[53] A Blank Space, A Missing Part

14.7K 1.4K 123
                                    

MERUPAKAN hal aneh mendengar ketukan pintu di waktu malam seperti ini. Daniel yang kebetulan baru saja meneguk segelas minum di dapur segera melangkah ke ruang tamu. Ia tertegun mendapati dari balik jendela siapa yang telah menunggu di depan. Lalu seketika membeliak begitu melihat lebih jelas setelah membukakan pintu.

“Atha? Lo—“ Daniel tidak percaya melihat wujud lelaki bertubuh menjulang itu berada di sini dengan keadaan cukup memprihatinkan.

Wajah penuh luka lebam, memikul ransel hitam juga menjinjing satu tas besar, berdiri tegak menatap hampa dirinya.

“Lo kenapa?”

“Gue udah minta ijin sama Gilang.” Atha bersuara. Datar.

Sebelum Daniel kembali bertanya, suara di belakangnya segera menginterupsi.

“Kasih masuk aja, Bang.” Gilang baru saja keluar dari kamar. “Atha mau tinggal di sini dulu sementara. Lumayan lah, buat nambahin temen bobo gue. Hehe!”

Daniel mengernyit bingung. Alih-alih dengan cengiran Gilang, Daniel kembali menumpuk fokusnya pada Atha yang sudah melewatinya. Mengikuti Gilang untuk masuk ke kamarnya yang tentunya diekori Daniel.

“Eh iya, Bang, minta tolong dong, bawain kotak obat kemari. Mau praktek jadi perawat nih gue.”

Daniel mendengkus samar melihat Gilang kembali nyengir padanya. Tanpa bicara pun akhirnya Daniel pergi. Memberi kesempatan Gilang untuk melihat Atha yang sudah jatuh rebah di tempat tidurnya. Seakan temannya itu baru saja kehilangan tenaga.

Gilang pun duduk bersila di dekatnya, menghela napas prihatin. Ingatannya berputar cepat ke belakang. Dimulai dari tingkah Atha yang sudah mengundang curiga sejak pulang sekolah tadi, menghilang begitu saja padahal ada jadwal latihan dengan band-nya, sulit untuk dihubungi, hingga menemukan ia ternyata sudah membuat kekacauan di kampus.

Jika saja tidak mengikuti firasatnya, Gilang mungkin akan terlambat menyelamatkan Atha dari amukannya sendiri tadi. Terlalu mengerikan untuk dibayangkan bahwa temannya ini mampu menghabisi seseorang hanya karena seorang gadis bernama Thalia.

Fahri pasti sangat marah mengetahui hal ini. Gilang jelas tak dapat sepenuhnya menyalahkan keputusan gurunya itu untuk mengeluarkan Atha dari rumah. Itulah mengapa Gilang membiarkan Atha untuk tinggal sementara di sini. Tidak peduli sampai kapan. Setidaknya Atha tidak perlu pulang ke rumah asalnya dalam waktu dekat dan malah membuat khawatir ibunya.

Pintu kamar kembali terbuka menampakkan Daniel masuk menjinjing sekotak obat. Gilang pun segera menerima, membongkarnya isinya dengan serius yang memberi kesempatan Daniel untuk mengamati lagi keadaan Atha.

“Habis berantem sama siapa?”

Tidak ada jawaban langsung. Gilang sendiri hanya menengok Daniel sebelum berpindah pada Atha yang tetap bergeming di tempat tidurnya.

“Lo bohongin Thalia ternyata buat ini?”

Kali ini tidak hanya Gilang, Atha pun bereaksi, membuka mata seakan tertegun mendengar pertanyaan menuntut dari Daniel.

“Gue sempat telpon dia tadi buat urusan kuliah. Dia ngiranya lo ada di sini lagi kerja kelompok bareng Gilang.” Daniel menjelaskan. Tahu hanya dengan melihat bagaimana lelaki itu menatap kosong ke langit-langit. “Untungnya gue nggak tau aslinya lo ke mana. Jadi gue cuma bilang, mungkin lo ada urusan lain sama Gilang di luar,” lanjutnya seraya membantu Gilang mengeluarkan beberapa peralatan.

Daniel kemudian menatap kembali Atha. Lelaki itu masih tidak bergerak di posisinya. Mungkin merenung. Tetapi yang jelas, Daniel tidak akan menanyakan lebih lanjut. Dia mengerti bahwa ini bukanlah urusannya. Setidaknya dia sudah menyampaikan sedikit rasa cemasnya.

S P L E N D I DTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang