✒39. Permintaan Maaf

9.7K 678 25
                                    

Amanda melirik kearah kiri ketika justru orang disebelahnya menunduk sambil memijit pelipisnya. Keduanya bingung, namun tentu orang disebelah Amanda lebih bingung.

"Jadi gimana keputusan lo?" Pertanyaan Amanda membuat cowok disebelahnya mendongakkan dagu.

"Menurut lo ini akan berhasil?"

Sekali lagi, cowok disebelahnya membuat Amanda naik darah.

"Kalau lo plinplan gini gue beneran gak akan bantu lo lagi Yan. Lo tau kan gimana Aretha. Seenggaknya gue anggep elo lebih dewasa dari Aretha. Jadi plis gak usah ngehindarin dia juga karena kebingungan elo yang bahkan gue gak ngerti alesannya.

Gue gak akan tanya kenapa sampai sekarang lo masih sama Latisa. Itu terserah lo, itu hak lo. Tapi lo juga harus pikirin gimana perasaan Aretha."

Kalimat itu berulang kembali untuk membuat Delvian tersadar.

"Menurut lo gue harus samperin dia? Minta maaf gitu?"

Amanda menarik nafas panjang. "Oh God! Lo minus dalam hal ginian Yan, sumpah. Gini lo,-" Amanda memutar tubuhnya untuk menghadap sempurna ke Delvian.

"Aretha itu keras kepala Yan. Mau berapa kali lo minta maaf juga percuma kalau dari elo sendiri gak berani ngajak Aretha ngobrol lebih lama dari sekedar ngomong minta maaf doang." Amanda kembali menarik nafas.

"Jadi maksud lo gue.."

"Lo harus ikut ke rumah Aretha sama nyokap lo." Potong Amanda mempertegas karena tidak yakin Delvian akan mengerti maksudnya.

Delvian diam, sejujurnya ia ragu tentang hal itu. Rasanya sulit bertemu dengan Aretha, apalagi mencoba bicara dengan gadis itu setelah semua yang ia perbuat. Lagi pula acara itu hanya akan membuat dirinya dan Aretha menjadi canggung.

"Tapi acara itu.."

"Stop!" Lagi-lagi Amanda memotongnya. "Acara itu adalah kesempatan satu-satunya buat lo dan Aretha bisa baikan. Selain itu, kesempatan buat kita." Amanda mendongak menatap mata sendu Delvian, "Sejujurnya gue capek Yan.." Mata berbinar dari Amanda seakan menusuk dada Delvian, sepertinya gadis itu sudah lelah dengan pertengkaran konyol yang terjadi diantara mereka.

Jujur saja, Delvianpun sama, ia malah merindukan Bandung. Hanya sesaat ingatannya terbesit, tentang lima orang termasuk dirinya, yang membuat dunia lebih indah dan mudah untuk dihadapi. Dengan tawa dan tanpa penghianatan.

"Gue tau masa lalu gak akan bisa balik lagi. Tapi bisa gak sih kalau kita semua gak egois. Semenjak kita pindah ke Jakarta, hubungan kita semua pecah. Lo sibuk nyiptain jarak sama Aretha karena nyokap lo. Aretha juga sibuk ngebenci elo karena Latisa. Sedangkan Arden sibuk dengan Hairin. Kanoa, dia terlalu dingin dan cuek sampai dia lupa semuanya tentang kita. Dan gue, gue selalu sibuk buat mikirin Arden." Amanda menghela nafas pendek. Ia juga bersalah dalam hal ini.

Sedangkan Delvian memilih mengelus rambut Amanda singkat, ia tau bagaimana perasaan itu tidak pernah terbalas. "lo masih suka sama Arden? Sorry, harusnya gue ada buat ngehibur lo sebagai sahabat." Dia tau bagaimana Amanda sangat mencintai Arden, tapi tentu dia juga tau Arden hanya menginginkan Hairin.

Amanda menaikkan alis, lalu menengok sarkartis kearah Delvian. Dia paling benci dikasihani,lagi pula Delvian tidak tau apa-apa. "Telat lo. Sekarang Arden udah milik gue."

Delvian benar-benar ketinggalan berita jika masih menganggap cinta Amanda tidak terbalas.

"Hah! Maksud,-"

The Bad Twins [COMPLETE]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang