[4] He is (not) A Kid

33.2K 2.6K 134
                                    

MOBIL milik Fahri memasuki area Fakultas Ilmu Budaya milik kampus terbesar di provinsinya. Thalia yang sudah menanti-nanti sejak duduk di sebelah pamannya itu segera turun begitu mobil berhasil terparkir. Senyumnya merekah melihat sekeliling. Tidak menyangka bahwa dia akan menempuh pendidikan di lingkungan ini sebentar lagi.

"Formulirnya udah dibawa, 'kan?" Fahri bertanya setelah ikut turun menghampiri Thalia. Keponakannya itu kembali memeriksa isi tas ransel yang dibawanya lalu mengangguk yakin. "Kalau udah, ayo masuk."

"Saya nggak ikut ya, Pak."

Hanya mendengar suaranya saja sudah mengurangi kadar kesenangan Thalia. Atha keluar dari kursi belakang sembari menguap lebar. Meregangkan tubuhnya dengan mata setengah mengantuk.

"Ngapain ngikut, coba? Pake bolos sekolah pula," dumal Thalia yang masih didengar Atha.

"Orang Pak Fahri yang ngajakin." Atha membungkuk mendekati Thalia. "Gue disuruh liat-liat, mana tau gue masuk ke sini tahun depan."

"Makanya belajar yang bener! Jangan nongkrong mulu kerjaannya!"

"Gue udah pinter, kali." Atha menjulurkan lidah, dibalas pelototan sebal oleh gadis berambut pendek itu, dan disaksikan oleh Fahri yang sudah menggeleng-geleng geli.

"Sudah, sudah. Tunda dulu main Tom and Jerry-nya. Thalia, ayo masuk. Biar saja Megan, dia mau jalan-jalan sendiri."

Thalia melempar tatapan kesalnya pada lelaki itu sekali lagi. Barulah menyusul Fahri yang sudah melangkah lebih dulu memasuki gedung utama fakultas tersebut. Sementara Atha melangkah ke arah lain.

...

Berkat bantuan beberapa calon mahasiswa yang juga datang dengan tujuan sama, Thalia berhasil melakukan registrasi ulang serta mendapatkan kartu mahasiswa tanpa kesulitan. Senyumnya mengembang melihat foto dirinya tertempel bersebelahan dengan identitas singkatnya sebagai mahasiswa dari departemen Sastra Inggris.

Kini Thalia hanya perlu menemukan keberadaan Fahri yang entah pergi ke mana. Berkeliling seperti orang hilang mengingat belum ada satu orang pun yang dikenalnya meski sempat berinteraksi.

Sampai di lobby gedung, Thalia belum juga menemuka keberadaan pamannya yang entah sedang mampir ke mana. Thalia yang kelimpungan justru menubruk seseorang hingga dirinya terjatuh. Kepanikannya menyusul karena kartu mahasiswa yang sedari tadi dipegangnya terpental entah ke mana. Ia hampir menangis jika saja tangan asing tidak segera berhenti di depan wajahnya.

"Cari ini?"

Thalia lega bukan main. Kartu Mahasiswanya ditemukan oleh orang yang sempat ditabraknya. Segera dia terima lalu berdiri untuk membungkuk berterima kasih.

"Makasih. Maaf juga, tadi saya nggak lihat jalan."

"Nggak apa-apa. MABA, ya?" orang itu tersenyum melihat Thalia mengangguk. "Departemen mana?"

"Sastra Inggris."

"Oh ya? Wah, kayaknya kamu bakalan jadi adik tingkat aku." Orang itu mengulurkan tangan. "Alrescha dari semester lima. Panggil aja Alres. Al doang juga boleh."

Thalia menjabat tangan lelaki itu dengan gugup. "Thalia. Salam kenal, Kak."

Lelaki itu menarik tangannya untuk disimpan ke dalam saku jaket. "Kamu datang sendiri?"

"Enggak. Saya datang sama—"

"Thalia!"

Interupsi tiba-tiba menarik perhatian mereka. Thalia terhenyak kaget melihat Atha datang menghampiri dan segera berdiri di sebelahnya.

S P L E N D I DTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang