Though without a candle, I'll be fine in this darkness ... with him.
KEDUA tangan Thalia menggenggam ponsel milik Atha, senternya menyoroti lelaki itu yang tengah membereskan pecahan gelas akibat perbuatannya tadi. Thalia hanya bisa menggigit bawah bibirnya karena itu merupakan mug yang sering Atha gunakan. Tetapi lelaki itu tidak menunjukkan raut apapun dan membuangnya ke tempat sampah.
“Naikin senternya.”
Titahan Atha segera dituruti Thalia. Lelaki itu berpindah membuka laci dari meja bar, mengambil lilin beserta korek api dari sana. Dia nyalakan satu untuk di sini dan satu lagi dibawa olehnya. Kemudian meraih tangan Thalia, menariknya menuju ruang tengah lalu mendudukkan gadis itu serta meninggalkan lilinnya di sana.
Kendati demikian, Thalia kembali bangkit saat dirinya berbalik dan menarik ujung pakaiannya. Masih dengan memegangi senter dari ponselnya, Thalia menatap dirinya dengan pandangan cemas.
“Kamu mau ke mana?”
“Gue mau ganti baju. Lo nggak ngerasain baju gue basah?”
Thalia memang merasakannya. Dia sendiri juga melihat keadaan Atha yang sepertinya habis kehujanan. Terpaksa Thalia melepas pegangannya karena tidak mau lelaki itu masuk angin nantinya.
“Pegang aja senternya. Pintu kamar gue juga nggak bakal dikunci. Asalkan lo jangan nyelonong masuk aja.”
Thalia menggeleng cepat seraya melangkah mundur. Tanpa dia tahu, sudut bibir Atha sedikit terangkat melihat reaksinya yang salah tingkah sebelum akhirnya masuk ke dalam kamar. Thalia memang tidak mendengar suara pintu terkunci setelahnya jadi ia kembali duduk.
Mengingat kembali tadi di mana dirinya hampir menangis ketakutan, tidak disangka Atha akan segera datang dan menemukannya di dapur. Lelaki itu bahkan tidak bertanya maupun protes akan perilakunya. Atha hanya terdiam, sesekali mendesis pelan kala isakannya tak sengaja mencuat, bahkan ikut menggenggam tangannya yang tak pernah lepas dari tangan lelaki itu, seperti menyalurkan kehangatan dari sana. Menimbulkan bisikan kecil di dalam batinnya yang mampu mengalahkan ketakutannya.
“Nggak apa-apa. Ada Atha di sini. Aku nggak bakal kenapa-kenapa lagi.”
Thalia melipat bibir merasakan dirinya sudah memikirkan hal lebih. Ia memandangi ponsel Atha dengan senter yang masih menyala. Ini merupakan pertama kalinya dia memegang barang pribadi milik lelaki itu. Ibu jarinya meraba sisi ponsel pintar yang tipis itu, menemukan adanya tombol kecil di sana yang tidak sengaja ia tekan dan ternyata memadamkan senternya. Ketika dia tekan lagi bermaksud ingin menyalakannya kembali, layar sentuh itu justru menampakkan lockscreen di sana.
Adalah foto lelaki itu sedang berkumpul dengan teman-temannya. Dengan pose mengangkat kedua tangan tinggi-tinggi, memasang raut bahagia dengan background sebuah tanah lapang. Atha berdiri di tengah-tengah, bersebelahan dengan gadis yang dikenal bernama Laura sedang menggenggam satu tangan lelaki itu sampai empunya hanya mengangkat setengahnya.
Untuk beberapa saat, Thalia merasa menyesal sudah berani melihat foto itu. Seperti ada yang mencubit kecil sisi benaknya hingga ia segera mematikan kembali layar tersebut. Untungnya setelah itu pintu kamar Atha terbuka dan menampakkan wujud si pemiliknya keluar dari sana.
Kini Thalia justru beruntung sudah mematikan senter ponsel Atha sehingga kini ia hanya melihat dari remang-remang, siluet Atha yang melangkah sambil mengenakan kaus oblong abu-abunya menuju lemari kecil tak jauh dari pintu kamarnya untuk mengambil sesuatu. Yah, setidaknya Thalia sudah bisa mengontrol diri agar tidak berteriak kaget karena sempat melihat lelaki itu bertelanjang dada.
KAMU SEDANG MEMBACA
S P L E N D I D
Roman d'amour[SUDAH TERBIT ; INDIE] Thalia akan tinggal bersama pamannya yang masih hidup sendiri di usianya yang sudah terlampau matang. Namun ternyata, ada orang lain yang sudah menemani paman gantengnya itu sebelum Thalia memutuskan untuk pindah. Jangan salah...