✒10. Bukti

12.1K 791 3
                                    

"Iya Hallo Mah." Aretha mengikat tali sepatunya kencang. Iphone-nya diapit diantara telinga dan bahu, lalu matanya melirik ke Arden yang kini sudah mengunci pintu rumah. "Hallo Mah ngomong sama Arden ajadeh."

Arden mengambil Iphone milik Aretha. Dipasang ditelinganya, sambil manggut-manggut Arden melempar kunci motornya ke Aretha.

Aretha mengeluarkan motor milik Arden, kemudian ia ingin menutup gerbang rumahnya setelah Arden selesai menelfon.

"Nih." Arden memberikan Iphone milik Aretha lalu naik ke motornya. Mengenakan helm full face nya lalu menyuruh Aretha untuk naik.

"Kadonya udah?" Tanya Aretha sebelum motor Arden melesat.

Arden mengangguk, jempolnya naik keatas.

"Sip."

Motor besar milik Arden membawanya dan Aretha menuju sekolah. Hari ini senin, seperti biasa, baik Arden dan Aretha tidak berniat untuk telat karena malas kena hukuman dibawah tiang bendera. Apalagi Aretha ada jadwal berjaga hari ini.

Tidak butuh waktu lama, hanya 15 menit perjalanan meski dalam keadaan macet Arden dan Aretha tetap bisa sampai di sekolah tepat waktu.

"Kadonya nih." Arden melemparkan bungkusan panjang dengan pita pada Aretha yang kini sudah berdadah ria kepada Arden yang menstandarkan motornya di parkiran.

Aretha masuk kedalam kelas, sepi. Dan dia sudah hampir terlambat mengikuti upacara. Aretha berlari setelah menaruh tasnya di kelas, matanya kesana kemari sambil sibuk mengenakan dasi dilehernya.

Bbbuukkkk!!

"Aduh!" Aretha meringis saat lengannya disenggol kasar oleh seseorang. Matanya menajam tatkala seseorang yang menyenggolnya hanya menaikkan alis tebalnya tinggi. "Gak punya mata lo ya!"

"Bacot." Ketus cowok itu membuat Aretha emosi setengah mati.

"Elo yang bacot. Mata itu dipake buat ngeliat, bukan buat dipajang." Aretha membersihkan lengannya seakan baru saja terkena noda.

Cowok itu berdecak, tidak lagi memperhatikan Aretha yang lanjut ngedumel.

"KANOA SIALAN!" Teriak Aretha gusar sambil mencak-mencak. Saat dirinya ingin berlari juga mengejar suara microfon terngiang di speaker sekolah pertanda bahwa beberapa detik lagi upacara akan di mulai. Aretha merasa bahunya ditepuk dari belakang. Membuatnya menoleh kembali sambil mendesah. "Apalagi sih,-Elo!"

Aretha ingin mengeluarkan matanya jika saja cowok dihadapannya tidak grusah-grusuh mengajaknya berlari. Tidak sempat mengomel, Aretha ikut berlari kearah dimana cowok itu melangkah.

"Anjir Kepsek ngapain sih!" Aretha mendengus, menggulung dasinya yang hampir jatuh dari leher. Meski kakinya sudah dengan cepat berlari, tetapi tetap saja punggung yang membelakanginya melesat dua kali lebih cepat.

Terengah, Aretha menghela nafas panjang setelah dirinya sampai diujung sekolahan, tempat dimana guru piket tidak akan mengecek sampai kesana, apalagi kepsek.

Sial. Sekarang gue terjebak sama cowok brengsek ini. Aretha membantin seraya menengok kekanan dan kekiri. Melihat ada orang lain muncul, Aretha kembali berdecak.

,dan cowok brengsek lainnya. Tambah Aretha membatin kesal sambil memutar bola matanya.

"Ngapain lo bawa dia." Cowok beralis tebal itu mengangkat tangannya berhigh five dengan cowok yang baru datang bersama Aretha. Sahabatnya, juga mantan dari Aretha. Iya, Delvian.

Delvian tidak menjawab, dia malah duduk di bawah pohon dengan kaki terlentang, mengikuti gaya sahabatnya, Kanoa yang kini memberikan sebatang rokok pada Delvian.

The Bad Twins [COMPLETE]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang