"Everyone says that first love is unforgettable. Yes it is. Even it is my biggest ignorance."
–
"Iya. Thalia memang dekat sama Atha. Bahkan, Atha sampai pernah cerita ke Thalia kalau sebenarnya Tante dan Atha pernah saling mengenal."
Lengkungan di bibir Rosa langsung memudar. Tak dapat menyembunyikan ketertegunannya kali ini.
"Soalnya, Thalia juga pernah nggak sengaja lihat Tante lagi bicara sama Atha. Makanya, setelah itu Atha ngasih tau sesuatu ke Thalia." Thalia menyematkan senyum kecil. "Jadi benar kalau Tante adalah orang yang pernah dikenal bahkan disukai Atha dulu?"
Rosa menarik napas samar. Bibirnya kembali menyungging senyum.
Ternyata memang sudah sejauh itu kedekatan Thalia dengan Atha, sampai-sampai lelaki itu mampu menceritakan masa lalunya yang ingin dilupakan. Dan mungkin, ini sudah saatnya Rosa bercerita agar tidak menimbulkan kesalahpahaman di antara mereka."Iya, Tante sama Atha pernah kenal. Dia salah satu murid les Tante dulu." Rosa menunduk sejenak. Mengingat-ingat. "Waktu itu Tante masih aktif jadi anggota orkestra dan ngajar kecil-kecilan. Terus, Tante ketemu sama dia di sana. Dia punya minat bermain piano yang besar sekali. Makanya, Tante sangat suka kalau udah ngajarin dia. Karena dia belajar sangat cepat."
Thalia membetulkan posisi duduknya. Mendengar cerita Rosa dengan seksama.
"Dari situ, Tante selalu rekomendasiin dia untuk ikut lomba. Dia turutin dan beberapa kali juara. Cuma, dia masih nggak percaya diri buat ikut orkestra seperti Tante. Tante mengerti karena dia merasa belum pantas. Tapi dia makin semangat buat latihan dan latihan. Dia beberapa kali bilang, Tante orangnya baik sekali, seperti ibunya. Dia juga bilang, dia mau cari pasangan yang baik kayak ibunya. Tante nggak sadar kalau dari situ sebenarnya dia udah mulai kasih kode." Rosa terkekeh pelan. "Namanya juga masih remaja."
Thalia tersenyum kecil. Mengerti sekali.
"Sampai akhirnya, waktu itu dia mainin lagu yang belum pernah Tante ajarin tetapi ternyata dia bisa. Dia bilang itu buat hadiah ulang tahun Tante, sekaligus mengungkapkan kalau dia suka sama Tante. Tapi, Tante malah menolak dia dengan cara yang nggak seharusnya."
Rosa termangu untuk beberapa saat. Sorot matanya berubah sendu, mengingat kembali kenangan di mana dia telah melakukan kesalahan yang fatal.
"Megan serius suka sama Kakak. Seperti laki-laki yang jatuh hati sama perempuan. Megan suka sama Kakak sebagai perempuan, bukan guru les Megan."
Rosa di kala itu terkalang lidah. Setelah memberi kecupan di pipi, Atha yang masih berusia tiga belas tahun itu mengungkapkan perasaannya dengan sungguh-sungguh.
"Megan pernah bilang kalau Megan mau cari orang yang baik kayak Ibu. Kakak adalah orangnya. Megan selalu nyaman kalau sama Kakak, Megan suka kalau ketemu sama Kakak, Megan selalu senang kalau melihat Kakak."
Rosa segera mengontrol diri. Berdeham seraya menyematkan senyum terbaiknya.
"Tapi, Megan, Kakak nggak bisa menerima kamu. Kakak menganggap kamu adalah murid Kakak. Kamu dan Kakak itu berbeda jauh sekali."
"Karena usia Megan dan Kakak yang beda jauh? Megan nggak peduli soal itu. Lagipula, Kakak pernah bilang suka juga sama Megan. Jadi kenapa Kakak nggak bisa terima?"
"Suka itu punya banyak makna, Megan. Kakak memang suka sama kamu, karena kamu murid terbaik yang pernah Kakak ajari. Kamu sangat pintar dan kamu anak yang baik. Kakak tentu bangga bisa mengajari kamu."
Pancaran di mata Atha sedikit meredup. "Kakak nggak bisa lihat Megan lebih dari seorang murid?"
"Kamu masih tiga belas tahun. Itu masalahnya. Dan Kakak nggak mungkin suka sama anak kecil seperti kamu. Kakak sudah dewasa, bukan waktunya lagi menerima suka dari kamu dengan serius. Karena kamu sendiri belum tentu mengerti dengan suka yang kamu kasih itu."

KAMU SEDANG MEMBACA
S P L E N D I D
RomanceThalia akan tinggal bersama pamannya yang masih hidup sendiri di usianya yang sudah terlampau matang. Namun ternyata, ada orang lain yang sudah menemani paman gantengnya itu sebelum Thalia memutuskan untuk pindah. Jangan salah sangka. Ini bukan ceri...