.Kanoa Erlangga.
-In Mulmed-¤¤¤
Aretha merengut dibelakang punggung Delvian, rencananya gagal lagi. Tentu kali ini bukan salahnya, tapi semua salah Delvian.
Huh! Kalau saja tadi Sania tidak menangis, Aretha pasti akan menolak untuk meneruskan pertunangan. Sayangnya, Aretha tidak setega itu menyakiti Sania.
"Tante sayang kamu seperti anak tante sendiri Tha. Masa kamu tega sama tante. Memangnya kamu sudah gak cinta lagi sama anak tante?"
Demi Tuhan Aretha benci mengingat kalimat yang dilontarkan Sania. Diapun tidak bisa berbohong bahwa dirinya masih mencintai Delvian, tapi jelas dia juga sangat membenci lelaki itu. Lihat saja, dari saat pertama kali bersama di Bandung, Delvian selalu saja sibuk dengan ponselnya.
Batu kerikil yang ditendang kaki Aretha berhasil mengenai paha Delvian sehingga cowok itu menoleh kebelakang. Delvian menaikkan alis, lalu tangannya yang sejak tadi sibuk memainkan ponsel segera dimasukkan di celana.
"Apa?" Tanya Delvian melirik ke manik mata tajam Aretha.
Aretha mengalihkan pandangan, matanya mencari objek lain selain Delvian. Lalu mulutnya kumur-kumur tidak jelas, yang terdengar hanya. "Sorry." Itu untuk kerikil yang mengenai Delvian.
"Laper lo." Delvian melanjutkan jalan, sedangkan Aretha dibelakangnya sudah mencak-mencak ingin meninju Delvian.
"Brengsek, kenapa gue har,-AUWWW!" Aretha mengelus dahinya karena baru saja ia tertubruk benda bidang berbentuk tulang punggung milik Delvian.
Aretha mendongak, matanya mengerling saat Delvian malah menepuk pelan dahinya. Sial!
Bukannya si elus. Batin Aretha memundurkan langkah.
"Hati-hati mangkanya. Masih aja ceroboh." Cibirnya.
"Ish! Nyebelin banget sih lo." Aretha hendak ingin meninju Delvian jika saja Delvian tidak menghadang Aretha dengan tangannya. Sekali mengapit leher Aretha, gadis itu selalu langsung diam.
Dan sekarangpun masih sama, ternyata semuanya yang terjadi dulu tidaklah jauh berubah dari apa yang terjadi sekarang.
Mungkin juga nanti.
Sialan! Masih aja deg degan gue. Brengsek Reza. Aretha melempar tangan Delvian dari lehernya. Lalu dia berjalan mendahului cowok itu dengan muka yang sudah mulai memanas.
"Efek matahari nih asli kok muka gue kayak kepanasan sih." Aretha menggibaskan jemari tangannya di wajah, sesekali menengok kebelakang. Lalu saat Delvian menangkap basah matanya, Aretha langsung mengalihkan pandangannya ke depan.
Brengsek! Gue jadi gak fokus. Aretha jadi kesal sendiri.
"Heh, mau makan gak?" Pertanyaan Delvian berhasil menyulut emosi Aretha.
Aretha menoleh sakartis, "gue punya nama ya. Aretha! Kalau lo lupa." Aretha kembali berjalan lurus, lagi, tidak sampai sedetik Delvian kembali memanggilnya.
"Tha."
"Paan!" Ketus Aretha menoleh kebelakang jengah.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Bad Twins [COMPLETE]
Teen Fiction[BUKU 3] Arden dan Aretha adalah satu kesatuan yang gak bisa dipisah kayak magnet dua kutub. Saling tarik menarik dan saling mempengaruhi. Mereka murid kembar yang menggemparkan seisi sekolah. Sebut saja sekolah hening tanpa mereka. Siapa yang gak...