✒2. Sang Ketua PMR

25.4K 1.4K 14
                                    

.Aretha Derina Sharon.
-In Mulmed-

"ARETHA-ARDEN, YAAMPUN KALIAN TIDUR SEKASUR LAGI!" Wanita paruh baya namun masih nampak modis menggebrak meja belajar Aretha dengan gagang sapu ditangannya.

Mata wanita itu melotot sempurna melihat sudah berapa kali adegan tidak senonoh antara saudara kembar itu terjadi. Benar, mereka memang saudara sekandung. Tapi tidak sepantasnya mereka tidur satu kasur di umur 17 tahun yang hampir matang ini.

Wanita itu geleng-geleng kepala, dengan cepat dia menoel kedua kaki anaknya dengan rusuh. "BANGUN ATAU MAMA GAK AKAN KASIH UANG JAJAN."

Sontak saja kalimat itu membuat keduanya terbangun tegap. Aretha mengucek matanya, bangun dengan keadaan kepala berada di ujung kasur memang menyebalkan. Gara-gara Arden dia tidak bisa tidur dengan gaya bebas.

Ardenpun sama, dia terbangun dengan kaki Aretha berada di perutnya. Sungguh sialan. Posisinya selalu berakhir miris jika tidur dengan Aretha.

"Mama ngomel mulu tiap pagi gak pegel ma." Aretha bangkit dari kasurnya. Bukan untuk terjaga melainkan untuk mengambil gulingnya yang jatuh di lantai. Lalu kembali tidur tanpa rasa takut sedikitpun dengan sang mama.

Wanita paruh baya itu kembali geram. Untung belum jadi nenek-nenek, kalau tidak wanita itu sudah kena struk karena mengurusi kedua bocah SMA yang nakalnya gak ketulungan ini.

"Aretha bangun atau mama bakal bilang ke kakak kamu untuk gak ngebolehin kamu pinjem hils."

Bangun. Bukan lagi, tapi Aretha langsung masuk kamar mandi. Iya, ancaman mamanya itu selalu berhasil untuk Aretha. Dimana dia selalu meminjam barang-barang keren milik kakak perempuannya sedangkan dia sendiri tidak dibolehkan membeli benda-benda mahal seperti itu. Tentu, dari kecil, Aretha dan Arden selalu didik untuk berhemat dan mandiri.

Itu karena kedua kakak mereka selalu dimanjakan dan hasilnya malah manja. Jadilah imbasnya ke si kembar Arden dan Aretha.

Terdengar kekehan kecil dari Arden yang kini sudah ikut beranjak lantas mencium pipi mamanya gemas. Kalau dia seumuran dengan mamanya, Arden pasti langsung jatuh cinta pada wanita paruh baya yang masih cantik dan modis itu.

"Mama yang cantik nan jelita. Gak boleh marah terus, nanti cantiknya ilang." Kecup Arden lagi pada pipi lain mamanya, tidak lain dan tidak bukan adalah Vanda.

"Kamu ini dasar,-" Vanda sudah ingin memukul Arden dengan sapu karena tidak permisi menciumnya. Lalu dengan tampang slenge-annya Arden berlari sambil terkekeh.

"Dah mama, Arden mau mandi wajib dulu." Katanya menggoda Vanda yang kini meletupkan api dikepalanya.

"Astaga ini aku ngidam apa bisa punya anak-anak bandel. Duh, untung sayang." Vanda geleng-geleng kepala lalu memijit dahinya pelan.

¤¤¤

"HORMAT... GRAK!" Perintah sang empunya upacara di tengah lapangan.

Aretha mengangkat tangannya naik kebawah topi. Tidak memandang bendera, matanya malah meliriki gerak-gerik setiap siswa kelas 10, pos tempatnya berjaga. Ada yang aneh, dia menemukan seorang gadis dengan wajah pucatnya meremas rok abu-abunya sambil bergumam. Diantaranya ada yang berbisik-bisik, dan sisanya mencoba mencuri pandang ke Aretha yang kini membalas dengan melotot.

Siapa yang berani pingsan jika sudah ketua PMR sendiri yang turun berjaga di lapangan. Tidak ada. Satu siswapun tidak mau mendapatkan perawatan kejam dari seorang Aretha. Si ketua PMR yang sudah dicap sebagai ketua pembalut luka paling sadis diantara bawahannya.

The Bad Twins [COMPLETE]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang