Alright, lets talk about it

463 35 5
                                    

Aku, Ryan dan Cassidy tetap berada di ruang otopsi, kami menunggu Ron. Aku harap Ron membawa sesuatu yang bisa membawa kami ke suatu hal yang sangat membantu.

Ryan sedang menenggak segelas kopi Robusta Arabica sambil menyanyi, aku rasa Ryan sebenarnya sedang menjernihkan pikirannya. Sedangkan Cassidy meminum segelas teh yang berasal dari dataran Cina tempat ibunya. Aku berjalan ke arah Ryan.

"Hey bung." kataku sambil menyenggol tangan kirinya dengan sangat pelan.

"Hey Ben." balasnya hanya dengan sepatah kata.

Aku memperhatikan Ryan, matanya menatap lurus ke luar ke arah langit yang berwarna putih karena tertutup awan.

"Terkadang aku sangat menyesal dan malu terlahir sebagai manusia."

Aku hanya terdiam.

"Aku merasa malu dan sangat menyesal karena manusia saling melukai satu sama lain, mereka membunuh, dan.......  bila aku membandingkan manusia, aku membandingkan manusia dengan hewan. Hewan tidak menyakiti satu sama lain kecuali itu untuk bertahan hidup, mereka mendapatkan betina juga bila itu untukbertahan hidup, dan mereka harus bertarung dengan spesies yang sama dengan tujuan bertahan hidup. Sedangkan manusia saling membunuh karena.... bisnis, mata pencaharian, saingan, dan lain sebagainya."

Ryan membuatku terdiam dan tak tahu aku ingin berkata apa.

"Matapencaharian harus membunuh seseorang ?, lebih baik aku menjadi pengemis di jalanan yang mengharapkan belas kasih dari pengguna jalan. Andai aku mati, itu pun aku mati karena kelaparan, kehausan, atau aku mati kedinginan. Rasanya mati seperti itu lebih terhormat dan bumi lebih menerima." Ryan menenggak kopinya dua tegukkan.

"Karena saingan bisnis kau harus membunuh seseorang, itu adalah hal konyol, dengan membunuh seseorang dalam saingan bisnis itu tidak membuatnya maju, itu pandangan dari kaca mataku. Kau membunuh saingan bisnismu agar kau lebih maju ?, mengapa kau tidak membunuh Bill Gates dan Steve Jobs ?, bukankah mereka saingan bisnis ?, membunuh adalah hal yang konyol. Bila aku bisa berkomunikasi dengan tuhan langsung, aku ingin menjadi seekor hewan. Tetapi itu tidak akan mungkin. Benar kan ?" Ryan tersenyum kepadaku dan setelah itu dia menghabiskan kopinya yang sudah tidak panas lagi.

Sepertinya aku mendapatkan ceramah dari seorang calon pendeta. Itu semua benar. Aku merasa menjadi sangat terhina sekali. Rasanya aku tidak ingin ke bar pamanku. Sepertinya sore nanti aku akan ke gereja tidak ke bar pamanku.

"Siang yang cukup indah bukan Ben ?"

Aku hanya mengangguk terdiam saja, aku masih memikirkan kata-kata Ryan, oh Tuhan. Sepertinya aku ingin reinkarnasi menjadi seekor hewan. Karena mereka lebih mulia di bandingkan manusia.

"Mengapa Ron tidak kembali juga ?, apa yang dia lakukan di tempat pembantaian itu ?, aku saja tidak betah berada di tempat pejagalan itu."

"Aku juga tidak betah Ryan, terlalu lama melihat darah dapat membuatku gila, gila yang sangat parah."

"Bukankah kau detektif senior ?, mengapa kauberkata begitu Ben? "

"Semua itu butuh proses Ryan, aku baru menjai detektif senior selama satu tahun. Mungkin bila sudah lebih lama dari itu aku akan baik-baik saja berlama-lama dalam ruang penuh darah."

"Ya semua itu memang membutuhkan proses."

"Ron kau sudah kembali." kata Cassidy dengan nada sedang melihat Ron berjalan menuju ke meja Caasidy."

"Jadi apa yang kau temukan ?"

Ron hanya membuat angka nol dengan jarinya.

"Benarkah ?"

Cases Of GenocideTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang