berada di........ oh tidak, kekasihnya berada di sebuah motel, aku yakin mereka ingin membuat penyakit AIDS.
Masih ada sembilan korban lagi. Sebentar dulu, aku ingin meregangkan tubuhku. Aku berjalan ke arah jendela sambil meregangkan tubuhku. Tanganku merogoh jas panjangku, aku mmebuka segel pada Marlboro Red, tetapi ku tdiak jadi untuk menghisap batang beracun ini. Aku sedang tidak mood. "Cassidy, kau sudah membaca dokumen para korban ?" tanyaku sambil menatap keluar. "Hampir,".
Aku tidak sabar ingin mengunjungi orangtuaku. Aku ingin berjudi dengannya sampai fajar datang, dan aku tak sabar untuk tertawa bersama keluargaku yang...... aku rasa tidak cukup bahagia. Karena aku sendiri di buat sibuk oleh pekerjaan. Setidaknya anakku tidak kekurangan kasih sayang dan juga perhatian, karena dengan kurangnya kedua hal itu. Itu bisa menjadikan anakku menjadi buruk. Aku benar-benar tidak bisa sabar menunggunya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Cases Of Genocide
Mystery / ThrillerPembunuhan secara besar-besaran terjadi, korban tewas dengan cara yang berbeda-beda. Tidak ada pesan yang tertinggal di lokasi pembunuhan maupun di tubuh korban. Detektif Ben Zeckliff, bersama teman-temannya mencoba menyelidiki siapa otak di balik s...