"I still have nightmares, and I need you more and more."
KEDUANYA berdiri mengamati Fahri yang membukakan pintu depan untuk Rosa. Thalia adalah satu-satunya yang mengumbar senyum seraya melambaikan tangan ketika Rosa menoleh ke belakang sebelum akhirnya masuk.
"Doain biar lancar malam ini. Oke?"
"Om kayak belum pernah kencan aja," cebik Thalia diiringi senyum penuh arti. "Semangat ya, Om!" lalu Thalia mengepalkan kedua tangan untuk Fahri.
Hari sudah petang. Langit biru telah berubah senja. Mobil Fahri pun akhirnya melaju meninggalkan rumah diiringi lambaian tangan dari Thalia yang tak kalah antusiasnya. Namun, langkah-langkah ringan Thalia terpaksa berhenti di dekat pintu masuk. Melihat Atha yang tampak menerima telepon—yang diyakini—dari temannya, berbicara seraya menyusulnya hingga terpicu begitu saja bagi Thalia untuk berlari menuju kamar dan menutupnya rapat-rapat.
Jantungnya yang sempat tenang kembali berulah. Berdentum keras sampai Thalia harus menekan dadanya dengan tangan mengepal. Tetapi hanya sesaat karena ia kemudian menatap tangannya yang kembali dibuka.
Atha memang sudah beberapa kali menyentuhnya. Dia pernah mencium dahinya, pernah juga hampir mencium bibirnya dan berakhir tangannya yang menjadi sasaran. Tetapi Atha yang sampai mengulum jarinya, itu adalah hal terintim yang pernah lelaki itu berikan padanya.
Apalagi ada Rosa yang menyaksikan.
Thalia tidak tahu. Apakah Rosa akan mengadukan hal ini pada Fahri atau tidak. Karena sejak kejadian itu, Rosa tidak berkomentar apapun dan hanya tersenyum penuh arti padanya sampai mereka berpisah baru saja.
****
Baik Rosa maupun Fahri terus mengembangkan senyum. Tidak membiarkan kesunyian menjadi teman mereka selama duduk berdampingan selama perjalanan. Terus membincangkan apapun yang terlintas di pikiran mereka.
Hingga tiba di mana Rosa tidak lagi mampu menyembunyikan antusiasnya, membuatnya harus membuat sedikit jeda untuk mengatur napasnya agar tetap tenang. Dan, sepertinya dia juga perlu berhati-hati dalam membicarakan hal ini.
"Mas, kalau aku perhatiin, Megan dan Thalia semakin menunjukkan kalau sepertinya hubungan mereka udah lebih dekat dari yang kita kira. Mas tau maksudku, 'kan?"
"Maksud kamu, mereka menjalin hubungan seperti Mas sama kamu?"
"Mungkin?" Rosa memandang ke depan. "Mas suka cerita gimana mereka yang sering sekali adu mulut. Kayak Tom and Jerry. Tapi, gimana kalau sebenarnya mereka lebih dari itu? Karena dari yang aku lihat, di balik kelakuan mereka yang suka bertengkar, ada Megan yang terlihat menjaga sekali Thalia. Dan Thalia juga sepertinya sudah nyaman sekali bersama Megan."
Rosa pun kembali menengok Fahri. Memeriksa ekspresi pria itu. "Aku diam-diam memperhatikan mereka, Mas. Jadi, kalau memang mereka menjalin hubungan, apa Mas akan mengizinkan?"
Fahri terdiam sejenak sebelum lengkungan itu kembali hadir di bibirnya. "Mas sebenarnya juga melihat itu. Sepertinya mereka berusaha untuk nggak terlalu dekat karena khawatir dengan pandangan Mas, ya?"
"Aku juga berpikir begitu."
"Awalnya, Mas memang sebatas berharap setidaknya mereka akur karena harus tinggal bersama Mas. Sebelum kedatangannya pun, Mas udah memberi tau Megan untuk membantu menjaga Thalia. Karena kedua orangtuanya sangat mengandalkan Mas untuk menitipkannya selama berkuliah di sini.
"Jujur aja, Mas juga sempat khawatir karena Megan adalah orang luar. Sedangkan Thalia, seperti yang kamu tau juga, dia baru aja tertimpa musibah. Gimana pun, Mas lebih mementingkan kenyamanan Thalia karena dia keponakan Mas. Tapi ternyata, di luar ekspektasi Mas, Megan justru yang selalu menolongnya saat dia membutuhkan."
KAMU SEDANG MEMBACA
S P L E N D I D
RomanceThalia akan tinggal bersama pamannya yang masih hidup sendiri di usianya yang sudah terlampau matang. Namun ternyata, ada orang lain yang sudah menemani paman gantengnya itu sebelum Thalia memutuskan untuk pindah. Jangan salah sangka. Ini bukan ceri...
