✒38. Sebuah Rencana

10K 702 9
                                    

Aretha menelungkupkan wajahnya keselimut ketika hujan malah semakin deras diluar sana, jam di kamarnya sudah menunjuk ke angka 7 malam. Dan Aretha menjadi gelisah tanpa alasan.  

Arden yang baru saja masuk kedalam kamarnya dengan membawa dua gelas susu coklat bersimpu tepat di ujung kepala adiknya, kembarannya itu menjitak kepala Aretha pelan lalu mengangkat paksa tubuh adiknya dari selimut.

"Nyusu apa nyusu." Goda Arden berhasil membangunkan decakan jijik dari Aretha.

Gadis itu menegakkan tubuh lalu duduk disamping Arden sembari menyeruput susu hangat dari gelas yang diberikan kakaknya.

Arden melakukan hal yang sama, sambil memainkan ponsel lelaki itu mendengus, "apes nih ujan terus." rutuknya meletakkan ponselnya di meja kecil dekat tempat tidur setelah selesai mengutak-atiknya. 

Aretha melirik, "mau jalan lo ya?"

Tidak ada dua detik ketika Aretha menutup mulut, justru kekepoannya meningkat begitu saja setelah baru saja matanya menangkap layar ponsel Arden yang menyala. "Eek.." Aretha mengumpat tertahan ketika justru Arden tersenyum lebar kemudian berlalu meninggalkan Aretha sendiri di kamar.

"Najis udah maenan vidcall." Dengus Aretha kini merasa benar-benar ditinggalkan.

Lagi-lagi gadis itu melirik jam dan ponselnya yang diam seribu bahasa tanpa sama sekali berniat untuk menyala, membuatnya makin kesal. Aretha tidak tau kenapa sejak tadi ia gelisah, yang jelas matanya tidak bisa terpejam padahal cuaca sangat mendukungnya untuk beristirahat.

Aretha mendengus sekali lagi, memilih menghabiskan susunya gadis itu duduk diatas sofa emotikonnya sambil bersenandung ria dengan suara deheman.

Gadis itu seperti sedang mengulang sebuah kalimat yang mengganggunya sejak pulang sekolah tadi, "Jadi, nanti malem kita kemana?"

Sialan! Suara khas brengsek dari Kanoa berhasil membuat Aretha cemberut dan gadis itu langsung kembali meneguk susunya sampai habis. Hingga sebuah suara membuatnya terkejut setengah mati.

"ARETHA TURUN NAK, ADA TAMU."

"Huuekk." Aretha memuntahkan susunya dari mulut karena tersedak. Gadis itu melotot tajam tatkala berusaha menetralisir detak jantungnya yang tiba-tiba menggebu tanpa sebab.

Bersiap, Aretha merapikan rambutnya asal lalu berlari ke lantai bawah dengan kecepatan tinggi. Gadis itu berfikir untuk mencegah kekacauan yang akan terjadi.

Fikirannya sudah melayang kesana kemari memikirkan bagaimana si brengsek itu beraksi.

"Sial." Aretha mengumpat disepanjang jangkauan kakinya melangkah, ia tidak menyangka si brengsek itu akan datang langsung ke rumahnya tanpa permisi seperti ini. Aretha tentu tidak menyiapkan alasan apapun untuk hanya sekedar mengusirnya.

Namun anehnya, suara seorang wanita membuat Aretha terdiam. Belum genap ia menginjak tangga terakhir, gadis itu segera menarik nafas dalam.

Aretha merasa kecewa dalam sekali tatap.

"Malam nak Aretha." Suara itu khas menyambut Aretha menuruni tangga dengan perasaan yang berganti menjadi rasa bersalah. Lagi-lagi perasaan itu kembali muncul didalam dadanya.

"Tante kangen kamu. Kamu apa kabar?" Wanita paruh baya itu berkata lagi sembari merentangkan tangan untuk memeluk Aretha.

Gadis itupun sama, membalas pelukannya dengan anggukan pelan di kepala. "Baik tante. Tante sendiri apa kabar?" Jawab Aretha ringan dengan gejolak didada yang berbeda dari beberapa detik lalu. 

Wanita itu melepaskan pelukannya, "tante sempat sakit sih." Ujarnya terlihat menggoda Aretha, namun sayangnya tampak begitu jujur dan lemah. 

"Tante Sania kambuh lagi sakitnya?" Tanya Aretha setengah panik, dia baru saja menjadikan dirinya sendiri sebagai objek alasan kenapa Sania sampai jatuh sakit.

The Bad Twins [COMPLETE]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang