[51] Hiding Behind Words

18.3K 1.6K 251
                                        

"I just want to hug you ... so much right now."

HARI ini merupakan waktu keberangkatan Fatya bersama Thalia ke Jakarta. Mengambil jadwal Taksaka malam dari Stasiun Yogyakarta atau juga dikenal sebagai Stasiun Tugu. Menjelang akhir pekan begini, tempat ini mulai terbilang ramai dibandingkan hari biasa.

Fahri terlihat keluar dari minimarket bersama Fatya dengan beberapa bingkisan di tangan. Sambil menunggu waktu keberangkatan yang masih agak lama, keduanya sengaja mampir untuk membeli beberapa camilan sebelum kembali pada Thalia yang sudah menunggu lebih dulu di dalam. Kakak-beradik itu tampak berbincang ringan sebelum akhirnya nanti akan berpisah lagi.

"Oh ya, Ri, Mbak udah mau pulang, kamu kok, belum juga kenalin gandengan kamu itu? Gimana dia? Lia bilang orangnya cantik dan baik banget. Lia beberapa kali diajarin masak, katanya."

"Iya, Mbak. Dia pintar banget masak. Makanya sering ngajarin Lia masak kalau mampir ke rumah."

"Wah, udah klop banget, dong. Lia memang bilang udah suka banget sama dia. Jadi ngarepin kalian langgeng, tuh."

Fahri mengusap tengkuknya sambil terkekeh. "Fahri udah ketemu sama keluarganya. Tapi kami sepakat untuk menjalani yang ada dulu. Selain ingin lebih mengenal, Fahri sama dia masih sibuk dengan urusan masing-masing. Makanya, Fahri belum ada rencana buat ngenalin dia ke Mbak dan yang lain dalam waktu dekat ini."

Fatya mengangguk mengerti. Lagipula kedatangannya kemari pun bukan untuk itu melainkan sangat di luar rencana. Jadi, mungkin memang lain kali.

"Mbak harap kamu benar-benar cocok sama dia, Ri. Jangan terlalu buru-buru. Yang lain juga pasti akan ngerti." Fatiya menepuk bahu adiknya itu dengan bangga. "Soalnya kamu ini udah berumur tapi masih aja kelihatan gagah dan tampan begini."

Mereka pun tertawa sebelum mengakhiri topik ini dengan Fahri menuntun Fatya agar berjalan lebih dulu sebab kondisi ruang yang cukup sesak. Menyisakan dirinya yang kembali tenggelam pada pikirannya sendiri.

****

Bising dan lalu lalang yang menghiasi sepanjang latar stasiun ini tidaklah asing bagi Thalia. Menjadi objek perhatiannya demi membunuh kesendirian setelah ditinggal Fatya dan Fahri di kafe ini, ditemani segelas cokelat hangat di tangan.

Kalau dibilang menunggu kedatangannya pun, tidak juga. Thalia tahu bahwa lelaki itu pasti sibuk dengan kegiatannya seperti biasa. Memang, terakhir mereka bertemu hanya di pagi hari tadi sebelum lelaki itu berangkat ke sekolah. Tanpa adanya pamitan secara khusus.

Toh, Thalia tidak akan lama pergi. Atha jelas tidak akan mempermasalahkan itu.

Ada hitungan menit Thalia duduk seorang diri, hingga getaran di dalam tas menggerakkannya. Tak pelak ada binar antusias mencuat di iris jernihnya sebelum segera menggeser tombol hijau ponselnya untuk menjawab panggilan dari lelaki yang tengah dipikirkannya.

"Halo?"

"Udah berangkat?"

"Dari rumah? Udah. Keretanya baru berangkat setengah jam lagi. Aku lagi nunggu Mama cetak tiket." Thalia mengigit bibirnya sejenak. "Kamu di mana? Udah pulang?"

"Lagi di rumah Gilang. Masih ngerjain tugas kelompok. Besok harus dikumpul."

Tanpa sadar Thalia mengangguk. Dia bisa mengerti kalau begitu.

"Maaf, ya. Nggak bisa nganterin kamu."

Tanpa sadar pula, Thalia menggeleng cepat. "Nggak apa-apa. Lagian aku cuma pulang sebentar. Hari Minggu aku balik lagi."

S P L E N D I DTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang