BEGITU mereka keluar dari ruang pameran, Thalia berhasil melepas tangan Atha dari kepalanya. Wajahnya sudah memberengut kesal teruntuk lelaki itu di sela kakinya yang membuat jarak.
“Nggak perlu pakai pegang-pegang kepala, bisa 'kan? Aku juga bisa jalan sendiri! Kamu tuh nggak sopan banget ya, dari tadi!”
“Bawel.”
“Atha!!” Thalia memekik berkat Atha yang malah menjadi, mengusak poninya sebelum pergi mendahuluinya. Sepertinya Thalia harus menekan dalam-dalam emosinya sampai rumah nanti mengingat ia harus pulang bersama lelaki itu.
Baru beberapa langkah, Atha berbalik, kembali menghampiri Thalia yang sempat mengayun-ayunkan tangannya di udara. Sebisa mungkin dia menahan kuluman di bibirnya setelah menangkap tingkah konyol gadis itu. Karena Thalia malah merangsek mundur begitu ia berdiri tepat di hadapannya.
“Apa kamu? Aku baru mau nyusul, kok. Sana duluan!”
“Gue nggak bawa motor.”
“Hah?” untuk detik pertama, Thalia tidak paham. Barulah detik kedua ia mendelik kaget. “Terus kamu datang naik apa? Emang motor kamu kenapa?”
“Nggak kenapa-kenapa. Gue cuma mau ngerasain pulang-pergi naik Trans Jogja dari sini.”
“Te-terus, kamu jalan kaki ke sini, tadi? 'Kan lumayan jauh. Nggak capek?”
Atha mendengus sejenak. Dia malah mengira Thalia akan protes karena dia mengajaknya pulang tanpa motor.
“Lo pikir gue nggak bisa kayak lo yang tiap hari bolak-balik jalan kaki ke halte-kampus?” Atha menarik lengan Thalia, menyuruh gadis itu melangkah bersamanya. “Buruan, keburu maghrib. Ntar ada begal.”
“Kamu tuh begalnya! Udah pakai baju hitam-hitam, ada kacamata hitam, ini juga masker kok bisa hitam? Kamu pilokin emang? Tau nggak sih kalau kamu udah jadi perhatian banyak orang di pameran tadi? Untung muka kamu nggak dihitamin sekalian!” Thalia tersungut-sungut. Tidak disangka cerocosannya akan mengundang tawa dari lelaki itu.
“Itu mah karena mereka kaget ada orang ganteng lagi keliling di pameran.”
“Hih! Pede banget kamu! Kamu tuh udah kayak mau nerorin orang, tau!”
“Nerorin lo lebih tepatnya.”
Thalia menghentak-hentakkan kaki, menyusul Atha yang sudah kembali melangkah lebih dulu.
“Kamu kok datang kemari sendirian? Biasanya juga ke mana-mana bareng teman-teman kamu.”
“Lagi males sama mereka.”
“Kenapa? Kalian lagi berantem?”
Atha mendengus cepat. Ia pun menoleh setelah sudut matanya mendapati Thalia berada di sebelahnya. “Kenapa ya, kalo gue lagi pengen sendiri malah dibilang lagi berantem sama anak-anak?”
“Yah, abisan 'kan biasanya kamu kalau ke mana-mana sama mereka.”
“Sok tau lo.”
Thalia mengerucutkan bibir. “Aah, iya, kamu 'kan kalau lagi nggak bareng mereka ya bareng pacar kamu. Kenapa nggak ajak dia buat nemenin kamu?”
Atha tiba-tiba berhenti. Tatapannya jatuh begitu saja pada Thalia yang sudah ikut berhenti, memandang dirinya tanpa rasa bersalah.
“Pacar?”
Thalia merotasikan matanya melihat respon Atha. “Laura itu 'kan pacar kamu. Nggak usah pura-pura kaget deh. Aku udah tau dari lam―aduh!”
Thalia yang terlalu menepi tidak menyadari kakinya terperosok keluar dari trotoar. Belum lagi ada kendaraan bermotor datang dari belakang. Jika Atha tidak sigap menarik kuat lengannya, bisa-bisa Thalia yang ceroboh menjadi korban serempet motor.
KAMU SEDANG MEMBACA
S P L E N D I D
Romance[SUDAH TERBIT ; INDIE] Thalia akan tinggal bersama pamannya yang masih hidup sendiri di usianya yang sudah terlampau matang. Namun ternyata, ada orang lain yang sudah menemani paman gantengnya itu sebelum Thalia memutuskan untuk pindah. Jangan salah...