[38] Her(s)

21.7K 2.1K 460
                                    

DI sebuah restoran cepat saji, terlihat Daniel melangkah pasti menuju sebuah meja dengan membawa nampan berisi dua porsi hamburger beserta french fries juga dua gelas minuman yang baru dipesannya. Senyumnya terus mengembang hingga ia berhasil membagikannya pada gadis yang sudah menunggu, kini membalasnya dengan lengkungan manis beserta ucapan terima kasih.

Merubah rencana, sore tadi Daniel menghubungi Thalia, mengusulkan agar menyelesaikan tugas kelompok mereka di hari ini. Tentu Thalia menyetujui ajakannya untuk bertemu di sini. Hanya menghabiskan waktu satu jam, mereka berhasil menuntaskan tugas kelompok yang akan dipresentasikan Senin besok.

"Habis ini kamu mau langsung pulang?" tanya Daniel yang dibalas anggukan dari Thalia. "Nggak mampir dulu ke kafe sebelah? Aku habis ini mau ke situ. Ada Atha sama band-nya juga malah. Mau tampil seperti biasa."

Untung saja Thalia langsung menyeruput minumannya, membantu mendorong kunyahannya melewati kerongkongan. Barulah menggeleng pelan sebagai jawaban. "Aku mau langsung pulang aja habis ini. Rumah lagi kosong soalnya, aku nggak berani ninggalin lama-lama."

"Dipikirin banget rumahnya," kelakar Daniel yang langsung mendapat kekehan dari Thalia. Meski sebentar. "Ya udah, dihabisin dulu makannya. Baru pulang."

Seharusnya Daniel tidak menyebut nama lelaki itu setelah beberapa jam belakangan ini Thalia berhasil mengenyahkannya. Tetapi Daniel seolah kembali menyulutkan panas yang kembali membakar kedua pipinya.

Thalia bahkan masih bisa merasakan jejak ciuman Atha pada tangannya yang kini tengah mencatut kentang gorengnya. Bagaimana lelaki itu mengecupnya beberapa kali di sela embusan napas hangatnya yang berat. Sensasi basah itu seolah masih membekas di sana, menggelitik isi perutnya dan itu terasa menyenangkan. Juga mendebarkan.

Thalia jadi berandai bagaimana jika dia tidak menghalangi bibir Atha dengan telapak tangannya.

Dia pasti sudah gila karena berani membayangkan sampai sejauh itu.

Sadar tidak sadar dirinya sudah tercenung dengan debaran cepat di balik rusuknya. Mungkin akan terus begitu jika tidak ada tangan lain yang mengusiknya, menyusul sudut matanya mendapati seseorang duduk begitu saja di sebelahnya, lalu tanpa bersalah melahap kentang goreng miliknya.

"Ka-kamu? Kamu ngapain di sini?!"

"Lo sendiri ngapain di sini?"

Thalia gelagapan. Salah tingkah bukan main ditatap Atha seperti sekarang. "A-aku habis ngerjain tugas kelompok sama Daniel-" lalu terkesiap karena Atha berulah lebih, menggigit hamburger miliknya begitu saja. "Kamu! Ini 'kan punya aku! Beli sendiri sana kalau mau makan!"

"Bukannya tadi lo ngerjain lewat kirim-kiriman email? Sekarang ngapain pake ngerjain di sini?" Atha justru tidak peduli dan mengembalikan topik.

"Biar cepat selesai, gue ajakin aja ketemuan di sini. Lagian Thalia 'kan sendirian di rumah. Lo mau gue datengin dia langsung ke rumahnya?" ini jawaban Daniel. Ada senyum kecil di bibir tipisnya ketika mata tajam itu beralih padanya. "Santai aja lagi, Tha. Lo udah kayak abang yang mergokin adeknya keluyuran tanpa ijin, deh. Ini juga gue yang traktir kok."

"Abang?" Atha mendesis.

"E-eh, nggak usah. Aku bisa bayar sendiri, kok. Ini, aku ganti yang buat burger sama kentangnya." Thalia berkata cepat, merogoh tasnya mencari dompet.

"Nggak usah, Tha. Aku 'kan yang ngajakin kamu keluar, biar aku yang nanggung. Aku ikhlas kok."

Tidak ada yang tahu bahwa saat ini Atha sedang menahan rasa tak suka yang tiba-tiba tersulut hingga ke kepala. Sejak menemukan keberadaan Thalia sedang bersama Daniel, begitu saja Atha melangkahkan kaki-kaki panjangnya menghampiri meja ini.

S P L E N D I DTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang