Amanda memandang sengit cowok disampingnya, bukannya tersenyum justru wajah mengerikan yang terhias di wajah Amanda. Gadis itu menyeruput jus melonnya setengah habis, jengkel karena cowok disampingnya diam saja Amanda segera menghela nafas panjang.
"Lo mau ngomong atau gue pulang." Amanda hendak bangkit lalu ranselnya ditarik oleh cowok itu dengan menggelengan kepala.
"Gimana menurut lo?" Cowok itu mendongak, sekali lagi tangannya memijit pangkal hidungnya. "Menurut lo Aretha bakal salah paham?" Otaknya sudah betul-betul mentok.
Amanda berdecak, "iya iyalah Yan. Lo itu bego ya. Lo bilang dia sahabatnya seakan-akan lo emang mau Aretha pergi dari elo." Amanda duduk lagi, dia memutar tubuhnya agar bisa duduk menghadap cowok disebelahnya, Delvian. Gelas plastik ditangannya langsung dilempar ke tong sampah setelah sebelumnya menyeruput esnya sampai habis.
"Lo ini sebenernya masih suka gak sih sama Aretha. Atau lo udah fix sama Latisa? Jangan php-in anak orang dong." Ujar Amanda setengah kesal pada Delvian.
Entah sejak kapan keduanya akrab, yang jelas sejak Delvian dan Aretha putus, Amanda memang selalu mendapat pesan dari Delvian. Bahkan beberapa kali mereka bertemu.
Tanpa sepengetahuan Aretha, juga Arden.
"Percuma gue belagak begok didepan Aretha. Percuma gue beberin kegiatan Aretha selama ini ke elo kalau ujung-ujungnya lo ngelepas Aretha gitu aja." Amanda ikut memijit pangkal hidungnya.
"Gue gak mau Aretha pergi. Tapi gue juga gak mau bunda makin sayang ke Aretha kalau gue tetep maksain tunangan dan pacaran sama dia. Menurut lo posisi gue gimana? Serba salah Amanda." Tutur Delvian membuat Amanda mendengus.
"Ya lagian elo sih pake gak cerita masalah sebenernya apa ke gue. Tau gitu kan dari dulu gue bantu nyelesaiin. Kalau gini kan Aretha jadi nganggep dia yang salah." Amanda menopang dagunya sendiri dengan bimbang. Dia jadi ingat pernah membaca buku diary Aretha.
"Menurut lo Aretha bakal nyalahin dirinya sendiri?" Tanya Delvian dengan semburat wajah yang tidak bisa dijelaskan.
Amanda mengangguk dalam diam. Gadis itu tentu tidak akan membocorkan isi buku diary Aretha.
"Yan, gue punya pertanyaan penting buat lo. Untuk kali ini kalau lo jawab sesuai apa yang gue mau, berarti gue akan lanjut bantuin elo untuk mecahin masalah lo sama Aretha. Gue rela jadi perantara gak kasat mata diantara kalian berdua sampai, ah terserah sampai kapan.
Tapi pertanyaan ini harus lo jawab bener. Serius dan gak pake bohong."
Delvian mengangkat dagu, sedangkan Amanda menarik nafas panjang.
"Apa?" Tanya Delvian.
"Lo masih suka Aretha? Maksud gue cinta?" Amanda mengernyitkan dahi.
Delvian mendesah pelan sebelum akhirnya mengangguk.
"Kalau Latisa?"
Delvian diam. Bagaikan dicambuk sesuatu, cowok itu bagai memutar sebuah memory yang sangat sulit ia abaikan. Nama itu membuat dirinya terpejerat. Jujur saja.
Amanda menarik nafas kasar melihat perubahan ekspresi Delvian.
"FIX GUE GAK MAU BANTUIN ELO LAGI." Amanda sudah ingin pergi, kali ini benar-benar dia muak dengan Delvian.
"Dasar cowok plin plan." Cibir Amanda menarik ranselnya naik keatas bahu dan pergi.
Disisi lain Delvian bimbang, antara ingin mengejar Amanda atau tidak. Antara dia harus bicara terus terang atau tidak.
"AMANDA GUE BISA JELASIN." Akhirnya teriakan Delvianpun mampu membuat Amanda berputar dan kembali ke arah Delvian.
"Apa! Apa lagi Yan. Kalau lo mau bilang lo suka sama dua-duanya, gue lempar lo pake sepatu sekarang." Amanda sudah ingin melempar sepatunya jika saja Delvian tidak menunjukkan vidio yang mengejutkan dari ponselnya. Membuat Amanda melotot dan merinding sekaligus. Membuat kebencian pada seorang Latisa sirna dalam sekejap.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Bad Twins [COMPLETE]
Teen Fiction[BUKU 3] Arden dan Aretha adalah satu kesatuan yang gak bisa dipisah kayak magnet dua kutub. Saling tarik menarik dan saling mempengaruhi. Mereka murid kembar yang menggemparkan seisi sekolah. Sebut saja sekolah hening tanpa mereka. Siapa yang gak...