I gotta face this nightmare again ?

422 30 1
                                    

Pukul 05.00 pagi.

Aku sudah bangun, aku bangun dengan Julia di dalam pelukanku. Rambut panjang indahnya terurai di bantalku, melihat ini, aku hanya ingin menyelesaikan kasus ini agar aku mempunyai banyak waktu, khususnya untuk anak dan istriku. Aku melepaskan tangan Julia dengan perlahan. Di saat pelukannya terlepas dariku, aku bersiap-siap untuk berangkat. Apakah aku harus menghadapi mimpi buruk ini lagi ?, itu merupakan pertanyaan yang rancu bagiku, walau secara bahasa itu bukanlah pertanyaan yang rancu.

Hanya dalam sepuluh menit aku sudah siap, siap bekerja, dan juga....... menyelesaikan mimpi buruk ini. Di saat aku berkaca, Julia terbangun. "Ben, apakah kau akan berangkat ?" katanya dengan suara yang cukup jelas.

Aku berjalan pelan keranjang lalu duduk. Aku membelai rambut Julia perlahan, Julia menaruh kepalanya di bahuku. "Aku harus menyelesaikan kasus ini sayang. Aku ingin menyelesaikan kasus ini karena aku ingin mempunyai banyak waktu dengamu dan anak-anak."

kataku dengan pelan dan tak berhenti membelai Julia. Julia mengangkat kepalanya dari bahuku lalu memelukku dengan pelan namun penuh perasaan. "Aku mengerti pekerjaanmu Ben, aku menyadari bahwa kau merasa sangat bersalah karena kau tidak mempunyai banyak waktu untuk di luangkan bersama keluargamu. Mungkin anak-anak tidak begitu mengerti keadaanmu sekarang, tetapi aku mengerti keadaanmu sangat baik.".

Aku hanya mempererat pelukan Julia. Lalu Julia melepaskan pelukannya dengan cepat. Lalu aku mengecup Julia pelan. "Aku sudah berkata kepada anak-anak bahwa aku akan bekerja, jagalah mereka." lalu aku meninggalkan Julia di ranjang dan tempat peristirahatanku.

Aku menyalakan sebatang rokok yang berada di pintu mobilku, aku tak tahu itu rokok siapa. Aku dulunya adalah seorang perokok yang bisa dikatakan perokok berat, namun aku sekarang sudah berhenti, tetapi terkadang aku masih menghisap racun itu di saat aku merasa stres atau lainnya. Marlboro Red, rokok yang juga di gunakan oleh salah satu anggota band rock terkenal. Zacky Vengeance, dari Avenged Sevenfold. Setelah itu aku meyalakan mobilku dan memacu perlahan sampai mencapai kecepatan sembilan puluh km/jam, mungkin kurang dari itu.

Aku tidak memikirkan apapun selama mengendrai mobil dan menghisap batang beracun itu. Aku sampai dalam kurun waktu kurang lebih tiga puluh menit. Kantor FBI masih terbliang sepi. Mungkin hanya ada beberapa puluh orang yang sudah hadir di kantor ini. Aku segera memasuki ruanganku, aku membawa satu bungkus rokok marlboro yang berada di mobilku, masih tersisa kurang lebih dua puluh empat batang. Aku menyalakan komputer di mejaku. Setelah aku menyalakan komputer aku memasukkan data diriku, lalu aku hanya membiarkan komputer itu menyala begitu saja. Aku menaruh jas panjangku di kursi yang tersedia di mejaku. Aku mengeluarkan batang racun itu lagi, membakarnya lalu menghisapnya.

Langit belum cukup terang, biasanya aku di waktu seperti ini, aku masih tertidur bersama Julia, bukan berada di tempat ini, dan menyelesaikan pekerjaan. Teganya pelaku membunuh orang-orang tidak berdosa, dan sialanya beraninya dia menganggu ketenanganku. Demi Tuhan aku akan membunuhnya di saat aku menangkapnya nanti, akan kupenggal kepalanya dengan pisau Kukri, dan aku akan menyebarkan aksiku ke publik, untuk membertahu mereka bahwa aku sangat mencari pelaku, dan di saat aku mendapatkannya aku memusnahkannya.

Aku tidak tahu berapa lama dan berapa batang racun yang sudah kuhisap selama aku memandangi langit yang kosong dengan sepasang mataku. Aku mendengar suara langkah kaki dari belakangku. "Hey bung, apa yang kau lakukan ?", Ryan.

"Aku tidak melakukan apapun Ryan.".

"Dari nadamu mengucapkan kata-kata itu sepertinya kau merasa kesal.".

Aku mengangguk. "Apa yang terngiang di kepalamu Ben ?",  aku terdiam sebentar.

"Anak dan istriku. Aku hanya ingin menyelsaikan kasus ini dengan cepat, setelah itu aku ingin memeluk istirku dengan erat dan penuh perasaan senang. Begitu juga kepada anak-anakku. Aku merasa bersalah, karena aku tidak mempunyai waktu yang diluangkan bersama keluargaku.

"Indah sekali." katanya dengan senyum.

Cassidy berjalan memasuki ruanganku, lalu dia duduk di sofaku, Ryan hanya meliriknya sekejap. Aku meninggalkan jendela di mana aku melamun. Aku memperhatikan Cassidy, wajahnya terlihat kesal.

"Janganlah kau merasa kesal karena kasus ini, bila kau merasa kesal kau akan mengerjakan kasus tidak dengan sepenuh hati." kataku sambil mengelus pipinya.

"Aku memang merasa kesal, karena aku ingin sekali menghabiskan waktuku bersama Rega dan anakku. Tetapi semua itu harus tersita karena kasus ini."

"Aku juga merasa kesal karena kasus ini. Tetapi aku mengerjakan kasus ini dengan sepenuh hati walau aku seringkali mengeluh." kataku dengan tetap mengelus Cassidy.

Cassidy hanya mengeluh melalui wajahnya. Aku melepaskan jariku dari Caasidy. "Maafkan aku, jangan lah merasa terangsang." kataku karena aku tak sengaja menyenggol bibir Cassidy.

"Sedikit sentuhan saja pada bibir istriku itu akan merangsanya dan membangunkan hasrat seksualnya. Karena aku tahu bila bibir adalah bagian tubuh wanita yang sensitif." Cassidy membasahi bibirnya.

"Aku tidak merasakan apapun." katanya dengan datar.

"Kalian berdua sama-sama ingin menghabiskan waktu dengan keluarga kalian ya, aku hanya ingin menghabiskan waktuku dengan kedua orangtuaku. Walau aku sudah mempunyai rumah sendiri, sekarang aku sedang menginap di rumah mereka, karena aku merindukan mereka. Aku juga ingin menghabiskan banyak waktuku untuk mereka. Karena aku belum menikah, aku hanya ingin menghabiskan waktuku bersama kedua orangtuaku. Bila aku sudah menikah, pastinya aku akan menghabsikan waktuku bersama istriku." kata Ryan yang duduk di kursi depan mejaku.

"Ry, siapa teman terbaikmu ?" kataku.

"Henry, Peter, Daniel, Rino, Raino, Hawk. Itu semua sahabatku di saat aku sekolah menegah pertama dan awal."

"Apa teman terbaikmu ? "kataku tetap berada di sofa dan menatap lurus keluar ruanganku.

"Apa ?, apa ini meliputi benda mati juga ?"

"Ya." jawabku pelan.

"Aku tidak tahu." jawabnya dengan spontan.

"Senjata tajam, senjata api, bayanganmu, cermin dan, masa lalumu." kataku sambil berjalan ke arah Ryan, dan di saat aku megucapkan kalimat terakhirku aku mengetukkan jari telunjukku di dada Ryan.

"Mengapa begitu ?" tanya Cassidy.

"Senjata tajam tidak akan menikammu dari belakang tanpa pengguna, sedangkan temanmu bisa menikammu dari belakang, senjata api tidak akan menembakmu di belakang tanpa pengguna. Bayanganmu tidak akan membawamu ke arah yang salah, cermin tidak akan mengejekmu di saat kau sedang jatuh, dan masa lalumu akan mendukungmu untuk menjadi lebih baik." jelasku.

"Teman yang sangat baik yang pernah ada, sayangnya aku tidak mengetahui atau tidak menyadari itu." kata Ryan.

"Dulu aku pernah mengikuti turnamen Taekwondo, aku kalah di saat itu, kakiku hampir patah dan aku menederita cedera bahu yang cukup parah. Lalu setelah beberapa lama ada lagi turnamen Taekwondo. Aku sempat pesimis bila aku mengikuti lagi aku akan kalah dengan luka yang cukup menyakitkan. Di saat itulah masa laluku mendukungku. Seolah olah masa laluku berkata layaknya motivator, "lupakan aku, aku adalah masa lalumu, bila kau terus mengingatku, kau tidak akan menjadi lebih baik, lupakan aku atau kau tidak pernah menjadi lebih baik,", kurang lebih seperti itu masa laluku mendukungku."

"Benar-benar teman terbaik, terbaik dari yang terbaik." kata Ryan.

"Ben, apakah kau merasa bahwa ini adalah mimpi buruk yang sangat nyata ?" kata Cassidy.

"Ya." jawabku dengan cepat dan yakin.

"Apakah kau ingin menyelesaikan kasus ini ?"

"Bila aku menghindar tidak akan menyelesaikan kasus, dan bila kau bertanya apakah aku harus menghadapi mimpi buruk ini, jawabanku adalah iya, bila itu bisa membuat aku menikmati waktuku dengan anak dan istriku. Aku akan menerima apapun yang akan kuhadapi dengan lapang dada. Apapun itu."

Cases Of GenocideTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang